Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi UU Penyiaran baru akan dibahas kembali setelah masa reses atau pada masa sidang ketiga 2024-2025. Menurut dia, komisi yang membidangi penyiaran ini tidak ingin terburu-buru membahas undang-undang tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami terus belanja masalah sembari membuat satu formulasi yang bisa diterima dan bermanfaat," kata Dave saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada Rabu, 19 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Golkar ini berharap revisi Undang-Undang Penyiaran bisa berdampak jangka panjang. Dia tidak ingin pengaturan yang dirumuskan kurang mendalam sehingga berpotensi direvisi kembali dalam waktu dekat. "Saya enggak mau membuat target terlebih dahulu," kata dia.
Sebelumnya, Komisi I menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara pada Senin, 10 Maret 2025. Ada sejumlah masukan yang ditampung, salah satunya permintaan dari Direktur Utama LKBN Antara Akhmad Munir agar arah transformasi revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran harus menjamin kebebasan pers.
Selain dengan LKBN Antara, Komisi I juga telah mengundang menterian Komunikasi dan Digital untuk membahas regulasi penyiaran. Dave sebelumnya mengatakan revisi UU Penyiaran saat ini diharapkan tetap dimanfaatkan hingga 50 tahun mendatang.
Revisi UU Penyiaran sempat dibahas di DPR periode 2019-2024 namun mengalami penundaan. Saat itu, usulan pelarangan tayangan ekslusif jurnalisme investigasi dalam draf, menjadi sorotan dan kritikan pelbagai kalangan.
Menurut dia, aturan yang termaktub dalam Undang-Undang Penyiaran saat ini masih mengatur sistem penyiaran analog, sementara perkembangan teknologi telah memasuki era sistem penyiaran digital.
Dave melanjutkan, RUU Penyiaran juga menjadi penting untuk mengatur dan melindungi generasi muda dari paparan konten-konten yang dapat memberikan dampak buruk.
Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam artikel ini.