Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERENYAK juga Choirul Anam, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Timur, pertengahan Mei lalu. Sejawatnya dari Partai Golkar, Ridwan Hisjam, menyodorkan proposal kampanye senilai Rp 50 miliar. Dengan angka sebesar itu, Anam pesimistis tim kampanye Wiranto-Salahuddin Wahid, yang bermarkas di Me-nara Imperium, Jakarta, bakal menyetujui proposal.
"Kalau standar Golkar begitu, silakan saja sampean teruskan," kata Anam menirukan tanggapannya terhadap Hisjam. Akhirnya, masing-masing pihak jalan sendiri sejak awal masa kampanye pemilihan presiden. Anam bergerak dengan mesin PKB, Hisjam lewat tim Partai Golkar. Karena itu, dia enggak ngeh apa saja upaya sekondannya itu untuk memenangkan duet Wiranto-Wahid.
Ketika PKB Jawa Timur menggelar pertemuan seribu ulama dan kiai di Graha Astanawa, Surabaya, Kamis pekan lalu, Anam mengaku bekerja sendiri. Kalaupun Hisjam tampak di acara yang semula akan dihadiri kiai karismatis dari Langitan, Abdullah Faqih, itu, "Sengaja saya undang biar dia tahu bagaimana kita bekerja dan mengkonsolidasi diri," kata Anam kepada TEMPO.
Untuk segala cawe-cawe yang dilakukan selama masa kampanye, ia mengaku sudah merogoh sekitar Rp 2 miliar dari kas partai. Setelah kuitansi dan semua bukti pengeluaran tersusun lengkap, ia percaya pihak "Imperium" akan segera menggantinya. Hisjam mengaku, sebelum ada tim kampanye gabungan dengan PKB, pihaknya telah menyusun proposal untuk kampanye dengan dana Rp 50 miliar.
Anggaran sebesar itu, selain untuk menyiapkan beragam atribut dan iklan lokal, juga untuk melatih 1.000 calon anggota legislatif terpilih dari Golkar, PKB, dan partai-partai pendukung sebagai juru kampanye. Merekalah, kata Hisjam, yang akan door to door ke lebih dari 9.000 desa di Jawa Timur. "Golkar bisa dapat 2,7 juta suara kemarin, ya, dengan cara itu," tuturnya, "Semua bisa dipertanggungjawabkan, bukan untuk money politics."
Tapi dia patut masygul: pihak "Imperium" sama sekali tak merespons proposal yang dikirim pada 20 Mei itu. Mestinya, jika ada yang dianggap kurang pas, kata Hisjam, dia dipanggil untuk mendiskusikannya. Tim-tim kampanye di daerah pun tak bisa berbuat maksimal karena selalu diimbau agar mencari dana secara independen. Akhirnya, pola kampanye di Jawa Timur hanya mengikuti apa yang dilakukan tim dari pusat, berupa seremoni dan rapat terbuka.
Ia mengaku pening berat karena Kamis lalu semua pengurus Golkar se-Jawa Timur mengajukan klaim penggantian dana yang telah mereka keluarkan. Tapi dia justru masih dituding tak serius menyokong Wiranto. "Lha, mestinya kan saya juga tanya, Pak Wiranto itu serius tidak ingin jadi presiden. Kok disuruh cari dana independen terus," kata Hisjam dengan nada tinggi.
Perbedaan langkah Hisjam dan Anam itulah, antara lain, yang mencuatkan tudingan: Partai Golkar setengah hati mendukung Wiranto. Sebaliknya, Wakil Sekretaris Tim Kampanye Wiranto-Wahid, Dossy Iskandar, mengakui sulitnya membangun komunikasi dengan Hisjam. Sebagai wakil ketua tim kampanye di Jawa Timur, ia dikabarkan lebih banyak berada di luar Surabaya dan Jawa Timur.
Hisjam sendiri beralibi, Senin-Kamis waktunya tersita di Senayan sebagai anggota DPR. Tapi Jumat-Ahad dia juga ikut sibuk berkeliling Jawa Timur. Menurut dia, sejak tim kampanye calon presiden terbentuk, semua pekerjaan bukan lagi tanggung jawab partai. "Tugas Partai Golkar hanya mengantarkan dan memfasilitasi," kata Hisjam.
Indikasi lain tak seriusnya dukungan Golkar, menurut anggota tim kampanye di Imperium, Aartje Loppies, diperlihatkan Mahadi Sinambela. Jangankan ikut berkampanye, selaku anggota pimpinan tim kampanye Wiranto-Wahid, dia belum pernah berkunjung ke Imperium. Dari sekian rapat yang digelar antara tim Golkar, Wiranto, dan PKB, dia cuma nongol dua kali. "Di rapat gabungan Rabu malam kemarin pun dia tak hadir," kata Aartje.
Begitu juga dengan organisasi massa yang selama ini berafiliasi ke Golkar, seperti Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI) dan Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG). Sama sekali tak terdengar suara mendukung Wiranto. Padahal biasanya semua ormas di bawah Golkar saling bersahutan mendukung keputusan partai tersebut. Kini, semua pihak seperti membiarkan Wiranto dan timnya disudutkan oleh berbagai isu miring dari lawan-lawan politiknya.
Agak mencurigakan pula ketika Akbar Tandjung, selaku ketua umum partai, tak bereaksi tatkala Jusuf Kalla mengakui ada sebagian kader Golkar yang mendukung dirinya sebagai calon wakil presiden dari Partai Demokrat. Sebaliknya, banyak kader Golkar yang kurang bersemangat mendukung Wiranto-Wahid karena menganggap mereka "tak berkeringat". "Padahal, di PKB, ketika diketahui ada kader yang mendukung pasangan capres-cawapres lain, mereka langsung dipecat," kata Aartje.
Ketua Umum AMPG, Rambe Kamarulzaman, menampik tudingan Aartje. Sebab, organisasi yang dipimpinnya justru menjadi satu di antara unsur terdepan dalam pelaksanaan kampanye Wiranto. Sebagai ketua bidang operasi di tingkat pusat, dia telah menunjuk semua Ketua AMPG di daerah menjadi ketua operasi kampanye Wiranto di wilayah masing-masing. Dengan cara itu, tak perlu lagi perintah tertulis dan deklarasi dukungan terbuka. "Saya di Manado ini dalam rangka sosialisasi dan kampanye Pak Wiranto," kata Rambe.
Adalah Ketua Dewan Syuro PKB, Abdurrahman Wahid, yang semula melontarkan ihwal ketidakseriusan Golkar mengusung Wiranto. Tanggapan itu merupakan respons atas pernyataan Ketua Umum Partai Golkar, Akbar Tandjung, agar Gus Dur memberi sinyal dukungan lebih konkret terhadap duet calon presiden-calon wakil presiden dari Golkar-PKB. Tapi harapan itu justru dinilai Gus Dur hanya taktik untuk mengkambing-hitamkannya jika duet itu gagal. Apalagi, selama kampanye, kucuran dana dari Golkar pun minim belaka. "DPP Golkar gak dukung apa-apa. Melok kluyar-kluyur karo Wiranto, tapi gak pernah mau membiayai," kata Gus Dur, sengit.
Mengenai minimnya dana, Koordinator Bidang Perencanaan, Evaluasi, dan Konsepsi Tim Kampanye Calon Presiden-Calon Wakil Presiden Partai Golkar, Suaidi Marasabessy, pernah mengeluhkannya secara terbuka. Ketika menghadiri ulang tahun ke-26 AMPI di Hotel Mustika, Tuban, Jawa Timur, ia mengungkapkan bahwa dana menjadi persoalan terbesar yang dihadapi tim Wiranto. Padahal, tanpa dana, mesin politik tak akan berjalan efektif.
Ironisnya, selama ini diisukan Wiranto memiliki dana tak terbatas. Sehingga, banyak pengurus Golkar dan kader di daerah enggan bergerak sebelum dana cair. Karena itu, dia berapi-api menyerukan agar seluruh kader Golkar tak lagi mengharapkan dana besar dari Wiranto. "Semua dana yang digunakan untuk kepentingan kampanye hingga saat ini murni menjadi beban dan tanggungan Wiranto sendiri," ia menegaskan.
Sudrajat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo