Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Alkoholisme, Sejauh Mana Dia ...

Operasi penggerebekan alkohol, di Jakarta dilakukan di sekolah-sekolah. Sidang kabinet pernah membahas masalah ini, sehubungan dengan beredarnya minuman keras dalam plastik yang berisi 35 cc. (ksh)

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PIHAK kepolisian sejak pekan kemarin dengan gencar melancarkan operasi alkohol. Pengejaran di mana-mana berlangsung tak berapa lama setelah Menteri Sekretaris Negara Sudharmono mengumumkan hasil sidang Kabinet Bidang Ekuin di Bina Graha 2 Desember tentang dilarangnya alkohol berkadar 43% dalam kemasan plastik. Penggerebekan-penggerebekan itu juga dilancarkan karena ada niat pemerintah untuk membatasi penjualan minuman keras dalam waktu dekat. Di Jawa Tengah dari daerah mana Presiden Soeharto menerima laporan tentang adanya alkohol dalam plastik mini tersebut, penggerebekan dipusatkan di Yogyakarta. Dalam sebuah operasi mendadak 10 Desember yang dilancarkan secara mendadak di seluruh kota, pihak kepolisian berhasil menyita lusinan minuman alkohol dalam kemasan plastik dan beberapa botol minuman keras yang tidak terdaftar. Operasi selama dua jam di sore hari itu paling banyak menyita minuman keras dari toko-toko yang terletak di sepanjang Malioboro, Jalan Ahmad Yani dan Jalan Pasar Kembang. Polisi juga menemukan pembungkus plastik yang kosong bertebaran di sekitar warung-warung kecil di tempat-tempat itu. Di Yogyakarta sekolah aman-aman saja sampai pekan kemarin. Tetapi di Jakarta pengejaran terhadap alkohol itu menjadi berita besar karena yang jadi sasaran justru sekolah. Di sini tim reserse berhasil menyita ratusan kantung plastik mini berisi berbagai jenis minuman dari warung-warung kecil di tujuh sekolah menengah atas. Terdapat 400 kantung plastik berisi dry gin, whisky, vodka dan brandy merk Mansion House, persis seperti yang ditunjukkan Mensesneg Sudharmono kepada wartawan ketika menjelaskan hasil sidang kabinet yang dipimpin Presiden Soeharto. (TEMPO, 12 Desember 1981). Satu dari tujuh sekolah yang jadi sasaran adalah SMA Muhammadiyah di daerah Kemayoran. Menurut Dan Den IV Vice Control Satserse, Mayor Polisi Iswimach Rosis, alkohol dalam bungkus plastik yang banyak disita justru dari sekolah itu. Kepala sekolah SMA Muhammadiyah itu sendiri, Soebiantoro, 51 tahun, tak habis pikir dari mana murid-muridnya memperoleh barang yang lagi dikejar-kejar polisi itu. "Beberapa murid ada yang kena grebek. Ditemukan beberapa kemasan di dalam tas anak-anak. Di dalam kelas maupun di luar. Saya tak tahu dari mana mereka peroleh," katanya kepada wartawan TEMPO yang datang meninjau ke sekolah tersebut. Mulyono, 19 tahun, pedagang es teh dan es jeruk di dekat sekolah Muhammadiyah itu menceritakan razia yang dilancarkan polisi berjalan bagaikan kilat. "Mereka mula-mula berkumpul di depan sekolah dan dengan tiba-tiba saja mengacak-ngacak dagangan para pedagang yang ada ada di sekitar sini," katanya bercerita. Bahwa murid-murid sekolah itu ada yang kecanduan alkohol Mulyono bisa menjadi saksi. Dia sudah biasa melihat anak-anak SMP maupun SMA Muhammadiyah yang teler habis minum. "Mata mereka merah sehabis minum. Mereka biasanya membawa bungkusan plastik berisi alkohol itu dan minum di sini setelah mencampurnya dengan es teh satu gelas. Lantas ngeloyor masuk sekolah lagi," kata pedagang yang masih remaja itu. Tetapi pemandangan itu tidak hanya terdapat di sekolah yang terletak di daerah Kemayoran tersebut. Kecanduan minum alkohol menurut semenura pihak sudah berjangkit di banyak murid, di banyak sekolah. Arman, Hamid dan Rumawi (semuanya bukan nama sebenarnya) adalah tiga dari ribuan pelajar yang terang-terangan mengaku menggemari alkohol. Kepada wartawan TEMPO Erlina Soekarno, ketiganya mengaku sudah berkenalan dengan minuman beralkohol sejak di SMP. Lebih Manis Ketika minuman keras dalam bungkus plastik ukuran 35 cc dipasarkan ketiga remaja ini tidak ketinggalan mencobanya. Lidah mereka rupanya sudah begitu mahir dalam membeda-bedakan rasa alkohol. "Minuman keras dalam plastik membuat kita lebih cepat 'naik"' kata Rochim yang berusia 19 tahun. Dia memperkirakan minuman dalam bungkus plastik itu sudah dicampur dengan jenis minuman keras yang lain. "Rasanya lain sih dengan yang dijual dalam botol. Lebih manis. Saya lebih suka yang dalam botol," sambung pelajar kelas 2 SMA itu. Sama halnya dengan Rumawi, Arman dan Hamid juga tak mau ketinggalan dengan gaya hidup berbau alkohol. Arman yang berusia 17 tahun mulai doyan minuman keras sejak kelas 2 SMP. Dia mulai ikut-ikutan minum karena takut dibilang ketinggalan zaman. "Masak kita anak muda enggak ikut minum," katanya kalem. Dari bir yang berkadar alkohol rendah anak keempat dari tujuh bersaudara ini kemudian meningkat ke Johny Walker, Vodka dan Mansion House. Kelas mereka di kalangan pecandu rupanya tinggi juga. Seperti dikatakan Hamid mereka tidak menyukai alkohol dalam bungkus plastik rencengan yang bisa dibeli dengan Rp 100. Kelas mereka adalah Mansion House botolan yang berharga Rp 1.000 dan mereka beli secara patungan. Alkoholisme masuk dalam acara sidang kabinet yang dipimpin Presiden pada awal Desember itu nampaknya karena kekhawatiran terhadap harga beberapa jenis minuman keras yang sengaja dibikin murah. "Kita kan tidak ingin memeratakan orang minum minuman keras," kata Mensesneg Sudharmono seraya tertawa kepada wartawan sehabis sidang Kabinet Bidang Ekuin tersebut. Adalah PT Suba Indah yang beroperasi sejak 1979 dengan pabrik di Cimanggis, Bogor yang memasarkan berbagai jenis minuman keras berkadar alkohol 43% dalam bungkus plastik. Di tingkat pengecer harganya Rp 100/ bungkus, lebih murah Rp 25 dari es krim Jolly. Sebuah sumber di pabrik minuman keras itu menyebutkan minuman keras dalam plastik itu dilempar ke pasar hanya sebagai sample. "Kami edarkan baru kira-kira sebulan yang lalu. Dan peredarannya pun masih terbatas di Jakarta dan Jawa Tengah," kata sumber tadi. Tak banyak keterangan yang bisa keluar dari pabrik itu. Karena sudah ada pesan supaya karyawan jangan banyak bicara mengenai alkohol dalarn plastik. Ini pesan Bambang Soeharto, Direktur PT Hero Food Supplies, distributor minuman merek Mansion House yang masih berada di Filipina ketika barang dagangannya geger dan jadi sasaran razia polisi. Tetapi orang-orang yang bergerak dalam bisnis minuman keras bisa membikin perhitungan tentang berapa banyak alkohol dalam plastik itu yang sudah beredar. Diperkirakan 1400 kartonya 240 bungkus yang keluar dari pintu pabrik di Cimanggis itu. Artinya yang beredar lebih kurang 400.000 bungkus. Baru sekitar 406 yang terjual. Sedangkan sisanya lagi giat-giatnya ditarik dari pasar untuk mematuhi perintah yang dikeluarkan Kopkamtib. Niat pemerintah, seperti yang diketengahkan Pangkopkamtib Sudomo untuk menertibkan penjualan alkohol sampai ke lapo-lapo tuak perlu ditunggu pelaksanaannya. Mungkin tidak terlalu mudah untuk menghentikan kebiasaan yang sudah turun-temurun dan berkaitan kuat pula dengan adat (baca:Perang Tuak di Batak). Tetapi tindakan ke arah itu nampaknya memang sudah perlu. "Semua orang sudah tahu alkoholisme punya sumbangan terhadap meningkatnya kecelakaan lalu lintas belakangan ini," kata Prof Dr. Kusumanto Setyonegoro, psikiater yang banyak mengikuti seminar tentang alkoholisme di luar negeri. Hal ini dia katakan dengan kebiasaan sopir yang minum sebelum berangkat kerja. Kusumanto nampaknya kurang bersemangat dalam membicarakan pembatasan-pembatasan untuk menanggulangi bahaya alkoholisme ini. Dia tidak menganggap pembatasan gerak-gerik minuman keras yang ditaksir mencapai Rp 1,3 milyar/tahun hanya untuk kualitas impor plus produksi lokal yang mencapai 7 juta liter/tahun, sebagai satu-satunya jalan. "Pendidikan di rumahtangga sangat penting untuk mencegah jangan sampai anak-anak menjadi alkoholis," katanya. Remaja, katanya, jangan dibiarkan mencoba-coba minum minuman keras sekalipun kandungan alkoholnya rendah. Sebab sekali mencoba dikhawatirkan kecanduan. "Kalau mereka sudah kecanduan starter untuk melakukan segala perbuatan yang melanggar moral berarti sudah dinyalakan. Dengan alkohol itu mereka menjadi kehilangan rem untuk melakukan berbagai kejahatan," katanya. Yang dikatakan Kusumanto itu pula yang dialami Arman dan Hamid, dua pelajar yang berkenalan dengan minuman keras sejak SMP. "Kalau sudah teler rasanya gampang tersinggung dan kemudian berkelahi," kata mereka. Alkoholisme dan kejahatan mungkin hanya dipisahkan sebenang rambut. Sebab menurut sebuah penelitian di Amerika Serikat (sekitar 5 juta alkoholis di sana) separuh dari kasus pembunuhan terjadi karena yang terbunuh maupun yang membunuh sebelumnya sudah sarat dengan alkohol.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus