Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kabar pendongkelan Agus Yudhoyono sampai ke pengurus daerah dalam dua pekan terakhir.
Ada pengurus daerah yang menilai kepengurusan Demokrat didominasi orang Cikeas.
Pengurus Demokrat di daerah mempertanyakan iuran yang diwajibkan pengurus pusat.
MENEKEN surat bermeterai Rp 6.000, Ketua Partai Demokrat Daerah Istimewa Yogyakarta Heri Sebayang menyatakan loyalitasnya kepada Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono. Dalam warkat itu, Heri juga berjanji melawan pengkhianatan dan makar di lingkup internal partai. Surat itu dikirimkan melalui pos ke Jakarta pada Sabtu, 30 Januari lalu. “Surat kesetiaan itu inisiatif kami dan tak ada instruksi dari ketua umum,” kata Heri di Yogyakarta pada Kamis, 4 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat pernyataan kesetiaan juga dikirimkan Ketua Demokrat Bali I Made Mudarta pada Jumat, 29 Januari lalu. Baik Made Mudarta maupun Heri Sebayang menyatakan kasak-kusuk soal pengambilalihan posisi ketua umum telah beredar dua pekan sebelum Agus Harimurti mengumumkan upaya pendongkelannya pada Senin, 1 Februari lalu. Keduanya mengklaim surat itu dibikin berdasarkan inisiatif mereka sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Posisi Agus di Demokrat digoyang setelah sejumlah kader senior partai itu menggalang dukungan pengurus daerah untuk menggelar kongres luar biasa. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ditengarai terlibat dalam gerakan itu dan disebut-sebut berniat mengambil alih kursi ketua umum. Moeldoko mengakui pernah bertemu dengan sejumlah kader Demokrat dalam acara minum kopi, tapi membantah sedang menyiapkan kongres luar biasa untuk merebut jabatan Agus.
Dukungan pengurus daerah kepada putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono juga tampak di grup WhatsApp “Ketua DPD Demokrat” yang diikuti Heri dan Mudarta. Setelah Agus menggelar konferensi pers, grup itu riuh dengan kiriman foto-foto para Ketua Demokrat di daerah disertai dukungan kepada Agus. Menurut Heri, Agus juga menjadi anggota grup percakapan tersebut, tapi tak menanggapi pesan yang dikirimkan oleh para kadernya.
Mudarta mengaku telah berkomunikasi dengan semua pengurus daerah dan cabang Demokrat di Bali. Mereka, kata dia, menyatakan tak pernah diajak menggelar kongres luar biasa partai seperti yang dialami pengurus Demokrat Kalimantan Selatan. Sedangkan Ketua Demokrat Semarang, Wahyoe Winarto, mengatakan informasi soal pertemuan pengurus partai wilayah Kalimantan Selatan dengan sejumlah kader senior disampaikan oleh pengurus pusat tiga hari sebelum Agus menggelar konferensi pers. “Kami diminta tetap solid,” ucap Wahyoe.
Melalui wawancara tertulis dengan Tempo, Agus menyatakan rencana melengserkannya sudah terdengar mulai pertengahan Januari lalu. Dalam dua pekan terakhir, sejumlah pengurus daerah pun melaporkan kepada pengurus pusat ihwal digelarnya rapat-rapat gelap. Agus mengklaim langsung menetralisasi gerakan itu dan meyakini kader di daerah solid setelah mengirimkan surat loyalitas kepadanya. “Mereka menolak secara tegas rencana kudeta tersebut,” kata purnawirawan tentara berpangkat mayor itu.
Agus Harimurti Yudhoyono dan Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) dalam Kongres V Partai Demokrat di Jakarta. Dok. Istimewa
Meski diklaim solid, riak di lingkup internal partai bermunculan. Politikus senior Demokrat, Ahmad Yahya, mengatakan ada ketidakpuasan dari pengurus di daerah terhadap kepengurusan Agus. Penyebabnya, pengurus pusat memungut iuran dari setiap anggota fraksi yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kebijakan itu dianggap membebani kader di daerah.
Sejumlah pengurus Demokrat di daerah pun mengakui penarikan iuran tersebut. Ketua Demokrat Jawa Tengah Rinto Subekti mengatakan sumbangan pengurus daerah dan cabang ke Jakarta bersifat sukarela. Ia mencontohkan, terakhir kali iuran itu digunakan untuk membantu korban bencana alam. Di Yogyakarta, sumbangan dari kader dipakai untuk membiayai kegiatan operasional dan sejumlah program partai. Ketua Demokrat Yogyakarta Heri Sebayang menyatakan duit yang terkumpul akan dibelanjakan untuk pembelian bahan pokok, sumbangan hajatan, dan penyemprotan disinfektan selama masa pandemi.
Bukan hanya urusan iuran, sejumlah pengurus daerah juga mempersoalkan gaya kaderisasi partai. Wakil Ketua Badan Pembinaan Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi Partai Demokrat Nusa Tenggara Timur Paulus Papa Resi menilai kepengurusan partai kini didominasi keluarga Susilo Bambang Yudhoyono. Akibatnya, Demokrat pun terlihat seperti partai keluarga. “Semuanya harus mendengar apa kata Cikeas,” ujar Paulus. Cikeas merupakan kawasan rumah pribadi Yudhoyono yang terletak di Bogor, Jawa Barat.
Adapun Bendahara Demokrat Kabupaten Timor Tengah Selatan Miel Teftae mengkritik cara Agus Harimurti memilih calon kepala daerah. Menurut dia, kader asli Demokrat sering gagal bersaing dengan politikus dari luar partai dalam perebutan surat rekomendasi. Meski demikian, Miel menyatakan kongres luar biasa untuk mengganti Agus belum diperlukan. Sedangkan Paulus Papa Resi menyatakan mendukung pelaksanaan KLB sepanjang sesuai dengan anggaran dasar dan rumah tangga partai.
Politikus senior Demokrat, Max Sopacua, menilai kepengurusan Agus sudah bermasalah sejak kongres pemilihan ketua umum yang diadakan di Jakarta pada 15 Maret 2020. Menurut Max yang hadir dalam acara itu, kongres hanya berlangsung beberapa jam saja. Padahal kongres sebelumnya membutuhkan waktu setidaknya dua hari.
Ketua Partai Demokrat Daerah Istimewa Yogyakarta Heri Sebayang (kiri) bersama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Agustus 2020. twitter.com/@herisby70ray
Max menilai tata tertib kongres pada 2020 tak membuka peluang bagi kader lain untuk menjadi penantang Agus. Panitia meminta kandidat melampirkan surat dukungan dari 35 persen pengurus daerah. Max, yang menjadi ketua panitia kongres luar biasa partai di Bali pada 2013, mengatakan persyaratan dukungan biasanya cukup 10 persen. “Tak mungkin kader lain bisa mencalonkan diri dengan syarat setinggi itu,” ujarnya. Agus akhirnya terpilih secara aklamasi dalam kongres itu.
Setelah terpilih, Agus menyusun kepengurusan yang didominasi politikus muda. Max, yang pernah menjabat wakil ketua umum dan anggota majelis tinggi, termasuk yang terdepak. Menurut dia, sejak menjabat ketua umum, Agus tak pernah mengajak diskusi para kader senior yang tersingkir dari kepengurusan.
Agus tak membantah ada riak-riak di lingkup internal partai. Dia mengklaim berupaya membangun struktur partai dengan melibatkan kader muda dan senior. Agus mengakui ada kader yang menilai dia belum siap memimpin Partai Demokrat. Tak sedikit pula kader yang kecewa terhadap keputusan-keputusan partai, termasuk pemilihan calon dalam pemilihan kepala daerah, yang sering tak sesuai dengan aspirasi daerah. “Inilah realitas politik dan demokrasi di negeri kita,” tutur Agus.
RAYMUNDUS RIKANG, DEWI NURITA (JAKARTA), SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), JAMAL A. NASHR (SEMARANG), JOHANES SEO (KUPANG), ADINDA ZAHRA (MEDAN), MADE ARGAWA (BALI)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo