Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Toeti, di tromol pos 5000

Tromol pos 5000, kotak pos khusus pengaduan yang di buka wapres soedharmono, sh, mulai dibanjiri puluhan surat pengaduan. ny. toeti murtomo mambo, dirut pt wahyu kencana mengadukan keputusan depdag.

16 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TROMOL Pos 5000 ternyata cukup laku. Pada minggu-minggu pertama kotak pos khusus pengaduan yang dibuka Wapres itu hanya menerima kiriman 30 pucuk surat sehari, tapi pekan lalu angka itu melonjak menjadi sekitar 100 pucuk surat. Memang tak semua surat itu datang sebagaimana yang diharapkan, yakni membantu pelaksanaan pengawasan pembangunan. Masih ada surat pengaduan tentang suami yang serong. Namun, dari sejumlah surat yang masuk, Jumat pekan lalu ada sebuah kasus menarik: seorang ibu dari Surabaya menggugat keputusan Departemen Perdagangan. Nyonya Toeti Murtomo Mambo, Dirut PT Wahyu Kencana, perusahaan penilai di Surabaya, tak bisa menerima keputusan Departemen Perdagangan yang mencabut izin usaha perusahaan itu terhitung sejak 17 Maret lalu. Surat Keputusan itulah yang mendorong Toeti terbang ke Jakarta dan melayangkan surat ke Tromol Pos 5000. "Saya bingung, ke mana mesti mengadu, akhirnya terpikir juga Tromol Pos 5000," ujar Toeti, 36 tahun. Laporan ke Wapres itu dimaksudkan agar ada peninjauan terhadap SK Departemen Perdagangan yang mematikan usahanya itu. Ia merasa menjadi korban kesewenang-wenangan Direktur Bina Sarana Perdagangan, Djoko Moeljono. Oleh pejabat Departemen Perdagangan itu, Wahyu Kencana telah dianggap berkomplot dengan PT Neltronic Surabaya untuk melakukan tindak kejahatan: memberikan keterangan palsu agar Neltronic bisa meraup klaim asuransi kebakaran sebesar Rp 17 milyar. Wahyu Kencana mau tak mau harus terlibat dalam urusan klaim asuransi kebakaran Neltronic. Perusahaan perakit pesawat TV, radio, dan tape recorder itu terbakar pada dinihari 22 Desember 1985 lalu. Beberapa hari setelah kebakaran, selaku perusahaan yang menjual jasa penaksiran harta perusahaan, Wahyu Kencana memberikan keterangan bahwa kerugian Neltronic senilai Rp 17 milyar. Klaim asuransi pun segera dilayangkan Bambang Soeyono, pemilik pabrik itu, ke Asuransi Jasa Indonesia. Belakangan pihak asuransi curiga. Kebakaran itu diusut. Opstibpus pun turun tangan. Kesimpulannya: Neltronic sengaja dibakar untuk memperoleh klaim asuransi yan besar. Ketidakwajaran itu memang sempat dirasakan oleh satpam yang bertugas pada malam musibah. Menjelang tengah malam, tutur Sastro, salah seorang dari tiga satpam yang bertugas, Bambang Suyono, di luar kebiasaan, datang ke pabrik bersama istrinya. Selama 20 menit suami-istri itu berada dalam pabrik. Pukul 23.00 keduanya meninggalkan pelataran pabrik sambil membawa kunci pagar dan kunci-kunci mobil perusahaan. "Biasanya kunci-kunci itu ditaruh di pos," kata Sastro. Singkat kata, kecurangan Bambang Suyono terungkap. Di persidangan, Toeti duduk sebagai saksi. Nah, yang membuat Toeti berang. Dia tak pernah duduk sebagai tertuduh dalam kasus itu, tapi mengapa tersenggol sanksi. "Kalau pengadilan memutuskan saya bersalah, silakan izinnya dicabut," ujarnya geram. Maka, Toeti menuduh Djoko Moeljono punya sentimen pribadi. Pejabat Depdag ini pun dianggap mengambil keputusan tanpa konsultasi dengan stafnya, dan keputusan itu tanpa persetujuan Menteri Perdagangan, yang kala itU tengah demisloner menelang SU MPR. Tudingan Toeti itu disanggah oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Bakir Hasan. "Toeti tak hanya melanggar etika perusahaan penilai, bahkan menjurus ke tindak pidana, karena membuat laporan palsu," kata pejabat eselon satu Depdag ini. Menurut laporan Opstibpus ke Depdag, Wahyu Kencana dalam menaksir kerugian itu bertindak ngawur, membuat perincian fiktif. Laporan kerugian, yang biasanya njelimet, itu diselesaikan Toeti hanya dalam tempo dua hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus