Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tukin Dosen Tertunda, Ketua ADAKSI PTNBH: Remunerasi dan Tukin adalah 2 Hal yang Berbeda

Pemerintah sempat berkilah akan membayarkan tukin dosen yang telah menerima remunerasi. Padahal tukin dan remunerasi dua hal yang berbeda.

23 Maret 2025 | 05.57 WIB

Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, 3 Februari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Perbesar
Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, 3 Februari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi dosen dari berbagai daerah di Indonesia terus menuntut pemerintah atas kejelasan pembayaran tunjangan kinerja (tukin) yang menyeluruh bagi dosen yang berstatus aparatur sipil negara (ASN). Ketidakjelasan peraturan yang dibuat pemerintah soal tukin dosen dinilai membuat ketimpangan kesejahteraan bagi dosen khususnya yang berasal dari PTNBH. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi PTN BH (ADAKSI PTNBH) Cipta Budiman mengatakan bahwa selama ini dosen yang mengajar di PTNBH tidak mendapatkan tukin melainkan insetif lainnya, yang disebut dengan remunerasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Cipta menjelaskan bahwa pembayaran remunerasi dosen ASN tergantung pada kemampuan masing-masing PTNBH. Hal tersebut menurut Cipta yang menjadi persoalan, karena kemampuan PTNBH berbeda-beda, sehingga membuat ketimpangan jumlah remunerasi yang didapatkan dosen.  

“Meskipun sama-sama PTNBH namun kemampuan keuangan perguruan tinggi tersebut berbeda-beda. Pemasukan PTNBH tidak sama di Jawa dengan di daerah sehingga kesejahteraan dosen  PTNBH ini timpang di pusat dengan di daerah. Jika tidak diberi tukin kesejahteraan dosen PTNBH di daerah ini akan tertinggal jauh dari dosen pusat,” jelasnya kepada Tempo saat dihubungi pada Kamis 6 Maret 2025. 

Persoalan selanjutnya berkaitan dengan tukin dosen menurut Cipta ialah adanya ketidaksamaan persepsi tentang tukin. Ia mengkritik pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang menganggap bahwa pemerintah tidak harus membayarkan tukin pada dosen yang sudah menerima remunerasi. Menurut Cipta remunerasi dan tukin memiliki perbedaan baik dari segi aturan maupun selisih jumlahnya yang cukup signifikan. 

”Mereka (menteri keuangan ) menganggap dosen kalau sudah dapat remun dapat tukin lagi itu double funding, itu persoalannya. Menurut kami tukin dan remun itu dua hal yang berbeda tukin diatur dengan peraturan ASN, sedangkan remun diatur dengan peratutan pemerintah terkait PTNBH,” ujar Cipta.

Cipta menjelaskan bahwa tukin dan remunerasi yang diterima dosen memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari segi jumlah yang dibayarkan khususnya di PTNBH yang belum memiliki sumber dana yang cukup. Ia mencontohkan di Universitas Andalas dosen dengan jabatan terendah, asisten ahli, menerima remunerasi sekitar Rp 2 juta per bulan sedangkan, jika menerima tukin dosen dengan jabatan tersebut bisa mendapatkan Rp 5,7 juta per bulan. Kemudian dosen dengan jabatan profesor hanya menerima remunerasi dengan kisaran Rp 5-7 juta per bulan, sedangkan jika tukin dicairkan mereka dapat menerima sekitar Rp 19 juta per bulan. 

Permasalah pembayaran tukin dosen menurut Cipta juga dapat merembet pada persoalan kebijakan penerimaan mahasiswa di kampus PTNBH. Cipta menjelaskan bahwa pembayaran tukin dosen PTNBH dapat diambil dari dana Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dibayarkan oleh mahasiswa sehingga ada dua dampak yang dapat terjadi jika tukin tidak dicairkan yaitu pengambilan kebijakan penambahan kuota mahasiswa dan persentase jalur masuk mandiri yang diperbesar. Menurut Cipta dua kebijakan tersebut dapat menjadi alternatif bagi perguruan tinggi menutupi kekurangan dana untuk kesejahteraan dosen.

“Jalur masuk mandiri meruapakan jalur masuk yang tidak disubsidi pemerintah. Uang UKT-nya paling tinggi, selain itu ada biaya institusi, sehingga pembiayaan tukin bisa diambil dari sana,” jelasnya.

Dosen dari Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, Defriman Djafri juga ikut menanggapi terkait dengan kejelasan tukin dosen ASN di PTNBH. Menurut Defriman keterlambatan pembayaran tukin dosen dapat berimbas pada pada pembelajaran di kampus. Terutama saat ini perguruan tinggi juga terkena imbas dari efisiensi anggaran yang menurutnya akan semakin memperberat beban perguruan tinggi.

“Tentu ini akan berdampak terhadap kinerja dosen,” ujarnya

Defirman juga mengharapkan bahwa pemerintah dapat mengabulkan permohonan pencairan tukin dosen secara merata baik di perguruan tinggi satker, badan layanan umum (BLU), atau di PTNBH.

Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Lalu Hadrian Irfani menyebutkan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto berkomitmen membayar tunjangan kinerja (tukin) dosen ASN pada 2025 dan memastikan tidak ada kenaikan uang kuliah tunggal atau UKT. Dia mengatakan Brian menyampaikan komitmen tersebut dalam rapat perdananya bersama Komisi X DPR yang digelar secara tertutup di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Februari 2025.

Terkait dengan komitmen pemerintah untuk membayarkan tukin dosen tersebut, hingga saat ini Cipta mengonfirmasi bahwa belum ada kebijakan pasti yang diberikan oleh pemerintah. 

”Belum ada tindak lanjut. Namun, beberapa waktu lalu pencairan tukin dosen sudah diajukan untuk ditandatangani Presiden Prabowo. Tetapi kami tidak tahu seperti apa isi peraturan yang akan disetujui,” pungkasnya. 

Sapto Yunus dan Tiara Juwita ikut berkontribusi dalam pembuatan artikel ini.
Pilihan editor: Aliansi Dosen Berharap Tukin 2025 Cair Bersama THR

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus