Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Bangko-bangko: babi dan tengkorak

Daerah bangko-bangko, gerung lombok barat dikenal banyak binatang buruan. pada saat perang dunia ii daerah ini dipakai kubu pertahanan jepang. akan dijadikan obyek wisata. (ils)

26 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPAROH dari wilayah Kecamatan Gerung, kabupaten Lombok Barat paling selatan berupa bukit-bukit ditutupi hutan. Terdiri dari 9 buah desa dengan jumlah penduduk lebih dari 86.000 jiwa di sini terdapat sebuah tempat bernama Bangko-Bangko. Ia bukan kampung atau desa, karena tak ada manusia yang mau tinggal di sana, meskipun arealnya cukup luas. Hanya ada sebuah kampung yang nongkrong sendirian di dekat-dekat sana, yaitu kampung Labuan Poh, yang lokasinya di tepi pantai menghadap ke arah samudra Hindia yang telanjang lepas. Di Bangko-Bangko ini banyak terdapat binatang buruan: babi hutan & menjangan. Tapi yang nauzubillah jumlahnya adalah babi hutan. Binatang-binatang ini belum banyak berkenalan dengan mahluk yang bernama manusia. Karena, di samping Bangko-Bangko ini tidak dihuni manusia, juga karena ia memang sangat jarang mendapat kunjungan manusia, terkecuali yang punya hobby berpetualang, seperti pemburu. Soalnya lagi, untuk mencapai tempat ini dengan kendaraan darat maupun laut, bukan pekerjaan mudah. Barangkali kalau kurang-kurang perlu, orang tak bakal berkunjung. Sarana perhubungan darat yang menjurus ke arah Bangko-Bangko dan juga ke beberapa desa lainnya di wilayah kecamatan Gerung, kondisinya luar biasa buruk. Di musim penghujan, jalan-jalan ini praktis tak bisa dilalui kendaraan. Maka untuk mencapainya, orang kudu berjalan kaki. Lewat laut dengan bersampan tempel cukup berbahaya. Laut selat Lombok yang terkenal ganas sering mengundang peristiwa-peristiwa yang beMkibat fatal kalau nasib lagi sial. Hunting Area Keadaan seperti itu membuat Bangko-Bangko jadi semacam daerah terselimut kabut misteri. Konon banyak pemburu yang tersesat. Atau kembali dengan tangan hampa, meski di sana binatang buruan tak terhitung jumlahnya. Bahkan tak sedikit yang jatuh sakit setiba di rumah. Dan kalau bisa sembuh bukannya di tangan dokter, tapi dukun. Menurut keterangan beberapa orang penduduk yang berdiam di sekitar itu, konon untuk berburu ke sana kalau mau berhasil -- seorang pemburu tidak hanya mengandalkan kebolehan menembak tepat sebagai syarat utama, tapi juga harus terlebih dahulu minta izin kepada para penghuni hutan yang konon terdiri dari roh-roh halus. Tentu saja minta izin lewat kebolehan dukun yang kenal akrab dengan keangkeran itu hutan. Tapi lepas dari soal yang berbau tahyul itu, mengingat binatang buruan begitu banyak jumlahnya di wilayah ini -- timbul gagasan di benak Lalu Nurdan, camat Gerung yang kebetulan punya profil wajah yang terbilang mirip Alfred Hitchock: alangkah baiknya kalau tempat yang sepi manusia tapi ramai binatang buruan itu dirubah menjadi sebuah hunting area. Kira-kira pak camat mau meniru daerah perburuan 'Baluran' di Jawa Timur, begitu. "Dengan begitu, bisa menambah jumlah objek pariwisata di NTB", kata Lalu Nurdan kepada TEMPO . Kira-kira bagaimana realisasinya? "Saya akan coba-coba mengemukakan gagasan itu kepada bupati", tambahnya. Gun Of Navarone Dari segi militer, Bangko-Bangko ternyata juga dipandang strategis. Buktinya: pada saat PD ke-II berkecamuk tempo hari, bala tentara Dai Nippon di Lombok membangun kubu pertahanan militer yang cukup ampuh di Bangko-Bangko ini. Kubu pertahanan militer di bawah tanah yang dibuat sangat permanen ini panjangnya 30 meter dan lebarnya 4 meter. Di atas kubu tersebut diletakkan secara bersusun balok-balok kayu jati yang di kiri kanannya di semen dengan baik. Di punggung kubu itu kemudian ditanami pohon-pohon jarak, agar tak tampak sebagai kubu militer. Barangkali mirip dengan kubu pertahanan militer bawah tanah Jerman yang diperlihatkan dalam film 'Gun of Navarone' yang dibintangi Gregory Peck, Anthony Quinn, dan David Niven itu. Konon, di dalam itu kubu mampu menampung sebanyak satu batalion tentara berikut amunisi-amunisi dan perlengkapan perang lainnya. Tentu saja tenaga kasar yang dipergunakan 'saudara tua' untuk membangunnya, terdiri dari ribuan penduduk pribumi yang jadi romusha. Sebuah pesawat udara Sekutu yang terbang sangat rendah, cuma beberapa meter di atas permukaan air laut, muncul secara mengejutkan dari arah selatan seraya meraung-raung mengitari kubu pertahanan militer Jepang di Bangko-Bangko itu. Tentara Jepang yang lagi berada di luar kubu tentu saja lari lintang pukang dibuatnya, ibarat segerombolan anak ayam yang secara tiba-tiba disambar seekor elang raksasa. Mereka lewat pengeras suara diperintahkan masuk ke dalam kubu oleh komandan mereka. Dan di saat itulah: setelah mereka semua berada di dalam gua beberapa butir bom dijatuhkan oleh pesawat udara Sekutu itu tepat di mulut gua. Kubu pertahanan itu hancur berantakan. Tak seorang pun dari orang-orang yang berada di dalam gua itu bisa hidup. Kabarnya tengkorak-tengkorak tentara epang masih banyak tertanam di Bangko-Bangko.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus