Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Taman masa depan

Menparpostel Soesilo Soedarman meresmikan Taman Safari Indonesia, menjadi obyek wisata nasional. Di hadiri Menhut Hasyrul Harahap & Wwagub Ja-Bar Karya Suwanda. TSI sudah menelan biaya Rp 15 milyar.

24 Maret 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JERAWAT di jalan yang menuju Cibeureum mendadak lenyap menjelang "hajatan" Jumat pagi pekan lalu itu. Jalan sepanjang 2,5 km dari Jalan Raya Cisarua itu berubah halus, meski masih tetap sempit. Kedatangan sejumlah pejabat tinggi ke Cibeureum-lah yang memoles jalan itu. Mereka, antara lain, Menparpostel Soesilo Soedarman, Menteri Kehutanan Hasyrul Harahap, serta Wagub Ja-Bar Karna Suwanda. Soesilo datang ke Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Bogor, untuk meresmikan Taman Safari Indonesia (TSI) menjadi obyek wisata nasional karena dianggap telah memenuhi syarat. Maka kini warga Cibeureum boleh membanggakan diri. Setelah desa mereka beken lewat serial sinetron Rumah Masa Depan yang ditayangkan TVRI, kini mereka bisa menyebut desa mereka sebagai satu-satunya taman safari yang menjadi obyek wisata nasional. Tahun lalu, 1,2 juta pelancong mengunjungi TSI -- 15% di antaranya pengunjung mancanegara. Ini berarti hampir separuh dari jumlah wisatawan yang mengunjungi Jawa Barat tahun silam. Tahun ini dipatok 1,5 juta orang akan mengunjungi TSI. Buat sebuah taman, yang baru dibuka pada 1986, ini betul-betul sebuah prestasi hebat. Impian mendirikan "Taman Safari Masa Depan" itu tak terwujud begitu saja. Gagasan yang muncul dari keluarga besar Oriental Circus Indonesia ini pada 1980 mulai terbayang setelah tahun itu Cibeureum -- terletak sekitar 1.000 meter dari ketinggian laut -- dipilih untuk lokasi. Menurut Dirut TSI Tony Sumampouw, dua konsultan dari Jerman Barat dan Amerika ditugasi untuk meneliti lokasi ini. Setahun kemudian, izin lokasi tahap awal -- seluas 55 ha -- diberikan oleh Gubernur Ja-Bar. "Baru pada 1984 pembangunan dimulai," kenang Tony. Maka sejak 1986, TSI dipenuhi suara dan raungan bermacam binatang. Taman ini pun segera menyedot pengunjung karena menawarkan hiburan yang baru: pengunjung bisa menonton binatang dalam jarak dekat dari dalam mobil masing-masing. Dalam waktu relatif singkat, TSI melesat. Berbagai satwa langka berhasil dikembangbiakkan. Koleksinya terus bertambah, termasuk macan putih yang sangat langka. TSI juga melakukn penghijauan di luar lokasinya (tahun lalu mereka menanam 19 ribu pohon). Banyak mahasiswa menjadikan TSI sebagai ajang penelitian. Maka, pekan lalu, Soesilo Soedarman pun memuji: "TSI kini berupa perpaduan antara taman margasatwa modern, taman rekreasi, dan taman wisata alam, yang menunjang pariwisata, konservasi sumber daya alam dan pendidikan." Koleksi TSI, yang semula 270 ekor satwa, kini berkembang menjadi sekitar 800-an ekor dari 100 jenis. Kini dianggap berita biasa saja kalau berbagai binatang langka di TSI melahirkan. Saat ini, sebanyak 350 pekerja (200 di antaranya pria) ditampung TSI. Terdapat lagi 120 pekerja lain, yang aktif di Hotel Safari Garden, yang unit usahanya masih sepayung dengan TSI. Sementara itu, setiap bulan, lima KUD di Kabupaten Bogor diberi kesempatan menyetor sayur-mayur, buah-buahan, dan rumput gajah -- untuk penghuni TSI -- seharga sekitar Rp 50 juta. Taman yang penuh jerapah, banteng, harimau, dan gajah yang sedang bunting berat ini sudah menelan biaya sekitar Rp 15 milyar. "Kami masih rugi. Dana operasional belum bisa ditutup dari harga karcis. TSI masih disubsidi oleh Hotel Safari Garden. Untuk titik impas, sedikitnya masih perlu lima tahun lagi," kata Frans Manansang, Direktur TSI. Toh prospek TSI tampaknya cukup cerah. Apalagi setelah kini naik pangkat dari obyek wisata daerah menjadi obyek wisata nasional, meski TSI akan tetap dikelola swasta tanpa subsidi Pemerintah. Masalah tanah untuk perluasan TSI, yang memang sangat dibutuhkan, agaknya akan merupakan persoalan sulit bila pengurusannya tak dibantu oleh Pemerintah. Kini, setelah TSI jadi obyek wisata nasional, boleh jadi bantuan Pemerintah akan mulai mengalir. Setidaknya bantuan fasilitas. Pekan lalu, sebuah wartel (warung telekomunikasi), lengkap dengan fasilitas SLI (Sambungan Langsung Internasional), dihadiahkan oleh Deparpostel. Ada juga sebuah janji dari Wagub Karna Suwanda: Jalan sempit menuju TSI akan dilebarkan. Laporan: Ed Zoelverdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus