Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda dengan langkah sejumlah jenderal TNI dan Polri maju dalam pemilihan kepala daerah?
|
||
Ya | ||
31% | 306 | |
Tidak Tahu | ||
1,6% | 16 | |
Tidak | ||
67,4% | 666 | |
Total | (100%) | 988 |
RENCANA Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal Edy Rahmayadi menjadi calon Gubernur Sumatera Utara bakal segera terwujud. Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia Mayor Jenderal Mohamad Sabrar Fadhilah mengatakan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sudah menyetujui permintaan pensiun dini Edy. "Masih dalam proses," kata Sabrar, Senin pekan lalu. Niat Edy maju seperti tak bisa dibendung lagi. Akhir Desember lalu, Edy, yang didukung Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional, menyatakan memilih menjadi calon gubernur ketimbang naik menjadi jenderal bintang empat. "Saya tidak mau jadi Kepala Staf Angkatan Darat, tapi mau jadi gubernur kalau warga Sumatera Utara menginginkan," ujarnya. Sejumlah jenderal dari TNI dan Kepolisian hampir pasti maju sebagai calon kepala daerah dalam pemilihan yang akan digelar serentak pada 27 Juni 2018. Selain Edy, ada nama Kepala Badan Narkotika Nasional Budi Waseso, yang disebut-sebut bakal ikut bertarung di Jawa Tengah; Wakil Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Republik Indonesia Inspektur Jenderal Anton Charliyan di Jawa Barat; Kepala Korps Brigade Mobil Inspektur Jenderal Murad Ismail, yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Maluku; serta Inspektur Jenderal Safaruddin-juga diajukan partai banteng-di Kalimantan Timur. Niat para jenderal itu direstui petinggi TNI dan Kepolisian. Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengatakan para perwira tinggi itu memiliki pengalaman birokrasi yang dapat membantu saat menjadi kepala daerah. "Semua punya hak yang sama untuk jadi kepala daerah, baik dari TNI, Polri, maupun sipil. Why not?" ucapnya, akhir Desember lalu. Tito menyatakan tak akan menghalangi niat bawahannya pensiun dini demi menjadi calon kepala daerah. Toh, ngebet-nya para jenderal beralih status itu dikritik berbagai pihak. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi-lembaga pemerhati pemilu-Titi Anggraini menilai fenomena itu menunjukkan kegagalan kaderisasi partai politik sehingga harus menggaet personel TNI dan Kepolisian. "Partai maunya langsung jadi," kata Titi. Menurut dia, para tentara dan polisi memiliki modal popularitas karena menjadi putra daerah atau pernah menjabat di daerah tersebut. Titi juga menilai para jenderal yang bakal maju cenderung sudah mulai berpolitik praktis sebelum resmi pensiun dini. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, khawatir majunya perwira berbintang bakal membuat kecurangan pemilu tak terbendung. Sangat mungkin, menurut Siti, polisi tak menindaklanjuti laporan pengawas pemilu terkait dengan pelanggaran yang dilakukan calon dari kalangan militer dan korps Bhayangkara. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menampik kabar bahwa partainya kekurangan kader karena mengusung jenderal aktif. Dia mengklaim mereka diperlakukan sama dengan kader partai. "Semuanya melalui pendaftaran secara terbuka," tuturnya. Apa pun alasannya, niat petinggi TNI dan Kepolisian maju juga dikritik oleh para pembaca Tempo.co. Mayoritas pembaca menyatakan tak sepakat para jenderal pensiun dini demi menjadi kepala daerah. |
Indikator Pekan Ini Setujukah Anda dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberi fasilitas gaji hingga Rp 51,5 juta kepada Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP)?www.tempo.co. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo