Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tak Berkwalitas Bulog

Atas permintaan Gubernur Sulawesi Tengah dolog membeli beras dari petani, walau kwalitas belum memenuhi syarat. BUUD/KUD belum banyak ambil peranan karena lemahnya modal. (dh)

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GARA-GARA surplus beras tahun 1975 sebanyak 5.000 ton Gubernur Sulawesi Tengah tergopoh-gopoh meminta Dolog segera melakukan pembelian beras kepada petani sawah. Walhasil dari target pembelian tahun itu (1975/1976) 1.200 ton terlampaui menjadi 2.600 ton. Sedangkan target 1976/1977 ini dibengkakkan 4.000 ton dan sampai Desember lewat sudah berhasil ditimbun di gudang Dolog sebanyak 3.000 ton. Tapi menurut A. Punadi Inspektur Muda Dolog Sulteng sebenarnya pembelian beras ini hanya atas dasar dispensasi khusus Bulog saja. Dolog hanya bertindak sebagai "penolong keadaan" karena di berbagai tempat terutama di kantong produksi harga beras sudah ada di bawah Rp 60 per kg. Situasi harga ini tentu saja memukul petani sawah apalagi bersamaan dengan melorotnya harga kopra. Semua ini membuat kehidupan di pedesaan serba sulit dan suram. Menurut Punadi pula, sebenarnya kwalitas beras Sulteng belum masuk standar mutu Bulog. Mutu Bulog harus memenuhi 12 persyaratan (kwalitas I-C) antaranya broken saja tak boleh lebih dari 35. Padahal broken beras petani Sulteng mencapai 50 sampai 60%. Tentu saja mutu begini tak tahan disimpan cukup lama. Oleh sebab itu beras hasil pembelian ini sesuai perjanjian tertulis dengan Gubernur akan dilempar kembali untuk jatah konsumsi di lingkungan pemerintah daerah Sulteng. "Gubernur memberikan jaminan fihak karyawannya tak akan memprotes Dolog soal mutu semacam ini", ucap Punadi. Untuk karyawan Pemda Sulteng Dolog harus menyediakan setiap bulan paling kurang 1.000 ton ditambah untuk keperluan operasi pasar 500 ton. Total jenderal tiap tahun harus ada tersedia 18.000 ton beras atau minimal persediaan untuk 6 bulan harus selalu siap dalam gudang. Jika yang dibeli dari petani hanya 4.000 ton maka Dolog harus mendatangkan lagi beras dropping ke Sulteng paling kurang 14.000 ton setiap tahun. Gabah Atau Beras? Ada dua sebab mutu beras Sulteng ini tak bisa mengejar kwalitas Bulog. Padi yang telah dipetik masih sering dibiarkan bertumpuk berhari-hari di atas sawah. Di samping itu cara penggilingan beras dilakukan melalui mesin giling yang tak memenuhi syarat. Belum ada mesin giling beras di Sulteng yang bisa berstandar RMU (rice milling unit) walaupun beras yang digiling itu dari jenis IR. Sebab ini pula menurut Punadi Dolog serta merta menolak ajakan pertama Gubernur agar pembelian itu diutamakan pada pembelian gabah bukan beras. "Jika harus membeli gabah bisa dibayangkan betapa besar susut harus ditanggung Dolog", ucapnya. Sebenarnya dengan membeli beras ini saja Dolog sudah cukup rugi. Pembelian Dolog melalui pedagang perantara dan BUUD/KUD Rp 108 per kg di gudang penampungan Dolog. "Tapi setelah ditambah sewa gudang dan ongkos transpor serta susut harga itu sudah mencapai Rp 138,6 per kg. Sedangkan harga jual di lingkungan Pemda hanya Rp 125 per kg. Harga Rp 138,6 itu pun melebihi harga pasar Palu sendiri Rp 135 per kg sesuai penjajakan team evaluasi harga akhir Desember lewat. Sayangnya dalam urusan beli-membeli beras yang diadakan Dolog ini tak bisa dimanfaatkan oleh BUUD/KUD. Sebab BUUD/KUD di desa masih bermodal lemah ditambah penyakit klasik salah urus yang tentu saja menghilangkan kepercayaan petani. "Bayangkan bagaimana bisa menguasai satu daerah produksi 1.500 ton jika BWD/KUD-nya hanya memiliki modal Rp 500.000", ucap Punadi. Sudah tentu dengan kelemahan-kelemahan ini membuat pengusaha perantara (yang tentunya bermodal kuat) lebih banyak ambil peranan. Dari 3.000 ton beras yang sudah terkumpul dalam tahun pembelian 1976/1977 ini tercatat hanya 100 ton saja lewat tangan BUUD/KUD. Mungkin karena masih banyak menunggak kredit bimas maka BRI agak enggan untuk turun tangan mengeluarkan kredit baru buat BUUD/KUD.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus