Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Setelah Pengaduan Ke Kotak Pos 999

Buruh pelabuhan samarinda, kal-tim, melaporkan penyalahgunaan uang buruh pelabuhan ke opstibda. setelah adpel samarinda mengadakan dialog yang dihadiri obstibda, para buruhpun mencabut pengaduannya.

24 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATUSAN buruh pelabuhan Samarinda melapor ke kotak pos 999 di ibukota Kalimantan Timur itu. Isinya, "penyalahgunaan uang buruh meliputi orang buruh, surat tadi menyebut pula bahwa ongkos bongkar muat log yang mestinya diterima buruh Rp 220/M3 selama ini dipotong Rp 70. Dilaporkan juga, uang itu dibagi-bagikan kepada berbagai lembaga seperti INSA, MPI, Barunawati, Perla, SKBMI dan Hansip pelabuhan dan macam-macam lagi. Jumlahnya ternyata banyak juga jika diingat propinsi ini mengekspor kayu rata-rata 7 juta M3 tiap tahun. Maka berbicaralah Sutrisno Muali, Administrator Pelabuhan Samarinda, di hadapan Komisi D dan B DPRD Kalimantan Timur. Mula-mula Sutrisno menuturkan adanya perbaikan nasib para buruh semenjak sistem mandor digantikan UKA. Lalu pola pembagian OPP/ OPT yang semestinya berdasarkan ketentuan Menteri Perhubungan dibagi 70% untuk shipping (pengusaha pelayaran) dan 30% untuk buruh, dijadikan sebaliknya. Mengapa pihak pengugaha pelayaran mau dibalik sehingga hanya menerima 30O lagi? Begini menurut Sutrisno: kajv rena penghasilan pihak shipping dari sektor OPP/OPT ini hanya sebagian kecil saja dari pendapatan pihak ini, luruhnya, yaitu sekitar « dolar AS. Pendapatan terbesar berasal dari sektor muatan (freight) yang untuk kapal log Samarinda-Jepang bernilai 16 dolar. "Kalau saya jadi shipping saya akan berfikir melipatgandakan penghasilan dari freight ini" ujar Sutrisno. Untuk itu, tambahnya, perbaikilah nasib buruh agar produktifitasnya tinggi. Dengan demikian pemuatan log dapat lebih cepat dan dengan sendirinya kapal lebih sering bolak balik Samarinda-Jepang. Bonus Pihak pengusaha pelayaran (shipping) memahami teori Adpel Samarinda itu. "Hasilnya memang lebih baik" kata seorang petugas dari Bhineka Line "bukan saja penghasilan dari muatan meningkat, tapi juga dapat bonus." Yaitu bonus dari pemilik kapal karena pemuatan lebih cepat dari semestinya. Bonus ini 1.000 dolar per hari. Dengan keadaan buruh seperti itu saat ini, pemuatan yang biasanya menelan waktu 6 hari bisa jadi 3 hari. Berarti bonusnya 3.000 dolar. Tapi sebaliknya bila penggunaan kapal lebih lama dari ketentuan kontrak, pihak pengusaha pelayaran dikenakan denda 2.000 dolar per hari. Menurut Sutrisno Muali, pola yang diterapkannya itu akan diberlakukan untuk seluruh pelabuhan Indonesia. Karena rupanya pihak buruh akhirnya dapat memahami juga hal itu, lebih-lebih setelah diadakan dialog tertutup antara Adpel Samarinda dengan pihak buruh dengan dihadiri Opstibda awal Nopember lalu. Bahkan sehabis pertemuan itu pihak buruh ramai-ramai menandatangani pernyataan yang mencabut pengaduan mereka ke kotak pos 999 tadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus