Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

<font face=arial size=2 color=#FF0000>TEMPO DOELOE</font><br /> Mencari Jodoh Lewat Koran

2 Juli 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

URUSAN jodoh, kata banyak orang, ada di tangan Tuhan. Jadi, tidak ada salahnya bagi mereka yang sudah lama hidup membujang mencari pasangan lewat surat kabar. Namun, sejak iklan biro jodoh marak di surat kabar pada pertengahan 1974, syakwasangka bermunculan. Ada yang menyebutkan biro ini tidak berhasil menjodohkan pasangan sampai ke pelaminan, tapi cuma ajang buat berintim-intiman. Ada lagi yang menyebut biro jodoh tak lain wadah baru bagi para suami untuk mencari istri muda.

Majalah Tempo edisi 24 Agustus 1974 menulis soal biro jodoh ini. Naskah yang diiklankan biro jodoh lewat surat kabar bermacam-macam. Tengok iklan di Harian Buana, Minggu, 3 Agustus 1974. Memakai kode WB 59, perempuan berinisial OE ini menyebutkan dirinya perawan dari suku Jawa berusia 50 tahun dengan ciri fisik: tinggi tak lebih dari 152 sentimeter, bobot 41 kilogram, wajah bulat, rambut berombak panjang dan hitam, dengan ukuran vital 78-60-87.

Menurut penuturan EO, ia pernah menjalin asmara dengan seorang pemuda, tapi tak berjodoh. Pemuda itu menikah dengan gadis lain. Ia kemudian mendaftarkan diri ke Biro Konsultasi Keluarga Yasco, berharap mendapatkan suami yang seumur atau lebih tua.

Pengasuh BKK Yasco, M. Subky Hasbie, berpendapat ikhtiar mencari pasangan lewat surat kabar bukan hal ganjil. Meski demikian, ia mengakui masih ada pandangan miring jika yang mengiklankan diri adalah perempuan. Menurut sarjana psikologi dan konsultan dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Moeljono, perempuan Indonesia banyak terpengaruh pemikiran gerakan kebebasan perempuan di luar negeri. Alasan ini yang mendorong mereka lebih berani memasang iklan di biro jodoh.

Masalahnya, kehadiran biro jodoh tak melulu dinilai positif. Haji Rofinah Soekardjo, 55 tahun, salah satu dari mereka yang resah terhadap iklan biro jodoh yang menjamur di surat kabar. Konsultan Balai Bimbingan Perkawinan di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, ini cemas bahwa biro semacam itu bisa disalahgunakan oleh suami atau istri yang iseng ingin mendapatkan "asisten" kedua.

Soal tuduhan penyelewengan itu, pengasuh M. Subky Hasbie menampik bironya membuka usaha muncikari. Memang, kata dia, tidak sedikit "om-om" yang datang ke kantornya minta dipertemukan dengan perempuan tertentu. Permintaan itu ditolak dengan halus.

Namun Hasbie tidak akan menolak klien yang kebelet mencari istri kedua. "Di samping beristri lebih dari satu bisa dibenarkan agama, di antara peserta wanita sendiri ada yang tidak menutup kemungkinan untuk dijadikan istri muda," katanya.

Masih ada keberatan lain. Menurut Nyonya Soekardjo, apa yang dilakukan para pengiklan itu kurang baik di mata Islam. Jalan keluarnya, kalau memang betul-betul membutuhkan, tak perlu diiklankan. "Tapi tempuh dengan jalan biasa," katanya.

Nyonya Soekardjo percaya, mereka yang melajang bukan tak ada yang melamar, tapi suka pilih-pilih. Pengakuan orang tua Nona OE menguatkan sinyalemen itu. "Dulu, sewaktu masih kuliah, sudah ada orang yang datang meminang, tapi ditampiknya. Setelah ia menggondol titel dan bekerja, laki-laki jadi berlaku sebaliknya," ujar sang ibu.

Itu sebabnya biro jodoh dibutuhkan, terutama bagi para wanita. Tidak semua cerita klien berujung buat mencari teman seks atau dijadikan istri kedua. Perempuan berinisial M mengungkapkan bahwa ia salah satu yang menikah lewat biro jodoh. "Kalau tidak melalui ini, barangkali sampai sekarang masih tetap memiliki status perawan tua," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus