Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lain masa, lain masalah. Sementara kini Stasiun Televisi Republik Indonesia digunakan sebagai alat politik praktis, dulu masalahnya tak lebih dari urusan teknis. Ketepatan jadwal acara menjadi persoalan serius, seperti yang ditulis dalam rubrik Media pada 1972. Karena tidak ada pilihan, para penonton pasrah terhadap apa saja yang dihidangkan stasiun pusat TV.
Tapi kegelisahan para pembayar iuran TVRI itu bukan merupakan kegelisahan di kalangan penyelenggara siaran di Senayan tersebut. Mereka menyatakan sejak awal November pada tahun yang sama telah menerbitkan sebuah majalah bernama Monitor-TVRI. Isinya lebih-kurang menjanjikan—seperti diutarakan oleh Suwardi Idris. "Selain memberikan petunjuk-petunjuk teknis, juga soal ketepatan acara."
Apa gerangan ketepatan acara yang dimaksud Kepala Bagian Produksi TVRI yang merangkap pemimpin redaksi majalah itu? Bisa dilihat pada halaman 5. Di situ tercantum mata acara film serial. Lengkap dengan jam dan tanggal siaran. "Biasanya," kata Suwardi, "film-film itu bisa disiarkan kapan saja. Tapi, setelah termuat dalam Monitor, tentu tak dapat lagi diputar seenaknya." Dengan menyebut begitu, Suwardi sekaligus ingin mengatakan begitulah lebih-kurang ikhtiar mendisiplinkan "orang dalam".
Sogok. Dalam urusan kegunaan timbal balik majalah itu, yaitu ada faedah buat pemilik pesawat televisi, ada guna buat pekerja-pekerjanya sendiri, timbul lagi pertanyaan: selain menerima surat dari penonton, mungkinkah majalah memuat tulisan orang di luar stasiun televisi? "Akan kami terima," jawab Suwardi. Juga kritik-kritik? Seraya tertegun sejenak, ia menyahut, "Asalkan tidak kasar, seperti menyebut makan sogok dan sebangsa itu."
Sebagai sebuah penerbitan baru dengan ukuran Life dengan bahan kertas koran dicetak warna-warni, Monitor-TVRI tampil dengan wajah permulaan yang boleh deh, meskipun seperti di katakan Suwardi, "Penata layout kami adalah orang yang baru pertama kali menggarap penerbitan serupa ini." Namun buat penerbitan berikutnya tentu ada yang patut dipertimbangkan sebelum turun cetak. Umpamanya ringkasan perkenalan mengenai film seri Ironside. Kalimatnya terasa kurang jelas, mungkin hasil terjemahan yang terlalu harfiah dari teks asing.
Ayam sayur. Nomor pertama muncul dengan kulit muka seraut wajah wanita muda. Kalau boleh menyejajarkannya dengan kebanyakan majalah hiburan yang sudah berkeranjang jumlahnya di pasar, apa hal lain yang hendak dibawakan Monitor dalam soal kulit muka? "Yang jelas," ujar Suwardi, "kami tidak akan memuat muka penyanyi ataupun artis ternama. Akan kami pilih di antara mereka yang baru muncul." Atau dalam kelakar Suwardi "dari jenis ayam sayur".
Dengan sumber penerbitan pelbagai bahan siaran yang sudah rapi di studio, penerbitan Monitor mempunyai sasaran yang jelas. Dalam hitungan di atas kertas saja ada 200 ribu pemilik pesawat televisi. Tapi bakal berlangganan semuakah mereka? Tanpa mau menyinggung bidang distribusi, Suwardi tampaknya ingin mengatakan urusan sirkulasi dan distribusi masih merupakan persoalan pelik buat sebuah penerbitan. Maklumlah, majalah ini masih "ayam sayur".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo