PROTES itu akhirnya merembet juga ke Indonesia. Kamis pekan
lalu sekitar 30 pemuda yang tergabung dalam Gerakan Pemuda
Ansor, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama mendatangi gedung Kedubes Uni Soviet di jalan
Thamrin Jakarta. Di pintu gerbang Kedubes mereka menyampaikan
protes atas campur tangan Uni Soviet di Afghanistan.
Dalam pernyataan yang mereka sampaikan, disebutkan bahwa
pendaratan 30.000 prajurit Soviet di Afghanistan jelas melanggar
kedaulatan suatu negara yang merdeka dan juga bertujuan menumpas
hak-hak rakyat Afghanistan yang mayoritas beragama Islam.
Para pejabat Kedubes Uni Soviet langsung mau mengembalikan
pernyataan itu setelah membacanya karena dianggap "bernada
keras dengan kata-kata kasar dan tidak sesuai dengan peristiwa
sebenarnya yang terjadi." Terjadi perang mulut kecil dengan
pimpinan rombongan yang antara lain adalah Anwar Nurris, anggota
DPR dari F-PP. "Kami hanya mengirim sejumlah pasukan terbatas
atas permintaan pemerintah Afghanistan karena antara kedua
negara ada perjanjian persahabatan," kilah pejabat Kedubes itu.
Kejadian di Afghanistan itu juga melahirkan kelompok baru. Kamis
pekan lalu juga keluar pernyataan dari Komite Setiakawan Rakyat
Indonesia-Afghanistan yang mengecam dan mengutuk keras
intervensi dan agresi militer Uni Soviet di Afghanistan. Komite
ini menyerukan agar Uni Soviet segera menghentikan
langkah-langkahnya dan keluar dari Afghanistan.
"Tujuan Komite ini untuk membentuk pendapat umum untuk
menentang cara-cara Uni Soviet di Afghanistan. Sekaligus
menggugah kewaspadaan pemerintah bahwa blok komunis itu bisa
tiba-tiba meloncat dari utara ke selatan," ujar Amin Iskandar,
anggota DPR dari F-PP yang menjadi anggota Komite. Anggota
lainnya antara lain Nuddin Lubis, Lukman Harun dan K.H. Abdullah
Syafi'i.
Yang memrotes tidak saja terbatas pada kalangan Islam. Jum'at
pekan lalu berturut-turut datang ke Kedubes Soviet delegasi dari
BKPMI (Badan Koordinasi Pemuda Masjid Indonesia) sebanyak 30
orang, Pengurus Besar HMI 5 orang dan delegasi KNPI sekitar 35
anggota AMPI dengan seragam jaket merah.
Pernyataan mereka lebih keras: mengutuk intervensi dan invasi
militer Uni Soviet terhadap bangsa dan negara Afghanistan. Dan
mendesak ditariknya seluruh pasukan militer Uni Soviet dari
wilayah Afghanistan. Mereka juga membawa poster dan spanduk:
Poster BKPMI antara lain berbunyi: Islam Yes, Komunis No! dan
Soviet Tarik Mundur Algojomu! Yang dari KNPI panjang sekali.
Misalnya Nyatanya imperialisme datang dari Marxisme, Leninisme,
dan lebih brutal daripada bentuk imperialime yang dikenal
selama ini.
Melalui perdebatan yang sulit delegasi KNPI, dipimpin ketua umum
Akbar Tanjung bisa diterima Dubes Ivan F. Shpedko. Semula hanya
dua orang yang bisa diterima tapi delegasi menuntut lima orang
sesuai dengan lambang Pancasila. Tuntutan KNPI agar pertemuan
dapat disaksikan seorang wakil wartawan ditolak dengan
pertanyaan "Apakah kedatangan KNPI untuk advertensi atau untuk
menyampaikan pernyataan?"
Pertemuan selama setengah jam itu ternyata membawa buntut.
"Dubes Uni Soviet telah mengeluarkan ucapan-ucapan yang tak
enak bagi bangsa kita," ucap Akbar Tanjung pada pers
sekeluar-nya dari gedung Kedubes. Misalnya? "Dia mengatakan
keadaan di Afghanistan sekarang lebih baik dari keadaan di
Indonesia," ungkap Akbar. Shpedko disebutkan juga telah
mengatakan, "Revolusi dan Kemerdekaan Indonesia dicapai melalui
pengorbanan militer Uni Soviet yang banyak."
Bisa Lebih Keras
Akibat ucapan itu, delegasi KNPI hari itu juga menuju Deplu
menemui Menlu Mochtar Kusumaatmadja. Mereka memprotes ucapan
Dubes Shpedko yang dianggap telah menghina bangsa Indonesia dan
minta Deplu agar meminta pertanggungan jawabnya.
Deplu ternyata cukup responsif. Sabtu esoknya Deplu memanggil
Dubes Shpedko untuk diminta keterangannya. Diterima oleh Dirjen
Politik Deplu Anwar Sani. Shpedko membantah telah mengucapkan
kata-kata itu.
Menurut Shpedko yang telah bertugas di Jakarta sejak 1976, yang
dikatakannya adalah: "Uni Soviet dalam perjuangan menentang
imperialisme dan kolonialisme khususnya dalam Perang Dunia II,
telah mengalami korban jutaan serdadunya. Dan semua orang tahu
bahwa tidak ada satu orang Rusia pun berada di Indonesia pada
waktu bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya. Uni Soviet
menghormati perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia yang
heroik."
Tentang ucapannya yang lain, menurut Shpedko, yang dimaksud
dengan keadaan Indonesia adalah "keadaan di kedutaan saya saat
ini" (waktu aksi protes berlangsung).
"Dubes Uni Soviet tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Dia
telah memutarbalikkan ucapannya sendiri," bantah Akbar Tanjung
pada TEMPO Senin malam. KNPI bersedia dikonfrontir dengan pihak
Kedubes Uni Soviet bila diperlukan. Untuk itu Selasa kemarin
KNPI mengirim delegasi ke Deplu untuk menegaskan pendirian
mereka. Apa sikap KNPI selanjutnya? Akbar mengakui, sikap itu
bisa jadi "lebih keras."
Pihak Kedubes Uni Soviet tampaknya bertahan dengan versi mereka.
"Itu hanya salah paham kecil yang dibesar-besarkan," ujar V. F.
Orlich Sekretaris Penerangan Kedubes Uni Soviet. "Adalah benar
situasi di Afghanistan jauh lebih baik dengan situasi di halaman
kedutaan Rusia, jalan Thamrin Jakarta ketika pemuda-pemuda itu
datang," lanjutnya.
Pihak keamanan tampaknya menenggang aksi para pemuda itu walau
kini tiap hari Kedubes Uni Soviet dijaga ketat.
Aksi protes tidak hanya di Jakarta. Setelah 50 mahasiswa Islam
Surabaya Jum'at lalu mendatangi gedung Konsulat Uni Soviet di
jalan Sumatra Surabaya, Senin pagi lalu terjadi aksi yang sama.
Sekitar 150 pemuda yang menamakan diri Panitia Solidaritas Islam
dipimpin Mohamad Nilam, anggota Gerakan Pemuda Ansor, memenuhi
halaman konsulat.
Konsul Jenderal N. K. Dorodnitsyn menolak tuduhan intervensi
tapi berjanji menyampaikannya pada pemerintahnya. Ketika
delegasi minta agar bisa segera mendapat jawaban, Dorodnitsyn
berjanji "Insya Allah."
"Kalau tidak segera ada jawaban kami akan mengadakan aksi dalam
bentuk lain lagi," kata Nilam. Sebenarnya yang ingin ikut aksi
banyak, tapi terpaksa dibatasi. Yang naik sepeda motor misalnya
ditolak karena akan sulit-diawasi. Sebelum mengadakan aksi,
malamnya mereka menghubungi Kowiltabes Surabaya, yang berpesan
agar delegasi bisa menjaga ketertiban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini