Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Subur Budhisantoso: "Ada Gula, Ada Semut"

28 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Repot menghalau serangan isu. Begitulah yang terjadi pada pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan calon wakil presiden Muhammad Jusuf Kalla. Isu negatif datang bagai hujan. Dari soal dukungan Amerika Serikat, dana kampanye dari pengusaha hitam, setuju penerapan syariat Islam, partainya didominasi kalangan non-Islam, sampai keterlibatan SBY dalam kasus 27 Juli.

Kabar terbaru: tim sukses SBY-Kalla tidak lagi akur. Peran 29 anggota inti dinilai terlalu dominan, sedangkan beberapa tokoh Partai Demokrat baik di pusat maupun di daerah kurang mendapat peran. Padahal Partai Demokrat adalah mesin politik SBY. Apa yang sebenarnya terjadi di tim sukses SBY? Berikut petikan wawancara Widiarsi Agustina dari TEMPO dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Subur Budhisantoso, di Jakarta Pusat pada Jumat petang lalu.

Bisa dijelaskan hubungan SBY dengan Partai Demokrat seperti apa?

Baik, sangat baik.

Lalu, kenapa ada kader Partai Demokrat yang merasa ditinggalkan SBY? Hubungan jadi retak?

Enggak benar itu. Apalagi disebut konflik dan terpecah. Yang harus diketahui, tim sukses ini gabungan dari tim yang dibentuk Yudhoyono, tim sukses dari Jusuf Kalla, dari Partai Demokrat, dari Partai Bulan Bintang, dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan para relawan. Jumlahnya besar dan butuh koordinasi khusus. Apalagi waktu yang tersisa relatif singkat. Di pusat, itu bisa diatur dengan mudah. Tapi, di seluruh daerah, jelas itu tak mudah.

Ada persoalan di daerah?

Memang, ada hambatan psikologis dari kader-kader Partai Demokrat di daerah. Dulu pada pemilu legislatif mereka bersaing berebut suara dengan sejumlah tokoh dari partai lain. Tiba-tiba mereka harus bergabung dengan orang-orang yang dulu menjadi pesaingnya. Apalagi, sebagai anggota Partai Demokrat yang menjadi penyumbang terbesar untuk pencalonan SBY, mereka akhirnya hanya sebagai anggota, dan dipimpin orang-orang dari partai yang perolehan suaranya di bawah mereka. Ini susah dan tampaknya belum tune-in. Satu-satunya jalan, kami harus ke daerah untuk mengatasi hal ini.

Kenapa mereka merasa tak pernah dilibatkan lagi?

Mereka tetap dilibatkan. Sekali lagi, ini kan tim gabungan. Jadi, tak selalu Partai Demokrat. Bagaimanapun, untuk memenangkan SBY-Kalla, jelas tak bisa mengandalkan satu jalur saja. Apalagi kami tahu pasti, orang-orang Partai Demokrat di beberapa daerah tertentu cukup lemah. Sudah barang tentu kami harus mencari orang-orang yang punya potensi, baik dana, jaringan, maupun manajemen. Misalnya saja seperti yang terjadi di Solo. Ada tokoh Mega-Bintang seperti Mudrick Sangidoe yang punya massa besar. Itu sebabnya pucuk pimpinan di kawasan itu diserahkan kepada orang-orang seperti dia. Jadi, kenapa tak mengalah untuk mencari kemenangan?

Solusinya?

Bertemu mereka dan memberi pengertian. SBY itu pilihan rakyat, bukan pilihan Partai Demokrat saja. Pemahaman ini yang harus disadari. Karena itu, waktu ke daerah-daerah, saya mengingatkan anggota Partai Demokrat yang tergabung dalam tim atau di luar tim tetap harus bekerja bersama, karena kami bertekad akan memenangkan SBY-Kalla pada putaran pertama dengan elegan.

Seberapa jauh hambatan psikologis itu berpengaruh terhadap kinerja tim?

Sejauh ini belum ada hambatan. Toh, setiap ke daerah, massa yang ingin bertemu SBY lebih besar dibanding jika calon lain berkampanye.

Sebenarnya bagaimana kronologi pembentukan tim sukses SBY-Kalla? Belakangan, banyak tokoh yang ditarik untuk memperkuat tim dan menjadi semacam "special force" untuk kampanye SBY?

Kalau itu, hak prerogatif calon presiden. Menurut saya, waktu yang singkat dan kerja cepat membutuhkan keahlian orang-orang khusus.

Bagaimana dengan kehadiran 29 orang yang belakangan disebut-sebut sebagai Tim 29, yang senantiasa menyertai SBY berkampanye?

Saya malah tidak tahu apa itu Tim 29. Yang mana? Memang banyak orang yang ikut saat SBY-Kalla berkampanye. Kebanyakan mereka itu tim. Tapi ada juga orang-orang baru yang kepingin ikut dan menempel. Bahkan mereka juga pengin ikut di atas panggung. Ini kan sesuatu yang lumrah terjadi dalam politik. Dulu saja enggak ada yang melihat Partai Demokrat. Melirik pun enggan. Sekarang? Banyak sekali.

Menurut Anda, ini karena Partai Demokrat atau karena faktor SBY?

Partai Demokrat dengan SBY menjadi populer dan meraih kemenangan. SBY dengan Demokrat juga akan menjadi lebih baik.

Bagaimana dengan para pendatang baru?

Itu dinamika politik yang biasa terjadi. Saya kira itu tak hanya di Partai Demokrat, tetapi juga di partai lain. Kondisi seperti ini tak hanya kami alami, tapi juga (dialami) tim sukses calon presiden lain. Ada gula, ada semut. n

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus