Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Wakil Ketua Komisi I DPR Tak Ingin Terburu-buru Bahas Revisi UU Penyiaran

Dave mengatakan revisi UU Penyiaran saat ini diharapkan tetap bisa dimanfaatkan hingga 50 tahun mendatang.

19 Maret 2025 | 15.00 WIB

Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Aksi Jurnalis Aceh Bersatu meletakan  peralatan kamera dan id  card  pers saat menggelar  aksi di kantor DPR Aceh, Banda Aceh, Senin, 27 Mei 2024. Aksi Jurnalis dari Pewarta Foto Indonesia (PFI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Televisi Indonesia (AJTI) Aceh itu menolak secara tegas Revisi Undang Undang Penyiaran yang dapat membelenggu dan menghambat kinerja jurnalis khususnya dalam melaksanakan tugas investigasi untuk pemberitaan kepentingan publik. ANTARA FOTO/Ampelsa
Perbesar
Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Aksi Jurnalis Aceh Bersatu meletakan peralatan kamera dan id card pers saat menggelar aksi di kantor DPR Aceh, Banda Aceh, Senin, 27 Mei 2024. Aksi Jurnalis dari Pewarta Foto Indonesia (PFI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Televisi Indonesia (AJTI) Aceh itu menolak secara tegas Revisi Undang Undang Penyiaran yang dapat membelenggu dan menghambat kinerja jurnalis khususnya dalam melaksanakan tugas investigasi untuk pemberitaan kepentingan publik. ANTARA FOTO/Ampelsa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi UU Penyiaran baru akan dibahas kembali setelah masa reses atau pada masa sidang ketiga 2024-2025. Menurut dia, komisi yang membidangi penyiaran ini tidak ingin terburu-buru membahas undang-undang tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami terus belanja masalah sembari membuat satu formulasi yang bisa diterima dan bermanfaat," kata Dave saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada Rabu, 19 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Politikus Partai Golkar ini berharap revisi Undang-Undang Penyiaran bisa berdampak jangka panjang. Dia tidak ingin pengaturan yang dirumuskan kurang mendalam sehingga berpotensi direvisi kembali dalam waktu dekat. "Saya enggak mau membuat target terlebih dahulu," kata dia.

Sebelumnya, Komisi I menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara pada Senin, 10 Maret 2025. Ada sejumlah masukan yang ditampung, salah satunya permintaan dari Direktur Utama LKBN Antara Akhmad Munir agar arah transformasi revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran harus menjamin kebebasan pers.

Selain dengan LKBN Antara, Komisi I juga telah mengundang menterian Komunikasi dan Digital untuk membahas regulasi penyiaran. Dave sebelumnya mengatakan revisi UU Penyiaran saat ini diharapkan tetap dimanfaatkan hingga 50 tahun mendatang.

Revisi UU Penyiaran sempat dibahas di DPR periode 2019-2024 namun mengalami penundaan. Saat itu, usulan pelarangan tayangan ekslusif jurnalisme investigasi dalam draf, menjadi sorotan dan kritikan pelbagai kalangan.

Menurut dia, aturan yang termaktub dalam Undang-Undang Penyiaran saat ini masih mengatur sistem penyiaran analog, sementara perkembangan teknologi telah memasuki era sistem penyiaran digital.

Dave melanjutkan, RUU Penyiaran juga menjadi penting untuk mengatur dan melindungi generasi muda dari paparan konten-konten yang dapat memberikan dampak buruk.

Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam artikel ini.

Hammam Izzuddin

Lulus dari jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Menjadi jurnalis media lokal di Yogyakarta pada 2022 sebelum bergabung dengan Tempo pada 2024

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus