KERIBUTAN dalam tubuh BUUD/KUD Pinaesaan, di Kacamatan Tareran
(Minahasa) agaknya belum berakhir begitu saja. BUUD/KUD ini
termasuk di antara koperasi pedesaan yang melaksanakan tataniaga
cengkeh untuk wilayah Kecamatan Tareran. Tak kurang dari 2.000
ton cengkeh setiap musim panen (besar) diurusnya. Sehingga tak
kurang dari Rp 7 milyar setiap musim cengkeh uang berlalu-lintas
di BUUD/KUD ini.
Keributan mulai timbul hampir bersamaan waktu dengan saat-saat
persoalan pungli cengkeh di Sulawesi Utara sedang menghangat.
Sewaktu pihak Kanwil Koperasi Sulawesi Utara meneliti koperasi
ini, ternyata puluhan juta uangnya tak berada pada tempat yang
layak. Ada Rp 23 juta lebih di antaranya (dari uang kas waktu
itu yang lebih dari Rp 3 milyar) belum dibayar oleh PT Halinda
(Surabaya) -- salah sebuah perusahaan yang mendapat hak untuk
membeli cengkeh lewat BUUD/KUD.
Tapi setelah pembukuan diteliti lebih lanjut, ternyata masih ada
Rp 32 juta lebih yang hilang. Menurut Ketua BUUD/KUD Pinaesaan
(waktu itu) Henry Saryowan jumlah ini telah dipakai oleh Camat
Tareran (wakcu itu) V.N. Rompas. Sebaliknya Rompas menuduh Henry
telah memboroskan uang koperasi itu. (Tr.MPo, 22 Juli 78
--Daerah).
Maka Ketua BUUD/KUD Pinaesaan itupun membeberkan berbagai
kwitansi yang menunjukkan pemakaian uang koperasi oleh Camat
Tareran. Mulai pengambilan atas nama pinjaman pribadi sang camat
dari Rp 50.000 sampai jutaan rupiah. Belum lagi berbagai nota
yang berisi permintaan camat untuk dipenuhi berbagai
keperluannya. Seperti tiket pesawat terbang ke Jakarta, kelapa
dan berbagai tetek-bengek lainnya. Meskipun
permintaan-permintaan itu selalu disertai dengan kata-kata
pinjaman, tapi sampai hari ini sang camat belum pernah
membayarnya kembali. Semuanya meliputi jumlah Rp 32 juta lebih.
Sudomo & Sumarlin
Karena waktu itu Opstib sedang hangat-hangatnya -- malahan Ketua
Opstibpus Laksamana Sudomo dan Menpan Sumarlin sampai datang ke
Sulawesi Utara -- maka Gubernur Sulawesi Utara (waktu itu) H.V.
Worang langsung memberhentikan Camat Rompas, salah seorang bekas
ajudannya. Tapi pihak pengurus BUUD/KUD Pinaesaan tak berhenti.
Setelah mengadukan PT Halinda ke Pengadilan Negeri Tondano, para
pengurus koperasi itu menuntut bekas Camat Rompas ke pengadilan
yang sama agar mengembalikan pinjamannya. Sejak itu beberapa
milik Rompas, seperti rumah, kebun dan mobil disegel pihak
pengadilan. Pihak Irjen Koperasi sendiri dikatakan menilai
pembukuan BUUD/KUD ini bersih, kecuali adanya sejumlah uang yang
masih nyangkut di PT Halinda dan pinjaman bekas Camat Rompas.
Tapi sebegitu jauh proses pcrkara ini tampaknya agak
tersendat-sendat. Terutama karena usaha dari oknum-oknum Pemda
untuk merubah pembukuan yang telah dijadikan barang bukti dengan
menggantinya dengan pembukuan baru. Sementara itu sumber TEMPO
di Pinaesan juga menyebut, bahwa pihak pengurus BUUD/KUD
Pinaesaan yang baru dengan ketuanya Kumaat H.S., mencoba juga
untuk mencabut perkara itu - meskipun pengadilan telah beberapa
kali menyidangkannya.
Bekas Ketua BUUD/KUD Pinaesaan, Henry Saryowan yang ditemui
TEMPO sedang dirawat di salah sebuah rumah sakit di Jakarta
karena menderita sakit ginjal, membenarkan bahwa sejak Juli 1978
jabatannya telah diganti oleh Kumaat H.S. Tapi, kata Henry,
pengangkatan Kumaat dan kawan-kawan adalah salah satu contoh
terlalu turut campurnya pihak Pemda dalam pengembangan koperasi
di daerah ini. "Bupati Minahasa maupun camat Tareran yang baru,
A.L. F. Purukan, telah memerintahkan diadakan rapat tahunan
anggota untuk memilih pengurus baru", tutur Henry. Padahal,
tambahnya, pihak Kanwil Koperasi sebenarnya belum mau
melaksanakan rapat anggota karena ingin menunggu semua persoalan
jadi jelas. Contoh lain tentang turut campurnya pihak Pemda
terhadap koperasi menurut Henry adalah perbuatan Camat Rompas
sendiri yang selalu merongrong keuangan BUUD/KUD Pinaesaan.
Menurut Henry Saryowan kesulitan BUUD/KUD di Minahasa pada
umumnya karena terlalu banyaknya campurtangan pihak Pemda, mulai
tingkat propinsi, kabupaten sampai kecamatan. Dia membandingkan
dengan BUUD/KUD di Jawa Timur, dimana pihak Pemda hanya
bertindak sebagai pembina. Dan dituturkannya juga
sekurang-kurangnya masih ada 6 buah BUUD/KUD di Minahasa yang
harus diteliti sehubungan dengan pemakaian keuangannya oleh
oknum-oknum Pemda maupun oknum
koperasi pedesaan itu sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini