PIHAK kepolisian sejak pekan kemarin dengan gencar melancarkan
operasi alkohol. Pengejaran di mana-mana berlangsung tak berapa
lama setelah Menteri Sekretaris Negara Sudharmono mengumumkan
hasil sidang Kabinet Bidang Ekuin di Bina Graha 2 Desember
tentang dilarangnya alkohol berkadar 43% dalam kemasan plastik.
Penggerebekan-penggerebekan itu juga dilancarkan karena ada niat
pemerintah untuk membatasi penjualan minuman keras dalam waktu
dekat.
Di Jawa Tengah dari daerah mana Presiden Soeharto menerima
laporan tentang adanya alkohol dalam plastik mini tersebut,
penggerebekan dipusatkan di Yogyakarta. Dalam sebuah operasi
mendadak 10 Desember yang dilancarkan secara mendadak di seluruh
kota, pihak kepolisian berhasil menyita lusinan minuman alkohol
dalam kemasan plastik dan beberapa botol minuman keras yang
tidak terdaftar. Operasi selama dua jam di sore hari itu paling
banyak menyita minuman keras dari toko-toko yang terletak di
sepanjang Malioboro, Jalan Ahmad Yani dan Jalan Pasar Kembang.
Polisi juga menemukan pembungkus plastik yang kosong bertebaran
di sekitar warung-warung kecil di tempat-tempat itu.
Di Yogyakarta sekolah aman-aman saja sampai pekan kemarin.
Tetapi di Jakarta pengejaran terhadap alkohol itu menjadi berita
besar karena yang jadi sasaran justru sekolah. Di sini tim
reserse berhasil menyita ratusan kantung plastik mini berisi
berbagai jenis minuman dari warung-warung kecil di tujuh sekolah
menengah atas. Terdapat 400 kantung plastik berisi dry gin,
whisky, vodka dan brandy merk Mansion House, persis seperti yang
ditunjukkan Mensesneg Sudharmono kepada wartawan ketika
menjelaskan hasil sidang kabinet yang dipimpin Presiden
Soeharto. (TEMPO, 12 Desember 1981).
Satu dari tujuh sekolah yang jadi sasaran adalah SMA
Muhammadiyah di daerah Kemayoran. Menurut Dan Den IV Vice
Control Satserse, Mayor Polisi Iswimach Rosis, alkohol dalam
bungkus plastik yang banyak disita justru dari sekolah itu.
Kepala sekolah SMA Muhammadiyah itu sendiri, Soebiantoro, 51
tahun, tak habis pikir dari mana murid-muridnya memperoleh
barang yang lagi dikejar-kejar polisi itu. "Beberapa murid ada
yang kena grebek. Ditemukan beberapa kemasan di dalam tas
anak-anak. Di dalam kelas maupun di luar. Saya tak tahu dari
mana mereka peroleh," katanya kepada wartawan TEMPO yang datang
meninjau ke sekolah tersebut.
Mulyono, 19 tahun, pedagang es teh dan es jeruk di dekat sekolah
Muhammadiyah itu menceritakan razia yang dilancarkan polisi
berjalan bagaikan kilat. "Mereka mula-mula berkumpul di depan
sekolah dan dengan tiba-tiba saja mengacak-ngacak dagangan para
pedagang yang ada ada di sekitar sini," katanya bercerita.
Bahwa murid-murid sekolah itu ada yang kecanduan alkohol Mulyono
bisa menjadi saksi. Dia sudah biasa melihat anak-anak SMP maupun
SMA Muhammadiyah yang teler habis minum. "Mata mereka merah
sehabis minum. Mereka biasanya membawa bungkusan plastik berisi
alkohol itu dan minum di sini setelah mencampurnya dengan es teh
satu gelas. Lantas ngeloyor masuk sekolah lagi," kata pedagang
yang masih remaja itu.
Tetapi pemandangan itu tidak hanya terdapat di sekolah yang
terletak di daerah Kemayoran tersebut. Kecanduan minum alkohol
menurut semenura pihak sudah berjangkit di banyak murid, di
banyak sekolah.
Arman, Hamid dan Rumawi (semuanya bukan nama sebenarnya) adalah
tiga dari ribuan pelajar yang terang-terangan mengaku menggemari
alkohol. Kepada wartawan TEMPO Erlina Soekarno, ketiganya
mengaku sudah berkenalan dengan minuman beralkohol sejak di SMP.
Lebih Manis
Ketika minuman keras dalam bungkus plastik ukuran 35 cc
dipasarkan ketiga remaja ini tidak ketinggalan mencobanya. Lidah
mereka rupanya sudah begitu mahir dalam membeda-bedakan rasa
alkohol. "Minuman keras dalam plastik membuat kita lebih cepat
'naik"' kata Rochim yang berusia 19 tahun. Dia memperkirakan
minuman dalam bungkus plastik itu sudah dicampur dengan jenis
minuman keras yang lain. "Rasanya lain sih dengan yang dijual
dalam botol. Lebih manis. Saya lebih suka yang dalam botol,"
sambung pelajar kelas 2 SMA itu.
Sama halnya dengan Rumawi, Arman dan Hamid juga tak mau
ketinggalan dengan gaya hidup berbau alkohol. Arman yang berusia
17 tahun mulai doyan minuman keras sejak kelas 2 SMP. Dia mulai
ikut-ikutan minum karena takut dibilang ketinggalan zaman.
"Masak kita anak muda enggak ikut minum," katanya kalem.
Dari bir yang berkadar alkohol rendah anak keempat dari tujuh
bersaudara ini kemudian meningkat ke Johny Walker, Vodka dan
Mansion House. Kelas mereka di kalangan pecandu rupanya tinggi
juga. Seperti dikatakan Hamid mereka tidak menyukai alkohol
dalam bungkus plastik rencengan yang bisa dibeli dengan Rp 100.
Kelas mereka adalah Mansion House botolan yang berharga Rp 1.000
dan mereka beli secara patungan.
Alkoholisme masuk dalam acara sidang kabinet yang dipimpin
Presiden pada awal Desember itu nampaknya karena kekhawatiran
terhadap harga beberapa jenis minuman keras yang sengaja dibikin
murah. "Kita kan tidak ingin memeratakan orang minum minuman
keras," kata Mensesneg Sudharmono seraya tertawa kepada wartawan
sehabis sidang Kabinet Bidang Ekuin tersebut.
Adalah PT Suba Indah yang beroperasi sejak 1979 dengan pabrik di
Cimanggis, Bogor yang memasarkan berbagai jenis minuman keras
berkadar alkohol 43% dalam bungkus plastik. Di tingkat pengecer
harganya Rp 100/ bungkus, lebih murah Rp 25 dari es krim Jolly.
Sebuah sumber di pabrik minuman keras itu menyebutkan minuman
keras dalam plastik itu dilempar ke pasar hanya sebagai sample.
"Kami edarkan baru kira-kira sebulan yang lalu. Dan peredarannya
pun masih terbatas di Jakarta dan Jawa Tengah," kata sumber
tadi.
Tak banyak keterangan yang bisa keluar dari pabrik itu. Karena
sudah ada pesan supaya karyawan jangan banyak bicara mengenai
alkohol dalarn plastik. Ini pesan Bambang Soeharto, Direktur PT
Hero Food Supplies, distributor minuman merek Mansion House yang
masih berada di Filipina ketika barang dagangannya geger dan
jadi sasaran razia polisi.
Tetapi orang-orang yang bergerak dalam bisnis minuman keras bisa
membikin perhitungan tentang berapa banyak alkohol dalam plastik
itu yang sudah beredar. Diperkirakan 1400 kartonya 240 bungkus
yang keluar dari pintu pabrik di Cimanggis itu. Artinya yang
beredar lebih kurang 400.000 bungkus. Baru sekitar 406 yang
terjual. Sedangkan sisanya lagi giat-giatnya ditarik dari pasar
untuk mematuhi perintah yang dikeluarkan Kopkamtib.
Niat pemerintah, seperti yang diketengahkan Pangkopkamtib Sudomo
untuk menertibkan penjualan alkohol sampai ke lapo-lapo tuak
perlu ditunggu pelaksanaannya. Mungkin tidak terlalu mudah untuk
menghentikan kebiasaan yang sudah turun-temurun dan berkaitan
kuat pula dengan adat (baca:Perang Tuak di Batak). Tetapi
tindakan ke arah itu nampaknya memang sudah perlu. "Semua orang
sudah tahu alkoholisme punya sumbangan terhadap meningkatnya
kecelakaan lalu lintas belakangan ini," kata Prof Dr. Kusumanto
Setyonegoro, psikiater yang banyak mengikuti seminar tentang
alkoholisme di luar negeri. Hal ini dia katakan dengan kebiasaan
sopir yang minum sebelum berangkat kerja.
Kusumanto nampaknya kurang bersemangat dalam membicarakan
pembatasan-pembatasan untuk menanggulangi bahaya alkoholisme
ini. Dia tidak menganggap pembatasan gerak-gerik minuman keras
yang ditaksir mencapai Rp 1,3 milyar/tahun hanya untuk kualitas
impor plus produksi lokal yang mencapai 7 juta liter/tahun,
sebagai satu-satunya jalan.
"Pendidikan di rumahtangga sangat penting untuk mencegah jangan
sampai anak-anak menjadi alkoholis," katanya. Remaja, katanya,
jangan dibiarkan mencoba-coba minum minuman keras sekalipun
kandungan alkoholnya rendah. Sebab sekali mencoba dikhawatirkan
kecanduan. "Kalau mereka sudah kecanduan starter untuk melakukan
segala perbuatan yang melanggar moral berarti sudah dinyalakan.
Dengan alkohol itu mereka menjadi kehilangan rem untuk melakukan
berbagai kejahatan," katanya.
Yang dikatakan Kusumanto itu pula yang dialami Arman dan Hamid,
dua pelajar yang berkenalan dengan minuman keras sejak SMP.
"Kalau sudah teler rasanya gampang tersinggung dan kemudian
berkelahi," kata mereka.
Alkoholisme dan kejahatan mungkin hanya dipisahkan sebenang
rambut. Sebab menurut sebuah penelitian di Amerika Serikat
(sekitar 5 juta alkoholis di sana) separuh dari kasus pembunuhan
terjadi karena yang terbunuh maupun yang membunuh sebelumnya
sudah sarat dengan alkohol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini