Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda dengan usul -pembentukan badan khusus untuk menangani konflik ke-kerasan di Poso? (31 Oktober-7 November 2005) | ||
Ya | ||
79,43% | 251 | |
Tidak | ||
19,94% | 63 | |
Tidak tahu | ||
0,63% | 2 | |
Total | 100% | 316 |
MENYELESAIKAN konflik dan teror di Poso, Sulawesi Tengah, tak cukup dengan menangkap pelaku pembunuhan. Pemerintah harus mengurai dan memetakan kembali jejaring konflik di Poso. Untuk bisa melakukan itu, perlu sebuah badan ekstra.
Setidaknya itulah yang diusulkan Ketua Kaukus Daerah Konflik dan Pascakonflik Dewan Perwakilan Daerah, Ichsan Loulembah, akhir Oktober lalu. Menurut Ichsan, tidak ada wilayah lain di Indonesia yang memiliki sejarah pembunuhan serial seperti Poso. ”Ada teror yang sistematis,” katanya.
Dalam konteks itu, pembentukan badan khusus semacam Badan Rekonstruksi Rehabilitasi Aceh-Nias dipandang perlu disegerakan. Alasannya, konflik tak kunjung padam, meski sudah empat presiden berganti memimpin republik ini, dan telah ada tiga Panitia Khusus Poso di DPR. Aksi kekerasan pun kian biadab: tiga siswi sekolah menengah ditemukan tewas terpenggal kepalanya.
Sosiolog Tamrin Amal Tomagola sependapat. Ia mengusulkan agar Poso dikelola sebuah badan otorita khusus, seperti Aceh sekarang, yang diawasi langsung oleh presiden atau wakil presiden. Usul ini, menurut Ichsan, bisa dilakukan dengan membuat semacam peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Dari hasil jajak pendapat Tempo Interaktif, mayoritas responden mendukung usul itu. Oktovianus S., responden dari Jakarta, menyebut badan itu nantinya harus melibatkan beragam unsur. ”Kita tahu kinerja kepolisian Indonesia dalam menangani kasus-kasus semacam itu,” ujarnya sinis.
Usulan lain datang dari Harto Ketjik, Palopo. Ia mengusulkan presiden dan Panglima TNI menugasi seorang panglima komando tempur untuk menumpas konflik kekerasan di Poso. ”Tunjuk mantan kepala staf yang berpengalaman,” katanya.
Bagi yang tak sepakat, pembentukan badan baru justru dinilai pemborosan anggaran. Karena itu, Jhones dari Bandung lebih setuju jika tanggung jawab penuntasan masalah di Poso diserahkan kepada Badan Intelijen Negara.
Indikator Pekan Ini: Tak lama setelah ditangkap di Bogor, pada 5 Juni 2002, Umar al-Faruq langsung ditempatkan pemerintah Amerika Serikat di penjara Bagram, Afganistan, begitu diserahkan oleh intelijen Indonesia. Dia dituduh sebagai tangan kanan pemimpin Al-Qaidah, Usamah bin Ladin. Namun, ketika Al-Faruq dikabarkan kabur dari tempat itu pada 10 Juli lalu, muncul beragam spekulasi. Jangan-jangan Al-Faruq tidak lolos dengan sendirinya, tapi sengaja dibuatkan akses untuk melarikan diri dengan maksud tertentu. Apalagi, sejak pria Kuwait itu diserahkan ke Amerika, Indonesia tak pernah diberi akses untuk mengorek informasi dari dia. Padahal Amerika menyebut Al-Faruq dalang sejumlah aksi pengeboman di Indonesia pada 2000 dan pernah berniat membunuh Presiden Megawati Soekarnoputri. Pelarian Al-Faruq baru terungkap ketika pada 1 November lalu mahkamah militer di Fort Bliss, Texas, Amerika Serikat, mengadili Sersan Allan Driver atas tuduhan menganiaya para tahanan di Kamp Bagram. Saat pengacara mempertanyakan ketidakhadiran Al-Faruq sebagai saksi, jaksa menyatakan dia telah kabur. Apakah Anda yakin Umar al-Faruq kabur begitu saja dari Bagram? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo