Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamuddin mengusulkan pencalonan presiden dan wakil presiden (wapres) lewat jalur independen atau non-partisan. Hal itu disampaikan Sultan setelah Mahkamah Konstitusi atau MK resmi menghapus ketentuan ambang batas minimal pencalonan presiden dan wapres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saat ini UUD memang hanya menugaskan partai politik sebagai institusi demokrasi yang berhak mengajukan calon presiden. Namun, wacana menghadirkan calon pemimpin bangsa yang independen atau dari institusi demokrasi yang non partisan perlu dimulai," ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Sabtu, 4 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menilai, wacana pencalonan presiden dan wapres melalui jalur independen adalah penting untuk dikaji oleh DPR selalu pembentuk Undang-Undang dan juga oleh para akademisi Hukum Tata Negara (HTN). Sebab masih banyak partai politik yang cenderung tidak serius dalam kaderisasi untuk menyiapkan calon pemimpin bangsa.
"Hanya sedikit partai politik yang memiliki atensi dalam proses kaderisasi," kata Sultan.
Menurut Sultan, beberapa negara demokrasi besar seperti Amerika Serikat telah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat yang dinilai kompeten untuk mencalonkan diri menjadi presiden melalui jalur independen. Ia juga mencontohkan Vladimir Putin yang sukses menjadi Presiden Rusia setelah mencalonkan diri secara independen dalam Pilpres di negara tersebut.
"Artinya, prinsip keadilan dan persamaan hak politik warga negara untuk memilih dan dipilih dalam demokrasi tidak boleh dibatasi baik oleh aturan presidential threshold maupun institusi politik tertentu saja," tegasnya.
Sultan berharap agar hak untuk memilih dan dipilih di Indonesia bisa dibuka secara lebih luas sehingga memenuhi rasa keadilan politik bagi masyarakat. Termasuk diterapkannya demokrasi alternatif lewat pencalonan presiden dan wapres lewat jalur independen.
Pada Kamis, 2 Januari 2024, majelis hakim MK resmi menghapus ketentuan presidential threshold 20 persen itu melalui perkara 62/PUU-XXII/2024. Ketua MK Suhartoyo mengatakan norma pasal 222 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 seluruhnya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, aturan juga dnilai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra menambahkan, penentuan ambang batas ini juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan menciptakan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi dan secara nyata bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi alasan MK untuk menggeser dari pendirian putusan sebelumnya.
“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka presentasi ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujar Saldi Isra.
Pilihan Editor: Presidential Threshold Dihapus MK, Partai Buruh: Seorang Buruh Berpeluang sebagai Calon Presiden