Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Sensus Badak Jawa

Arsip majalah Tempo edisi 8 Juni 1991

4 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sensus Badak Jawa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Badak Jawa masih menyandang status kritis atau terancam punah.

  • Hingga 2019, populasi badak bercula satu sebanyak 72 individu.

  • Sensus badak Jawa secara modern pertama kali dilakukan pada 1991.

BADAK Jawa atau Rhinoceros sondaicus masih menyandang status kritis atau terancam punah. Hingga 2019, populasi badak bercula satu itu hanya 72 individu, 39 jantan dan 33 betina. Awal Juni lalu, seekor badak Jawa tertangkap kamera sedang berendam di dekat air terjun Situgenter di wilayah Taman Nasional Ujung Kulon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Majalah Tempo edisi 8 Juni 1991 menerbitkan berita berjudul “Sensus untuk Maskot” yang membahas pelaksanaan sensus modern pertama terhadap badak Jawa. Berikut ini ulasannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok badak mengenakan kaus loreng, selempang, dan payung belakangan mudah ditemui di mana-mana. Maklum, pemerintah sedang menggencarkan promosi pariwisata dan menjadikan badak Jawa sebagai maskot Visit Indonesia Year 1991. Tapi binatang ini terancam punah. Berapa jumlahnya juga belum diketahui secara pasti.

Pada 1990, mahasiswa Institut Pertanian Bogor melakukan sensus dengan cara menyisir tapak badak di seluruh kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Diperkirakan ada 50-60 badak Jawa yang hidup di sana. Tapi tingkat akurasi sensus itu masih dianggap belum cukup. Padahal, data yang lebih akurat dibutuhkan untuk membantu upaya pelestarian binatang langka tersebut.

Kebutuhan terhadap data yang lebih akurat itu mendorong organisasi World Wildlife Fund for Nature (WWF)-Indonesia Programme melakukan sensus badak dengan cara yang lebih modern sejak awal 1991. Caranya dengan memotret binatang bercula ini menggunakan 40 buah kamera Nikon F 401s yang ditempatkan di seluruh taman nasional. “Ini merupakan survei terbesar dengan menggunakan kamera,” kata Humas WWF-Indonesia Programme Katarina Panji.

Sejumlah negara yang tidak memiliki badak ikut tergerak membantu nasib hewan ini. Sejak akhir April 1991, Inggris, Belgia, Amerika, dan 130 negara yang memiliki perwakilan WWF mengadakan kampanye penyelamatan badak.

Perburuan badak memang masih marak. Badak diburu untuk diambil culanya. Harga cula badak di pasar gelap bisa mencapai Rp 20-40 juta. Menurut mitos yang dipercayai luas di Cina, Korea Selatan, Taiwan, dan Muangthai (kini Thailand), cula dan bagian tubuh badak bisa menyembuhkan pelbagai macam penyakit, dari demam, ayan, keracunan, hingga asma. Cula juga dapat dibuat untuk obat kuat.

WWF-Indonesia Programme, yang sudah berkarya di Ujung Kulon sejak 1968, menyediakan dana US$ 112.623 untuk menyensus badak Jawa. Proyek ini dikerjakan oleh Michael Griffiths, yang sebelumnya terlibat kegiatan sensus badak Sumatera di Kerinci Seblat.

Sensus badak Jawa di Ujung Kulon dilakukan lebih teliti. Setiap kamera diletakkan di lokasi-lokasi tertentu berdasarkan alat penerima informasi penentu letak dari Geo Positioning Satellite atau GPS. Kamera dipasang secara vertikal dari utara ke selatan dengan jarak satu sama lain 1,5-3 kilometer. “Di samping berpedoman pada jalur yang bisa dilewati badak, posisi derajat koordinat harus tepat,” Griffiths menjelaskan.

Sistem kontak pada badak Jawa mengikuti jalur bau kotoran dan air kencing yang sengaja ditempelkan di badannya. Ketika badak berendam di lumpur—biasanya dilakukannya untuk menghindari gigitan lalat pengisap darah—ia sengaja kencing, sehingga baunya melekat di badan. Kotorannya pun sengaja diinjak-injak sehingga baunya menempel di kaki.

Kamera yang dikemas dalam sebuah kotak kayu terletak satu meter dari atas tanah di sekitar jalur badak. Tiga meter di depan kamera, dipasang mat sejajar dengan tanah. Mat adalah papan sensor yang bila diinjak hewan akan membuat kamera otomatis bekerja. Satu pekan sekali, tim tersebut mengontrol bekerjanya peralatan itu.

Namun tidak mudah menyensus badak Jawa di tengah belantara. Kamera-kamera yang dirancang untuk berfungsi selama 12 bulan rusak walau baru bekerja 3 bulan. Sebagian kamera rusak karena kemasukan air atau korsleting. Sebagian lain karena dicongkel babi hutan atau digaruk badak.

Walaupun demikian, sebagian kamera sudah memberikan hasil. Untuk membedakan badak satu dengan lainnya dilihat antara lain dari tinggi cula dan tubuh. Perhitungan hasil akan dilakukan bulan Oktober 1991. Hasil sensus itu nanti akan menjadi bahan penyusunan strategi pelestarian badak Jawa sekaligus mengidentifikasi penyebaran lokasi mereka.


Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi 8 Juni 1991. Dapatkan arsip digitalnya di:

https://majalah.tempo.co/edisi/1075/1991-06-08

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus