SUASANA Austria terasa hendak diungkapkan. Lagu Wein, Weib und
Gesang mengalun. Disusul oleh alunan An der Schonen Blauen
Donau. Dan masuklah 28 pasang debutante Melayu. Yang perempuan,
mengenakan baju panjang putih. Pasangannya (tentu saja harus
laki-laki) stelan jas rapi hitam putih, pakai kemeja
rumbai-rumbai dan pada pinggang,nya ada ikat pinggang tebal
(agar tegak dan ramping) yan jamaknya dinamakan dinner jacket.
Beberapa menit mereka melantai beriramakan walza, sementara sang
kepala rombongan yang orang Austria sibuk menggelengkan kepala,
tangannya berseliweran untuk memberi aba-aba dan kode
pasangan-pasangan yang salah tingkah dan langkah.
Bisa dibayangkan, bagaimana kacaunya kalau (misalnya) Emmy Salim
dan Fauzan Ramon yang biasanya berdansa berjingkrak-jingkrak di
diskotik Tanamur, kemudian harus bergerak irama walza. Demikian
juga itu peragawati yang namanya Atiek Sinuko atau Nisye Yunus
atau Fred Daryanto yang semuanya jadi debutante, irama walza
adalah dansa buat nenek atau orangtua mereka. Untung saja,
lantai ruang Flores hotel Borobudur tidak begitu besar. Bukan
ruang salon dansa di Wina, sehingga salah langkah bisa
terhindar. Kemudian dipertunjukkan beberapa adegan balet dari
Vienna State Opera Company. Cukup bagus. Setelah musik mengalun
lagi untuk umum, turunlah Maida dan Hasyim Ning. Emil Salim
merangkul Nelly Adam Malik, dan banyak lagi pasangan lain.
Y.P.2.S. B.
Singkatan ini bukan kode rahasia tapi kependekan Yayasan Pembina
Pembangunan Sumatera-Barat, organisasi orang Minang di rantau
(dan yang sudah jadi orang gede dan sukses) untuk membantu
kampuang nun jauh di mato. Malam dansa di atas adalah malam
Austria di Hotel Borobudur, hasil keriasama hotel itu -- KLM --
kedutaan Austria atas prakarsa nyonya Maida Hasyim Ning. Dengan
harga karcis Rp 20.000 per orang, kita bisa berdansa, makan
minum sambil melihat tari balet (yang di Austria termasuk kelas
wahid) sambil menyumbang.
Didirikan lima tahun yang lalu, yayasan ini nyatanya telah
banyak mengadakan berbagai aktivitas. Maklum niat dan prasarana
cukup besar. Dipimpin oleh Nelly Adam Malik, yayasan dalam
jangka panjangnya akan mendirikan sebuah rumah sakit untuk ibu
dan anak. Di Sumatera Barat tentunya. Selama ini, mereka telah
tiga kali paling tidak memutar film (yang berbau Minang satu:
Salah Asuhan), berkali-kali mengadakan malam dana (termasuk
malam Halalbihalal di rumah Adam Malik dengan pertunjukan "jual
suara" bagi beberapa orang nyonya gede yang menyanyi) dan tentu
saja tidak lepas dengan perkumpulan arisan. Kabarnya bukan
sembarang arisan yang cuma mengumpulkan uang, dilotre sambil
sedikit mengadakan pameran kekayaan. Menurut peraturan, anggota
yayasan yang ikut arisan diharuskan cari donatur dan uang yang
dikumpulkan dipotong 10% untuk yayasan. Hasil konkrit selama
ini: menyumbang tiga buah RS di Bukit Tinggi dan Padang Panjang.
Sebuah klinik juga telah didirikan di Jakarta. Beberapa sekolah
di sana. dilengkapi dengan alat-alat yang diperlukan. Waktu
pasar Bukit Tinggi kebakaran, yayasan juga tidak berpangku
tangan. "Usaha ini itu akan kami jalankan terus", ujar nyonya
Ilham Marasimin Murphy yang jadi Sekretaris II. Tentu saja
yayasan ini akan berjalan semakin laju. Maklum setumpuk
nama-nama cukup berbobot seperti nyonya Nursyah Kartakusumah,
nyonya Rachmi Hatta, Dr. Yetty Noor atau nyonya Rahman Tamin.
Sementara Hotel Borobudur dan KLM untuk malam Austria akhir Mei
kemarin, telah menyumbangkan 2 juta rupiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini