Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Tenga Itu Sekarang

Kec tenga, minahasa, sul-ut, membangun wilayahnya sejak adanya proyek yang dibiayai bank dunia untuk pembuatan jalan kelas satu di sulawesi utara yang menghubungkan amurang-kotamobagu doloduo-gorontalo.

24 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI 3 atau 4 tahun lewat hampir tak terdengar nama Tenga. Bukan lantaran letaknya ada di bagian paling udik Minahasa selatan. Namun juga karena penduduk Kecamatan Tenga sendiri sering malu menyebut daerah asal mereka ini. "Bayangkan, jika penduduk Tenga datang ke Manado selalu mengaku orang Amurang karena malu jika diketahui sebagai orang Tenga" tutur Camat Tenga, Felix Palar. Rasa malu serupa itu memang punya alasan. Meskipun kecamatan ini penghasil kopra cukup besar (1.000 ton per bulan), keterbelakangannya waktu itu bcsar pula. Pertama-tama tentu karena wilayahnya yang 70 KmÿFD itu masih dalam keadaan terkurung. Bukan hanya jembatan sudah serba putus, juga jalan yang pernah ada sudah~ rata dengan semak. Lebih-lebih jika sungai~~~~ Molinouw sedang banjir, tiada jalan menyeberanginya. Adapun hasil kopra mereka tak lebih dari bahan permainan para pedagang Amurang (kota terdekat) dengan alasan biaya angkut yang mahal. "Akibatnya penduduk di sini pernah dihinggapi penyakit masa bodoh" tambah Palar, yang sebelum menjadi camat di sini adalah ajudan Gubernur Worang yang berpangkat Peltu. Syukur keadaan serupa itu tak berlarut-larut lagi begitu wilayah ini tergores jalur AKD. Proyek dibiayai Bank Dunia ini adalah pembuatan jalan kelas satu di Sulawesi Utara menghubungkan Amurang-Kotamobagu-Doloduo (AKD) - yang akan terus ke Gorontalo hingga selatan dan membentuk lintas Sulawesi yang telah lama jadi impian itu. Kerja Bakti Kedatangan kontraktor Korea menggarap jalur jalan itu diterima rakyat Tenga sebagai tanda awal pembaharuan. Traktor-traktor raksasa telah menggusur bukit-bukit, meratakan rawa-rawa dan sekaligus menghamparkan jalan raya mulus serta jembatan-jembatan beton. Kendaraan-kendaraan yang lewat sudah seperti kesetanan, sekaligus menghamburkan kebanggaan penduduk Tenga. Bersamaan dengan itu gaya kepemimpinan Camat Palar juga bagaikan traktor. Tangannya cukup keras menggerakkan kerja bakti sampai terdengar keluh kepayahan. "Soalnya penduduk sudah apatis. Pembangunan mental perlu agar mereka menyadari martabat hidup. Kalau tidak, mereka akan tetap tinggal di gubuk" kata Palar. Dan bagaimana pun juga camat ini menunjukkan beberapa hasil. Sebuah lapangan dibuatnya. Untuk penerangan Kota Tenga sebuah PLTMH (mikro hidro) berkekuatan 250 KVA sudah ada. Begitu pula pipa-pipa air minum sudah memasuki dapur penduduk. Sebuah kantor pos didirikan. Pendudunya pelan-pelan merubah gubuk mereka menjadi rumah yang memadai. Bahkan sebuah proyek perumahan gotong royong sedang digiatkan hingga tahun depan diharapkan rampung sekitar 600 buah rumah semi permanen. Palar juga sedang mempersiapkan tata kota, berikut sebuah pelabuhan lokal. "Saya bertekad membangun kota transito di Minahasa selatan" ucap Palar, "karena kemungkinan untuk itu sudah terbuka." Dalam khayalan Palar lalulintas Sulawesi beberapa tahun lagi akan begitu sibuknya. Dan Tenga ada di tengah-tengahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus