Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Memang Itukah Soalnya Ivan?

Aksi protes pemuda-pemuda indonesia di kedubes soviet di jakarta, mengutuk intervensi u.s. di afghanistan pertemuan dengan delegasi knpi dubes ivan f. shpedko mengeluarkan ucapan-ucapan menghina bangsa indonesia. (nas)

12 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROTES itu akhirnya merembet juga ke Indonesia. Kamis pekan lalu sekitar 30 pemuda yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Ansor, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama mendatangi gedung Kedubes Uni Soviet di jalan Thamrin Jakarta. Di pintu gerbang Kedubes mereka menyampaikan protes atas campur tangan Uni Soviet di Afghanistan. Dalam pernyataan yang mereka sampaikan, disebutkan bahwa pendaratan 30.000 prajurit Soviet di Afghanistan jelas melanggar kedaulatan suatu negara yang merdeka dan juga bertujuan menumpas hak-hak rakyat Afghanistan yang mayoritas beragama Islam. Para pejabat Kedubes Uni Soviet langsung mau mengembalikan pernyataan itu setelah membacanya karena dianggap "bernada keras dengan kata-kata kasar dan tidak sesuai dengan peristiwa sebenarnya yang terjadi." Terjadi perang mulut kecil dengan pimpinan rombongan yang antara lain adalah Anwar Nurris, anggota DPR dari F-PP. "Kami hanya mengirim sejumlah pasukan terbatas atas permintaan pemerintah Afghanistan karena antara kedua negara ada perjanjian persahabatan," kilah pejabat Kedubes itu. Kejadian di Afghanistan itu juga melahirkan kelompok baru. Kamis pekan lalu juga keluar pernyataan dari Komite Setiakawan Rakyat Indonesia-Afghanistan yang mengecam dan mengutuk keras intervensi dan agresi militer Uni Soviet di Afghanistan. Komite ini menyerukan agar Uni Soviet segera menghentikan langkah-langkahnya dan keluar dari Afghanistan. "Tujuan Komite ini untuk membentuk pendapat umum untuk menentang cara-cara Uni Soviet di Afghanistan. Sekaligus menggugah kewaspadaan pemerintah bahwa blok komunis itu bisa tiba-tiba meloncat dari utara ke selatan," ujar Amin Iskandar, anggota DPR dari F-PP yang menjadi anggota Komite. Anggota lainnya antara lain Nuddin Lubis, Lukman Harun dan K.H. Abdullah Syafi'i. Yang memrotes tidak saja terbatas pada kalangan Islam. Jum'at pekan lalu berturut-turut datang ke Kedubes Soviet delegasi dari BKPMI (Badan Koordinasi Pemuda Masjid Indonesia) sebanyak 30 orang, Pengurus Besar HMI 5 orang dan delegasi KNPI sekitar 35 anggota AMPI dengan seragam jaket merah. Pernyataan mereka lebih keras: mengutuk intervensi dan invasi militer Uni Soviet terhadap bangsa dan negara Afghanistan. Dan mendesak ditariknya seluruh pasukan militer Uni Soviet dari wilayah Afghanistan. Mereka juga membawa poster dan spanduk: Poster BKPMI antara lain berbunyi: Islam Yes, Komunis No! dan Soviet Tarik Mundur Algojomu! Yang dari KNPI panjang sekali. Misalnya Nyatanya imperialisme datang dari Marxisme, Leninisme, dan lebih brutal daripada bentuk imperialime yang dikenal selama ini. Melalui perdebatan yang sulit delegasi KNPI, dipimpin ketua umum Akbar Tanjung bisa diterima Dubes Ivan F. Shpedko. Semula hanya dua orang yang bisa diterima tapi delegasi menuntut lima orang sesuai dengan lambang Pancasila. Tuntutan KNPI agar pertemuan dapat disaksikan seorang wakil wartawan ditolak dengan pertanyaan "Apakah kedatangan KNPI untuk advertensi atau untuk menyampaikan pernyataan?" Pertemuan selama setengah jam itu ternyata membawa buntut. "Dubes Uni Soviet telah mengeluarkan ucapan-ucapan yang tak enak bagi bangsa kita," ucap Akbar Tanjung pada pers sekeluar-nya dari gedung Kedubes. Misalnya? "Dia mengatakan keadaan di Afghanistan sekarang lebih baik dari keadaan di Indonesia," ungkap Akbar. Shpedko disebutkan juga telah mengatakan, "Revolusi dan Kemerdekaan Indonesia dicapai melalui pengorbanan militer Uni Soviet yang banyak." Bisa Lebih Keras Akibat ucapan itu, delegasi KNPI hari itu juga menuju Deplu menemui Menlu Mochtar Kusumaatmadja. Mereka memprotes ucapan Dubes Shpedko yang dianggap telah menghina bangsa Indonesia dan minta Deplu agar meminta pertanggungan jawabnya. Deplu ternyata cukup responsif. Sabtu esoknya Deplu memanggil Dubes Shpedko untuk diminta keterangannya. Diterima oleh Dirjen Politik Deplu Anwar Sani. Shpedko membantah telah mengucapkan kata-kata itu. Menurut Shpedko yang telah bertugas di Jakarta sejak 1976, yang dikatakannya adalah: "Uni Soviet dalam perjuangan menentang imperialisme dan kolonialisme khususnya dalam Perang Dunia II, telah mengalami korban jutaan serdadunya. Dan semua orang tahu bahwa tidak ada satu orang Rusia pun berada di Indonesia pada waktu bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya. Uni Soviet menghormati perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia yang heroik." Tentang ucapannya yang lain, menurut Shpedko, yang dimaksud dengan keadaan Indonesia adalah "keadaan di kedutaan saya saat ini" (waktu aksi protes berlangsung). "Dubes Uni Soviet tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Dia telah memutarbalikkan ucapannya sendiri," bantah Akbar Tanjung pada TEMPO Senin malam. KNPI bersedia dikonfrontir dengan pihak Kedubes Uni Soviet bila diperlukan. Untuk itu Selasa kemarin KNPI mengirim delegasi ke Deplu untuk menegaskan pendirian mereka. Apa sikap KNPI selanjutnya? Akbar mengakui, sikap itu bisa jadi "lebih keras." Pihak Kedubes Uni Soviet tampaknya bertahan dengan versi mereka. "Itu hanya salah paham kecil yang dibesar-besarkan," ujar V. F. Orlich Sekretaris Penerangan Kedubes Uni Soviet. "Adalah benar situasi di Afghanistan jauh lebih baik dengan situasi di halaman kedutaan Rusia, jalan Thamrin Jakarta ketika pemuda-pemuda itu datang," lanjutnya. Pihak keamanan tampaknya menenggang aksi para pemuda itu walau kini tiap hari Kedubes Uni Soviet dijaga ketat. Aksi protes tidak hanya di Jakarta. Setelah 50 mahasiswa Islam Surabaya Jum'at lalu mendatangi gedung Konsulat Uni Soviet di jalan Sumatra Surabaya, Senin pagi lalu terjadi aksi yang sama. Sekitar 150 pemuda yang menamakan diri Panitia Solidaritas Islam dipimpin Mohamad Nilam, anggota Gerakan Pemuda Ansor, memenuhi halaman konsulat. Konsul Jenderal N. K. Dorodnitsyn menolak tuduhan intervensi tapi berjanji menyampaikannya pada pemerintahnya. Ketika delegasi minta agar bisa segera mendapat jawaban, Dorodnitsyn berjanji "Insya Allah." "Kalau tidak segera ada jawaban kami akan mengadakan aksi dalam bentuk lain lagi," kata Nilam. Sebenarnya yang ingin ikut aksi banyak, tapi terpaksa dibatasi. Yang naik sepeda motor misalnya ditolak karena akan sulit-diawasi. Sebelum mengadakan aksi, malamnya mereka menghubungi Kowiltabes Surabaya, yang berpesan agar delegasi bisa menjaga ketertiban.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus