Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Album

20 Februari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meninggal

PONDOK Pesantren Tebuireng, Jombang, berduka. Ribuan santri berkain sarung tak henti-hentinya melafalkan kalimat tahlil, "Lailahailallah." K.H. Syansuri Badawi, salah seorang pengasuh pesantren tertua di Jawa Timur itu, Selasa pekan lalu memenuhi panggilan Sang Khalik. Selama tujuh hari tujuh malam, surat Yasin dibaca bersahut-sahutan, mengiringi kepergian ulama karismatis itu.

Di kalangan ulama NU, kiai kelahiran Jagasatru, Cirebon, 86 tahun yang lalu ini dikenal sebagai ulama yang mumpuni. Setelah tokoh pendiri Nahdlatul Ulama Hadratusyeikh K.H. Hasyim Asy'ari wafat, Kiai Syansuri merupakan satu-satunya ulama yang mampu melanjutkan tradisi membaca kitab hadis Sahih Bukhari-Muslim tiap bulan Ramadan. "Setahu saya, selain Kiai Syansuri, tidak ada yang mampu melanjutkan tradisi itu. Berarti, beliau sudah mumpuni dalam ilmu fikih," kata Said Aqil Siradj, cendekiawan Pengurus Besar NU.

Selama ini, Kiai Syansuri memang dikenal sebagai ulama yang mendalami soal fikih yang mengupas hukum-hukum syariat yang mengatur kehidupan agama. Namun, itu bukan berarti murid kesayangan K.H. Hasyim Asy'ari ini buta dengan dunia tasawuf. Kesederhanaan hidupnya menjadi bukti bahwa ajaran tasawuf ia jalankan secara ketat. "Memang Kiai Syansuri kuat di fikih. Tapi ini sekadar pembagian tugas di antara ulama," ujar Said Aqil.

Di mata para santri, Kiai Syansuri adalah ulama sepuh—sebuah julukan yang merepresentasikan kedalaman ilmu dan pengalaman hidup. "Kiai Syansuri merupakan perpaduan antara kesederhanaan, kecerdasan, dan kemampuan dalam politik," kata Sujono, sekretaris PWNU Jawa Timur.

Selain memiliki ilmu agama yang dalam, Kiai Syansuri merupakan politisi ulung yang dikenal keras dan tegas dalam bersikap. Pada Pemilu 1987, saat PBNU menyatakan kembali ke khitah 1926—yang menyebabkan NU keluar dari percaturan politik praktis—Kiai Syansuri menyatakan tetap mendukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sejak saat itu, "karir politiknya" terus menanjak. Saat PPP dipimpin H.J. Naro, Kiai Syansuri menjadi anggota DPR (periode 1992-1997). Bahkan, tokoh yang memiliki empat anak ini dipercaya menjadi ketua majelis pertimbangan pusat (MPP) partai berlambang Ka'bah itu. Namun, ke-NU-an Kiai Syansuri tetap teruji. Saat Partai Kebangkitan Bangsa dideklarasikan, Kiai Syansuri mendukung partai kaum nahdliyin itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum