Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

<font face=arial size=1 color=brown><B>Irak</B></font><BR />Kisah Para Tahanan Maliki

Wikileaks membocorkan 400 ribu dokumen militer rahasia perang Irak milik Amerika Serikat. Perdana Menteri Nouri al-Maliki dituding bertanggung jawab atas penyiksaan warga sipil Irak.

1 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahanan itu berlutut di tanah. Tangannya diborgol dan kedua matanya ditutup. Tiba-tiba seorang prajurit Irak mendatangi dan langsung menendang lehernya. Dalam jarak tak terlalu jauh seorang sersan dari Angkatan Laut Amerika Serikat cuma mengawasi dan merekam kejadian itu serta memberikan catatan: ”Tidak ada investigasi yang perlu dilakukan.”

Kejadian itu terekam dalam satu dari 391.831 dokumen yang dibocorkan situs Wikileaks dua pekan lalu. Wikileaks membeberkan berbagai rahasia perang di Irak, termasuk kekerasan terhadap tawanan dan kematian ribuan warga sipil Irak yang sebelumnya tidak diketahui publik. Dokumen tersebut mengungkapkan 109 ribu orang tewas selama invasi Irak yang dipimpin Amerika, sejak Maret 2003 hingga akhir tahun lalu.

Dokumen lain menyebutkan seorang pria ditahan di sebuah bunker bawah tanah. Dia berada dalam posisi strappado yang terkenal menyakitkan. Tangan terikat di belakang punggung, pergelangan tangan digantung ke langit-langit. Dia disetrum berkali-kali. Dokumen menyatakan dia dirawat oleh tim medis Amerika tapi, sekali lagi, dengan catatan: ”penyelidikan tidak diperlukan”.

Akibat pembocoran oleh Wikileaks, Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki dituding ikut bertanggung jawab. Kekerasan itu memang terjadi semasa pemerintahannya. Beberapa dokumen mengungkap fakta yang lebih mengejutkan. Maliki, yang berasal dari kelompok Syiah, diduga terlibat dalam berbagai kekerasan dan pembunuhan yang menimpa warga Sunni.

Pada Oktober 2006, misalnya, satuan tentara Irak dilaporkan merampok sejumlah orang yang tinggal di lingkungan Sunni di Bagdad barat. Unit itu akhirnya ditangkap. Yang mengejutkan, mereka mengaku beroperasi di bawah wewenang Maliki. ”Tahanan mengaku sebagai pasukan khusus Irak yang bekerja untuk kantor perdana menteri,” seperti tercatat dalam dokumen.

Unit itu tampaknya semacam ”regu khusus pembunuh” yang beroperasi di bawah kekuasaan Maliki. Seorang pejabat dari Kementerian Pertahanan Irak muncul beberapa jam kemudian dan mendesak Amerika melepaskan mereka. Dia mengatakan misi itu ”disutradarai oleh PM Maliki”.

Dalam beberapa dokumen itu, posisi Maliki dipojokkan. Namun Maliki dan anggota koalisinya membantah. Mereka menganggap dokumen tersebut rekayasa. ”Ini semua palsu, dari Internet dan Photoshop,” kata Hassan al-Sneid, salah satu anggota koalisi.

Maliki ikut menanggapi. Dia menilai bocornya dokumen itu dirancang untuk melemahkan upayanya mempertahankan kursi perdana menteri. Maliki berusaha tidak terjungkal dari kursinya, setelah pemilihan pada Maret lalu tidak menghasilkan kemenangan telak. Pemilu ulang memang tinggal di depan mata.

Dalam salah satu dokumen terungkap bahwa pasukan Amerika Serikat khawatir Maliki menggunakan kekuasaan politik sebagai gada untuk menghantam pesaingnya, terutama golongan Sunni.

Pada Mei 2009, misalnya, Gubernur Provinsi Ninewaa, Athiel al-Najafi—seorang Sunni dari Partai Al-Hadba—mengunjungi wilayah timur laut yang dikuasai kelompok Kurdi di Mosul. ”Pemerintah daerah Kurdi menganggap tindakan ini menantang mereka,” seperti tertera dalam catatan laporan intelijen Amerika. Unit Peshmerga Kurdi pun dipanggil untuk menyiapkan pembunuhan sang gubernur. Sebagai perdana menteri, Maliki, yang menganggap kelompok Kurdi sekutu politik penting, menolak memberikan perlindungan kepada Al-Najafi.

Maliki dikabarkan menggunakan kekuasaannya untuk memajukan kepentingan Syiah di Irak dan menekan Sunni yang dianggap sebagai ancaman. Bukti dokumen bahwa Maliki yang memerintahkan penangkapan membuat kabar itu semakin jelas.

Namun kantor Maliki menyatakan pasukan Irak menghormati ketentuan hukum dan bertindak di luar pertimbangan sektarian. Pernyataan itu menuduh Wikileaks melakukan permainan media dengan motif politik tertentu.

Wikileaks berkukuh menyatakan bahwa pembeberan dokumen itu bertujuan mengungkap kebenaran mengenai perang di Irak. Pendiri Wikileaks, Julian Assange, mengatakan catatan-catatan itu menunjukkan telah terjadi pertumpahan darah di setiap sudut di Irak dan memaparkan bukti mengenai kejahatan perang.

Ninin Damayanti (Guardian, Al-Jazeera, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus