Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kabar Kudeta di Gunung Gede

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko disebut-sebut berniat mengambil alih Partai Demokrat. Ia diduga melibatkan bekas narapidana kasus korupsi, Muhammad Nazaruddin, untuk melobi pengurus daerah. Susilo Bambang Yudhoyono ikut memantau serangan balik ke Moeldoko.

6 Februari 2021 | 00.00 WIB

Jenderal Moeldoko (kiri) menerima ucapan selamat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah dilantik menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat, 30 Agustus 2013. TEMPO/Subekti
Perbesar
Jenderal Moeldoko (kiri) menerima ucapan selamat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah dilantik menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat, 30 Agustus 2013. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • SBY menyatakan tak akan tampil di publik menghadapi persoalan kudeta di Partai Demokrat.

  • Lobi mengusung Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat juga dilancarkan kepada pengurus provinsi.

  • SBY menceritakan soal janji setia Moeldoko di rumahnya.

MENGENAKAN batik cokelat lengan pendek, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono serius mendengarkan paparan dari Agus Harimurti Yudhoyono di perpustakaan pribadinya di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Ahad, 31 Januari lalu. Agus, yang merupakan Ketua Umum Demokrat, menjelaskan soal upaya pengambilalihan partai yang dilakukan sejumlah kader dan diduga melibatkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menurut Agus, ayahnya sepakat bahwa upaya pengambilalihan Demokrat bukan lagi permasalahan internal partai. Penyebabnya: ada nama Moeldoko, Panglima Tentara Nasional Indonesia pada masa pemerintahan Yudhoyono. “Dengan adanya keterlibatan Moeldoko, gerakan ini wujud intervensi dari pihak eksternal yang mengancam kedaulatan dan kehormatan Demokrat,” ujar Agus dalam wawancara tertulis dengan Tempo pada Jumat, 5 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pertemuan yang berlangsung sekitar tiga jam itu dihadiri sejumlah elite Demokrat. Mereka antara lain Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya; Wakil Ketua Umum Edhie Baskoro Yudhoyono; Kepala Badan Pemenangan Pemilu Andi Arief; Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan Herman Khaeron; serta Andi Mallarangeng, Menteri Pemuda dan Olahraga di era Yudhoyono.

Dua orang yang hadir dalam pertemuan itu mengatakan, setelah mendengarkan penjelasan Agus, Yudhoyono mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap campur tangan pihak luar dalam urusan partainya. Apalagi Moeldoko disebut-sebut membawa nama “Pak Lurah”—mengacu pada sebutan untuk Presiden Joko Widodo—dan pejabat lain. Namun Yudhoyono tak yakin Jokowi mengetahui soal rencana kudeta terhadap kepemimpinan Agus, putra sulungnya. Ia menyarankan pengurus Demokrat berkirim surat kepada Presiden untuk menanyakan informasi tersebut.

Bekas Bendahara Umum Demokrat, M. Nazaruddin, dalam pertemuan di Hotel Aston Rasuna, Kuningan, Jakarta. Istimewa

Narasumber yang sama menuturkan bahwa Yudhoyono menyatakan tak akan tampil di publik dalam perkara ini. Ia tak mau dianggap berhadapan dengan Presiden Jokowi. Yudhoyono mengatakan bakal menyelesaikan langsung persoalan itu jika masih menjabat ketua umum. Ia pun menyerahkan persoalan itu kepada Agus, termasuk menggelar konferensi pers soal peristiwa tersebut.

Yudhoyono kemudian meminta Agus memaparkan rancangan pernyataan dalam konferensi pers untuk menghindari tuduhan dan kata-kata yang bisa menimbulkan dampak hukum. Ia lalu menambahkan sejumlah kalimat, seperti penggunaan frasa “asas praduga tak bersalah”. Pertemuan itu menyepakati bahwa Agus tak perlu menyebut nama mereka yang terlibat dalam upaya kudeta Demokrat.

Di akhir pertemuan, kata dua peserta rapat, Yudhoyono meminta stafnya memperlihatkan draf cuitan di akun Twitternya kepada peserta rapat. “Bagi siapa pun yang memegang kekuasaan politik, pada tingkat apa pun, banyak cara berpolitik yang lebih bermoral dan lebih beradab. Ada tiga golongan manusia, yaitu the good, the bad, dan the ugly. Kalau tidak bisa menjadi the good, janganlah menjadi the ugly.” Cuitan itu diunggah oleh Yudhoyono ke akun Twitternya pada pukul 20.43, Ahad, 31 Januari lalu.

Sehari kemudian, di kantor Demokrat di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Agus Yudhoyono menggelar jumpa pers untuk menjelaskan upaya pengambilalihan posisi Ketua Umum Demokrat. “Ada gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa,” ucap Agus.

•••

MENDARAT di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Rabu, 27 Januari lalu, sembilan ketua pengurus cabang Partai Demokrat tingkat kabupaten di Kalimantan Selatan dijemput oleh Alamsah, bekas ketua partai di provinsi itu. Ia langsung membawa koleganya ke rumah makan Garuda di Menteng, Jakarta Pusat. Setelah menyantap makanan, rombongan bergerak ke Hotel Aston Rasuna, Kuningan, Jakarta Selatan.

Peserta rombongan itu antara lain Ketua Demokrat Tanah Bumbu Roni Reza, Ketua Demokrat Balangan Samsudinnor, Ketua Demokrat Barabai Hulu Sungai Tengah Yofie Rachmani, dan Ketua Demokrat Hulu Sungai Utara Apandi. “Kami menginap di sana,” ujar Samsudinnor ketika dihubungi, Jumat, 5 Februari lalu. Adapun Alamsah tak merespons pertanyaan yang dikirimkan Tempo ke telepon selulernya.

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memberikan keterangan pers di kediamannya kawasan Menteng, Jakarta, Rabu, 3 Februari 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Dokumen pemeriksaan internal Demokrat terhadap Yofie Rachmani yang diperoleh Tempo menyebutkan para pengurus daerah datang ke Jakarta karena dijanjikan oleh bekas Wakil Ketua Umum Demokrat, Jhoni Allen Marbun, mendapat bantuan untuk bencana alam yang terjadi di Kalimantan Selatan. Namun, di Aston, mereka malah dipertemukan dengan bekas Bendahara Umum Demokrat, Muhammad Nazaruddin, mantan terpidana kasus suap proyek Wisma Atlet, di kamar 2805.

Menurut Yofie, seperti tertulis dalam dokumen tersebut, Jhoni menyatakan perlu ada pergantian ketua umum partai dari Agus Harimurti kepada Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan. Salah satu pertimbangannya: Agus dianggap kurang mampu memimpin. Pangkatnya ketika pensiun dari militer pun hanya mayor, kalah dari Moeldoko, mantan Panglima TNI berpangkat jenderal. Sedangkan Nazaruddin, kata Yofie, menyatakan sudah ada dukungan dari 260 pengurus provinsi dan kabupaten/kota untuk menggelar kongres luar biasa. Keduanya pun mengatakan pergantian diperlukan agar perolehan suara Demokrat bisa naik dari posisi kelima menjadi kedua.

Para pengurus daerah itu lalu diantar oleh Jhoni Allen ke kamar 2809. Di sana, seperti tertulis dalam dokumen pemeriksaan, sudah menunggu Moeldoko. Yofie menyatakan bahwa Moeldoko meminta mereka mendukung kongres luar biasa (KLB) dan memilihnya sebagai ketua umum. Dia juga menyatakan rencana KLB sudah direstui oleh “Pak Lurah” serta disetujui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Yofie pun mengatakan bahwa Moeldoko pernah mengutarakan keinginannya memimpin Demokrat kepada Susilo Bambang Yudhoyono setelah tak menjabat Panglima TNI. “Katanya, ‘Pak SBY meminta saya bersabar,’” tutur Yofie seperti tertulis dalam dokumen pemeriksaan.

Pertemuan dengan Moeldoko di Hotel Aston selesai sekitar tengah malam. Para pengurus Demokrat yang hadir diminta menandatangani surat persetujuan kongres luar biasa yang dibubuhi meterai. Mereka juga mendapat uang Rp 30 juta. Sebanyak Rp 5 juta di antaranya, seperti tertulis dalam dokumen pemeriksaan Yofie, diambil oleh Jhoni Allen. Mereka pun dijanjikan mendapat Rp 75 juta setelah KLB digelar.

Dimintai tanggapan, Yofie Rachmani enggan memberikan komentar. “Saya sudah menjelaskan ke pengurus pusat,” ucapnya. Pun Ketua Demokrat Kabupaten Balangan Samsudinnor, yang hadir dalam pertemuan itu, enggan memberikan keterangan.

Moeldoko membenarkan pernah bertemu dengan politikus Partai Demokrat di rumahnya di Menteng ataupun di Hotel Rasuna. “Aku datang diajak ngopi-ngopi,” ujarnya, Rabu, 3 Februari lalu. Namun dia membantah jika pertemuan itu disebut membahas soal rencana kongres luar biasa atau penggalangan dukungan agar ia bisa maju sebagai calon Ketua Umum Demokrat. “Yang punya hak orang dalam, saya ini orang luar dan enggak ada urusannya.” Sedangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membantah jika disebut mengetahui rencana tersebut. “Saya tidak tahu-menahu,” katanya.

Keesokannya, sebagian pengurus daerah melaporkan pertemuan itu kepada pengurus pusat. Mereka juga mengirimkan foto Nazaruddin dan kamar yang dipakai untuk rapat. Politikus Demokrat, Rachland Nashidik, mengatakan pengurus pusat kemudian memeriksa delapan orang yang ikut pertemuan tersebut. Satu orang, yakni Ketua Demokrat Tanah Bumbu Roni Reza, enggan memberikan keterangan. Pemeriksaan itu berlangsung sejak Kamis sore, 28 Januari, hingga Jumat subuh, 29 Januari lalu. Dari keterangan mereka, menurut Rachland, Moeldoko diduga berniat menjadikan Demokrat sebagai kendaraan untuk maju sebagai calon presiden.

Penggalangan dukungan untuk menggelar kongres luar biasa juga dilakukan ke pengurus tingkat provinsi. Ketua Demokrat Sulawesi Tenggara Muhammad Endang menuturkan pernah diajak bertemu oleh Jhoni Allen Marbun pada pertengahan Januari lalu. Keduanya lalu bertemu di Apartemen Bellagio Residence, Mega Kuningan. Menurut Endang, Nazaruddin pun hadir dalam pertemuan itu. “Saya datang karena Bang Jhoni senior partai,” ujarnya. Endang mengatakan pertemuan itu pun sudah ia laporkan kepada Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Agust Jovan Latuconsina mengatakan Agus Yudhoyono pertama kali mendengar ada upaya penggalangan untuk kongres luar biasa ini pada Jumat, 22 Januari lalu. “Saat kami sedang mendaki Gunung Gede, dia mendapat laporan ada upaya penggalangan pengurus daerah,” ucapnya, Kamis, 4 Februari lalu. Agus, kata Jovan, mulai menggelar rapat maraton sejak Selasa, 26 Januari lalu, hingga membaca laporan pemeriksaan delapan pengurus daerah di Kalimantan Selatan yang bertemu dengan Moeldoko.

Jhoni Allen tak merespons pesan dan panggilan telepon Tempo. Melalui orang dekatnya, Jhoni menyebutkan belum bersedia memberikan keterangan. Begitu juga Nazaruddin tak merespons upaya konfirmasi Tempo. Adik kandung Nazaruddin, Muhammad Nasir, tak menjawab pertanyaan Tempo mengenai keterlibatan kakaknya dalam pengambilalihan Demokrat.

•••

DI halaman rumahnya di Jalan Terusan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan kebingungannya soal tudingan pengambilalihan Partai Demokrat, Rabu, 3 Februari lalu. “Saya ini apa? Di Demokrat ada SBY dan putranya, Mas AHY (Agus Harimurti Yudhoyono), yang dipilih secara aklamasi,” kata Moeldoko di hadapan pewarta. Ia pun menyatakan tak pernah membicarakan rencana maju sebagai calon presiden melalui Demokrat. “Kalau yang mengorbitkan di sana, ya Alhamdulillah,” ujarnya.

Dua pejabat pemerintah menuturkan, sebelum menggelar konferensi pers, terlambat satu jam dari jadwal semula, Moeldoko dipanggil oleh Presiden Joko Widodo. Dalam pertemuan itu, Jokowi meminta Moeldoko menyelesaikan kegaduhan dengan Demokrat. Juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, belum merespons konfirmasi Tempo. Begitu juga Moeldoko. Namun, dalam konferensi pers, Moeldoko menyatakan tidak membicarakan persoalan itu dengan Presiden. Sebelumnya, Moeldoko meminta Demokrat tak sembarangan menuding. “Jangan sedikit-sedikit Istana dan jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini.”

Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) dan Susilo Bambang Yudhoyono di Kongres V Partai Demokrat di Jakarta, 15 Maret 2020. Dok. Partai Demokrat

Hari yang sama, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono kembali menggelar rapat di rumahnya. Agus Harimurti dan pejabat lain yang datang menjelaskan perkembangan yang terjadi setelah konferensi pers dua hari sebelumnya. Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Agust Jovan Latuconsina mengatakan pertemuan itu sesuai dengan aturan partai karena membahas hal-hal yang strategis. “Banyak hal yang dibahas,” tuturnya, Kamis, 4 Februari lalu.

Dua politikus Demokrat yang hadir bercerita, Yudhoyono juga bertanya kepada Agus soal langkah yang sudah dia ambil. Ia pun meminta Agus melakukan rekonsiliasi di lingkup internal partai. Seorang peserta rapat lalu mengatakan bahwa rencana pengambilalihan partai ibarat air susu berbalas air tuba. Sebab, Moeldoko diangkat sebagai Panglima TNI oleh Yudhoyono.

Yudhoyono, menurut narasumber yang sama, menceritakan kisahnya sebelum dia purnatugas sebagai presiden. Ketika itu, Moeldoko datang menemuinya di Puri Cikeas. Moeldoko, kata narasumber itu menceritakan ucapan Yudhoyono, duduk di sofa merah. Moeldoko lalu mengatakan kepada Yudhoyono bahwa dia akan setia dan tak akan pernah mengkhianatinya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, DEVY ERNIS, BUDIARTI UTAMI PUTRI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri

Hussein Abri

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus