Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Yang Terangkat & Terinjak Pertamina

Proyek Pertamina di Jawa Barat mempunyai pengaruh pada pendapatan desa dan kehidupan penduduk setempat. Pembebasan tanah oleh Pertamina membuat penduduk balongan jadi kaya. (ds)

6 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DESEMBER lalu Presiden Soeharto meresmikan pusat distribusi minyak Jawa Barat di Desa Mundu Kabupaten Cirebon. Serentak dengan itu nama Mundu populer sebagai desa penghasil minyak. Sebab demikianlah korankoran menulis. Akan halnya nama Desa Dukuhjeruk tak ada disebut. Dukuhjeruk terletak di Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu. Persisnya 25 Km arah timur Kota Indramayu dan 35 Km sebelah utara Desa Mundu Cirebon. Di sinilah bermula awal jaringan distribusi minyak tadi. Sebab di sinilah sumurnya. Di samping ada pabrik elpiji dan juga 140 rumah karyawan Pertamina. Proyek Pertamina di Mundu menyita tanah hanya 2 hektar saja. Sedang di Dukuhjeruk ada 62 dari 260 hektar tanah penduduk dibebaskan Pertamina 7 tahun lalu. Lurah Dukuhjeruk Haji Solihin tak mau ribut mengapa desanya tak disebutsebut orang. Ia memang mengakui kekurangan wajah desanya. Pertama disebutnya balaidesa sebagai jelek. Lantas rumah-rumah' penduduk yang sebagian besar masih gubuk. "Adanya proyek Pertamina di Indramayu dulu banyak menimbulkan ketegangan di kalangan masyarakat." Yang berkata begitu adalah Lurah Desa Balongan Kecamatan Indramayu (Kabupaten Indramayu), M. Tohir. Di Balongan, Pertamina juga mempunyai kegiatan dan proyek. Bahkan juga di dua desa lagi di Kecamatan Karangampel: Kaplongan dan Kedokan Bunder. Juga tanah penduduk dipakai Pertamina di ketiga desa ini jauh lebih luas ketimbang di Desa Mundu. Balongan misalnya, 87 dari 600 hektar luas desa. Maklum di sana Pertamina mendirikan Depot Perbekalan Dalam Negeri dan pelabuhan pengapalan minyak. Gadis dan Janda Tahun 1970 rakyat Desa Balongan banyak yang mendadak kaya. Ini sehubungan dengan pembebasan tanah yang dilakukan Pertamina. Menurut M. Tohir tanah rakyat yang dibebaskan itu diberi ganti rugi Rp 1 juta perhektar. Ganti rugi itu cukup besar ketika itu. Buktinya tak sedikit rakyat kemudian mempunyai sawah baru yang lebih luas di tempat lain. Tapi tak semua rakyat panjang fikiran. Sebagian ternyata malah berpesta-pora dan berebut membeli barang-barang mewah. Dua tahun penduduk Balongan seperti orang kaya. Sesudah itu, seperti dikatakan Camat Indramayu Rigono BA, problim pun timbul. Tentu saja maksudnya yang tadi kelihatan kaya kemudian justru sebaliknya. Sebab sawah mereka sudah dijual kepada Pertamina. Padahal kemampuan mereka tak lebih dari bertani. Beramai-ramai bekas petani itu minta pekerjaan ke proyek Pertamina yang waktu itu memang masih sedang dikerjakan. Ternyata, seperti dikatakan Rigono lagi, para kontraktor proyek Pertamina lebih suka mempekerjakan buruh luar daerah (Jawa Tengah) daripada tenaga setempat. Sehubungan dengan kebijaksanaan kontraktor Pertamina semacam itu penduduk sampai protes. Namun yang menggelisahkan mereka agaknya bukan cuma itu. Menurut Camat Rigono, karyawan Pertamina waktu itu banyak yang tidak menetap di desa-desa tempat mereka bekerja di Indramayu. Artinya tanpa membawa keluarga. Akibatnya banyak di antara mereka yang nakal. "Gadis, janda, bahkan sementara wanita yang sudah mempunyai suami pun jadi korban," Camat menjelaskan. Wallahualam. Rigono sendiri menyebut akibat lain dari adanya proyek Pertamina di daerahnya yaitu berkurangnya pendapatan desa. Bagaimana tidak, dari tanah-tanah itu sebelumnya pemerintah desa mendapat Ipeda, uang saksi jual beli dan juga sumbangan hasil panen tanaman panen. Dengan dibebaskannya sebagian tanah itu oleh Pertamina, dengan sendirinya dana-dana tersebut berkurang. Padahal, khususnya Ipeda, tidak sepenuhnya diperuntukkan kas desa. Sebagian harus disetor ke kas kabupaten. Masyarakat desa di Indramayu yang desanya dijangkau proyek Pertamina mengharap Pertamina membantu usahausaha sosial. Misalnya membangun balai desa, masjid atau balai pengobatan. Menurut Rigono hal itu tidak berlebihan. "Sebagai kompensasi atas sumber-sumber penghasilan desa yang berkurang justru karena proyek Pertamina itu sendiri. " Dan lebih tidak berlebihan lagi jika diingat, bahwa 250 Kepala Keluarga dari Desa Balongan belum lama ini mencatatkan diri untuk bertransmigrasi ke luar Jawa. Padahal penduduk desa di Indramayu selama ini punya prinsip 'mati urip ning jagat dewek'. Artinya hidup mati di kampung sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus