Di Bandung saat ini, tampak pemandangan yang hampir sama di setiap sudut kota, yaitu kemacetan, becak, spanduk bekas, kaki lima, gelandangan-pengemis, sampah, serta gubuk liar yang bertebaran menambah kekumuhan kota.
Saya heran mengapa kota yang mengklaim sebagai daerah tujuan wisata ini tidak malu mempertontonkan keruwetan kepada wisatawan yang hampir setiap minggu memadati kota ini.
Di mana akar persoalannya? Ibarat bola kusut, bila dirunut, tetap saja tidak ada ujung pangkalnya. Dan oknum pertama yang harus bertanggung jawab tentunya adalah pihak pemerintah Kota Bandung, yang notabene adalah wali kota. Institusi yang seharusnya menjadi pemimpin dan motor pendorong penciptaan kota yang tertib dan teratur ini malah sedang tidur panjang.
Buktinya? Tengoklah kawasan Bandung Indah Plaza. Kawasan elite ini telah berubah total menjadi pasar kaget yang kumuh. Ironisnya, jarak pusat perbelanjaan ini hanyalah seratus meter dari meja kerja Wali Kota Aa Tarmana. Tapi bau sampah dan semrawutnya kaki lima seolah tak mampu menembus jendela ruangan sang Wali Kota. Entah dinding balai kota yang terlalu tebal, entah indra penciuman Pak Aa yang tak berfungsi.
Ini hanyalah contoh yang sangat kecil betapa tidak responsifnya aparat terhadap ketidaktertiban. Kesimpulan saya, pemerintah kota sudah tak mampu berbuat apa-apa. Terbukti, dalam setahun ini saya kerap berkunjung ke kota ini dan saya tak melihat perubahan yang berarti alias Kota Bandung tetap macet dan makin semrawut.
Giwangkara
Pasar Minggu,
Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini