Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Uang buud dan bekas camat

Koperasi pedesaan buud/kud pinaesaan, tareran, minahasa, sul-ut, yang melaksanakan tataniaga cengkeh mengalami keributan keuangan, karena ikut campurnya oknum-oknum kodari pemda, a.l: ketua camat. (ds)

30 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERIBUTAN dalam tubuh BUUD/KUD Pinaesaan, di Kacamatan Tareran (Minahasa) agaknya belum berakhir begitu saja. BUUD/KUD ini termasuk di antara koperasi pedesaan yang melaksanakan tataniaga cengkeh untuk wilayah Kecamatan Tareran. Tak kurang dari 2.000 ton cengkeh setiap musim panen (besar) diurusnya. Sehingga tak kurang dari Rp 7 milyar setiap musim cengkeh uang berlalu-lintas di BUUD/KUD ini. Keributan mulai timbul hampir bersamaan waktu dengan saat-saat persoalan pungli cengkeh di Sulawesi Utara sedang menghangat. Sewaktu pihak Kanwil Koperasi Sulawesi Utara meneliti koperasi ini, ternyata puluhan juta uangnya tak berada pada tempat yang layak. Ada Rp 23 juta lebih di antaranya (dari uang kas waktu itu yang lebih dari Rp 3 milyar) belum dibayar oleh PT Halinda (Surabaya) -- salah sebuah perusahaan yang mendapat hak untuk membeli cengkeh lewat BUUD/KUD. Tapi setelah pembukuan diteliti lebih lanjut, ternyata masih ada Rp 32 juta lebih yang hilang. Menurut Ketua BUUD/KUD Pinaesaan (waktu itu) Henry Saryowan jumlah ini telah dipakai oleh Camat Tareran (wakcu itu) V.N. Rompas. Sebaliknya Rompas menuduh Henry telah memboroskan uang koperasi itu. (Tr.MPo, 22 Juli 78 --Daerah). Maka Ketua BUUD/KUD Pinaesaan itupun membeberkan berbagai kwitansi yang menunjukkan pemakaian uang koperasi oleh Camat Tareran. Mulai pengambilan atas nama pinjaman pribadi sang camat dari Rp 50.000 sampai jutaan rupiah. Belum lagi berbagai nota yang berisi permintaan camat untuk dipenuhi berbagai keperluannya. Seperti tiket pesawat terbang ke Jakarta, kelapa dan berbagai tetek-bengek lainnya. Meskipun permintaan-permintaan itu selalu disertai dengan kata-kata pinjaman, tapi sampai hari ini sang camat belum pernah membayarnya kembali. Semuanya meliputi jumlah Rp 32 juta lebih. Sudomo & Sumarlin Karena waktu itu Opstib sedang hangat-hangatnya -- malahan Ketua Opstibpus Laksamana Sudomo dan Menpan Sumarlin sampai datang ke Sulawesi Utara -- maka Gubernur Sulawesi Utara (waktu itu) H.V. Worang langsung memberhentikan Camat Rompas, salah seorang bekas ajudannya. Tapi pihak pengurus BUUD/KUD Pinaesaan tak berhenti. Setelah mengadukan PT Halinda ke Pengadilan Negeri Tondano, para pengurus koperasi itu menuntut bekas Camat Rompas ke pengadilan yang sama agar mengembalikan pinjamannya. Sejak itu beberapa milik Rompas, seperti rumah, kebun dan mobil disegel pihak pengadilan. Pihak Irjen Koperasi sendiri dikatakan menilai pembukuan BUUD/KUD ini bersih, kecuali adanya sejumlah uang yang masih nyangkut di PT Halinda dan pinjaman bekas Camat Rompas. Tapi sebegitu jauh proses pcrkara ini tampaknya agak tersendat-sendat. Terutama karena usaha dari oknum-oknum Pemda untuk merubah pembukuan yang telah dijadikan barang bukti dengan menggantinya dengan pembukuan baru. Sementara itu sumber TEMPO di Pinaesan juga menyebut, bahwa pihak pengurus BUUD/KUD Pinaesaan yang baru dengan ketuanya Kumaat H.S., mencoba juga untuk mencabut perkara itu - meskipun pengadilan telah beberapa kali menyidangkannya. Bekas Ketua BUUD/KUD Pinaesaan, Henry Saryowan yang ditemui TEMPO sedang dirawat di salah sebuah rumah sakit di Jakarta karena menderita sakit ginjal, membenarkan bahwa sejak Juli 1978 jabatannya telah diganti oleh Kumaat H.S. Tapi, kata Henry, pengangkatan Kumaat dan kawan-kawan adalah salah satu contoh terlalu turut campurnya pihak Pemda dalam pengembangan koperasi di daerah ini. "Bupati Minahasa maupun camat Tareran yang baru, A.L. F. Purukan, telah memerintahkan diadakan rapat tahunan anggota untuk memilih pengurus baru", tutur Henry. Padahal, tambahnya, pihak Kanwil Koperasi sebenarnya belum mau melaksanakan rapat anggota karena ingin menunggu semua persoalan jadi jelas. Contoh lain tentang turut campurnya pihak Pemda terhadap koperasi menurut Henry adalah perbuatan Camat Rompas sendiri yang selalu merongrong keuangan BUUD/KUD Pinaesaan. Menurut Henry Saryowan kesulitan BUUD/KUD di Minahasa pada umumnya karena terlalu banyaknya campurtangan pihak Pemda, mulai tingkat propinsi, kabupaten sampai kecamatan. Dia membandingkan dengan BUUD/KUD di Jawa Timur, dimana pihak Pemda hanya bertindak sebagai pembina. Dan dituturkannya juga sekurang-kurangnya masih ada 6 buah BUUD/KUD di Minahasa yang harus diteliti sehubungan dengan pemakaian keuangannya oleh oknum-oknum Pemda maupun oknum koperasi pedesaan itu sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus