TINGKAT urbanisasi di Indonesia dewasa ini masih tergolong
rendah. Jumlah penduduk yang tinggal di kota masih kurang 1/5-
dari seluruh jumlah penduduk. Juga tingkal kenaikan penduduk
kota dari tahun 1961 s/d tahun 1971 hanyalah dari 14,8%) menjadi
17,4%. Jadi rata-rata pertambahan penduduk kota pertahun selama
periode itu hanya sekitar 0,3%.
Karena itu di masa yang akan datang tingkat pertumbuhan
urbanisasi masih akan berjalan lebih pesat lagi. Diduga sampai
akhir abad ini penduduk kota di Indonesia akan mencapai jumlah
30% atau lebih.
Khususnya di pulau Jawa potensi meningkatnya arus urbanisasi
sangatlah besar. Penduduk pulau Jawa yang suatu sangat padat
tidak dapat ditampung lagi di kawasan desa. Areal tanah
pertanian makin menyempit. Pada tahun 1973 rata-rata pemilikan
tanah pertanian hanya berkisar 0,3 Ha/petani. Pada tahun-tahun
terakhir ini hampir separuh dari penduduk pedesaan adalah petani
tak bersawah.
Dengan meningkatnya pendidikan dan kesehatan, diduga mobilitas
sosial penduduk juga akan meningkat. Ini berarti pada masa-masa
vang akan datang lebih banyak lagi penduduk yang akan pindah
dari desa ke kota.
Karena itu, kebijaksanaan yang lebih rasionil bukanlah
membendung urbanisasi, melainkan mengatur arus pertumbuhan
kota-kota itu demikian rupa sehingga bebannya lebih merata.
Masalah urbanisasi di Indonesia timbul karena tingkat
pertumbuhan kota-kota yang tidak merata. Sejumlah kecil kota
utama (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Ujung Pandang)
berkembang dengan pesat. Sebaliknya kota-kota kecil atau sedang
pertumbuhannya tidak melebihi tingkat pertumbuhan penduduk
nasional secara berarti. Malahan beberapa di antaranya tumbuh
dengan tingkat yang lebih rendah dari tingkat perkembangan
penduduk secara nasional (Tegal, Magelang, Bukittinggi, dan
sebagainya).
Tantangannya sekarang bagaimana kita bisa mengatur pertumbuhan
penduduk kota-kota itu demikian rupa sehingga bebannya terpikul
secara wajar.
Jakarta, Kota Utama
Kesulitan paling pokok dalam mengembangkan kebijaksanaan
penyebaran urbanisasi itu terletak pada kenyataan bahwa sistim
nasional kita pada dasarnya sangatlah memusat (highly
centralized). Tidak hanya sistim ekonomi, tetapi juga sistim
politik dan pemerintahan kita dalam konstelasi sekarang tidak
bisa mengelak dari corak memusat itu. Akibatnya sumber-sumber
daya cenderung memusat di Jakarta sebagai kota utama di
Indonesia.
Menghadapi kenyataan ini Jakarta tidak bisa mengelak dari
tanggung jawab untuk menerima kemungkinan arus urbanisasi yang
lebih pesat. Karena di tingkat pemerintahan ini hampir kecil
sekali peranan pemerintah kota untuk bisa merobah sistim
nasional dari pola yang memusat ke pola yang lebih menyebar.
Yang penting dipikirkan ialah bagaimana menampung beban
pertambahan penduduk maupun peningkatan kegiatan sosial ekonomi
secara lebih rasionil.
Atas dasar pikiran ini berkembanglah konsep-konsep membagi beban
metropolitan dengan kuwasan sekitar. Dalam disiplin inu wilayah
ini disebut kerangka metropolitanisasi pola pembagian beban
secara rasionil dengan kawasan sekitar ini sangat lazim
dilakukan di mana-mana: Manila, Tokyo London, Rotterdam,
Amsterdam, Paris dan lain-lain. Di Jakarta konsep ini dulu semua
dikembangkan dalam bentuk rencana perluasan kota Jakarta.
Kemudian ditetapkan oleh pemerintah pusat ditampung dalam
kerangka kebijaksanaan dekonsentrasi perencanaan di kawasan
Jakarta Bogor, Tangerang dan Bekasi. Dengan penglihatan kawasan
yang diperluas itu, rencana penampungan kegiatan-kegiatan
penduduk dapat dilihat dalam perspektif wilayah yang lebih luas.
Hal ini akan memberi peluang ruang gerak bagi pengaturan
permukiman penduduk secara lebih baik.
Persoalannya sekarang di samping penetapan rencana-rencana pola
permukiman, lalu-lintas, pusat-pusat kegiatan dan perlindungan
kwalitas lingkungan. juga perlu dipikirkan mekanisme pengelolaan
kawasan metropolitan ini secara terpadu. Di beberapa negara
lain, dibentuk berbagai model regional authoriv, pengaturan
pelayanan secara bersama atau badan pertimbangan politik yang
terdiri dari unsur-unsur wakil dari kawasan metropolitan itu.
Sektor Informil
Dalam pada itu perlu dicatat bahwa tingkat pendidikan, latar
belakang sosial dan ekonomi penduduk yang pindah ke kota di
negara kita ini umumnya rendah. Akibatnya kebijaksanaan untuk
mengatur penampungan mereka di pabrik-pabrik, kantor-kantor,
hotel dan lain-lain (sektor informil) tidak dapat rnenampung
tenaga mereka. Pendatang ini sebagian besar lalu menggelembung
di sektor informil seperti kuli bangunan, pedagang kaki lima,
tukang penjaja makanan, tukang cukur, tukang pijit dan
lain-lain.
Hasil studi sektor informil tahun 1975 di Jakarta menunjukkan
bahwa jumlah mereka ditaksir sebanyak 560.000 orang bekerja di
sektor informil. Karena itu bagi penduduk Jakarta, sektor
informil boleh dipandang sebagai sumber pekerjaan dan mata
pencaharian yang penting. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
hampir 80% usaha di sektor informil ini merupakan usaha dagang
atau jasa.
Mereka yang bekerja di sektor informil ini umumnya terdiri dari
mereka yang sudah beberapa tahun tinggal di Jakarta. Karena itu
perlu diamati juga mekanisme penampungan kaum pendatang ke
sektor informil ini. Studi mengenai ini sudah pula dilakukan
oleh PPMPL, dalam bentuk pengamatan mendalam tingkah laku
beberapa pendatang di Jakarta.
Umumnya faktor kaitan-kaitan sosial seperti keluarga, kenalan
sekampung, semarga dan lain-lain mempunyai peranan yang sangat
penting dalam penampungan pendatang-pendatang ini dalam sektor
informil.
Pada tingkat sekarang, studi menunjukkan bahwa 2/3 dari mereka
ini menyatakan kepuasannya atas pekerjaannya yang sekarang.
Hambatan pokok mereka dilaporkan sebagai kurangnya permintaan,
kurangnya modal, persaingan dan adanya kebijaksanaan pemerintah
yang restriktif terhadap usaha mereka.
Di dalam menampung kemungkinan urbanisasi yang lebih luas,
karenanya sektor informil perlu mendapat perhatian secara lebih
seksama. Artikulasi kebijaksanaan untuk menciptakan lapangan
kerja, mengembangkan kawasan permukiman baru, meningkatkan
pendapatan penduduk dan perencanaan pusat-pusat kegiatan harus
selalu dilandasi oleh kerangka pikir mengnai pengaturan sektor
informil ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini