Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Etalase

Alarm Dini Gempa Bumi

Akurasi EWAS mendeteksi gempa bisa menggantikan pancaindra manusia, yang kerap terlambat merespons lindu. Sirene berbunyi kurang dari lima detik setelah gempa.

21 September 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Alarm Dini Gempa Bumi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alarm Dini Gempa Bumi

Sistem peringatan dini yang responsif saat terjadi gempa bumi dapat menekan risiko celaka atau jatuhnya korban yang besar. Ahli geofisika Universitas Indonesia, Supriyanto, mengembangkan Earthquake Warning Alert System (EWAS), yang membantu masyarakat menyadari kehadiran gempa bumi sehingga lebih sigap melakukan evakuasi.

Menurut Supriyanto, akurasi EWAS dalam mendeteksi gempa bisa menggantikan pancaindra manusia, yang kerap terlambat merespons lindu. Pasalnya, penilaian manusia saat merasakan guncangan bersifat subyektif. “Ada yang ragu guncangan itu gempa atau bukan, ada yang merasa seperti pusing saat merasakan lingkungan di sekitarnya bergoyang,” kata Supriyanto pada Kamis, 5 September lalu.

Supriyanto mengatakan Indonesia membutuhkan sistem detektor gempa yang otomatis aktif mengingatkan masyarakat agar mengungsi. Selama ini masyarakat menerima informasi tentang gempa dari media massa atau media sosial. Namun informasi itu diterima beberapa menit setelah kejadian. “Sifatnya hanya pemberitahuan, sementara untuk upaya penyelamatan dari detik pertama setelah gempa mereka tidak siap,” tutur dosen di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI itu.

Instrumen EWAS bekerja seperti seismograf yang merespons getaran bumi. Masalahnya, jumlah seismograf terbatas dan hanya dimiliki lembaga riset atau instansi pemerintah, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. “Alat itu tidak tersedia di kampung-kampung. Padahal masyarakat di sana yang paling rentan,” ujarnya. 

Detektor gempa ini dikembangkan dari penelitian sensor guncangan yang menjadi bahan skripsi Supriyanto pada 1997. Gempa besar dengan magnitudo 6,1 yang menghantam Lebak, Banten, pada Januari tahun lalu memacu Supriyanto dan timnya menyelesaikan perangkat tersebut. “Ini menjadi bagian dari program universitas untuk pengabdian pada masyarakat,” ucapnya.

Pengujian dilakukan di Desa Sembalun Bumbung, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, pada Oktober 2018. Lombok menjadi lokasi uji coba untuk mendeteksi lindu setelah wilayah itu dihantam gempa dengan magnitudo 7. “Uji coba berhasil. Saat ada gempa susulan, sirene dari enam alat yang dipasang berbunyi semua,” kata Supriyanto. Jaringan dengan tujuh unit EWAS juga sudah dipasang di Desa Muara Binuangeun, Lebak, Banten.

Sistem EWAS mampu mendeteksi kehadiran gempa dan mengaktifkan sirene peringatan dalam waktu kurang dari lima detik. Beberapa unit EWAS dirangkai menjadi satu jaringan yang bisa berkomunikasi satu sama lain saat mendeteksi gempa. “Saling memberikan konfirmasi bahwa itu gempa dan alarm otomatis menyala,” katanya.

Untuk sirene, Supriyanto menjelaskan, masih digunakan model suara klakson mobil. Timnya berencana memodifikasi suara sirene agar berbeda dengan bunyi yang sudah dikenal masyarakat. “Sirene ambulans dan polisi itu kan berbeda, orang sudah tahu. Tapi belum ada patokan suara sirene khusus gempa.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus