Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
API sudah padam di reruntuhan gedung World Trade Center, New York. Tapi kepulan hawa panas yang dilahirkan tragedi Selasa 11 September itu belum sepenuhnya pupus. Rencana Amerika Serikat menyerbu Afganistan sebagai serangan balasan terhadap aksi teror yang melenyapkan sekitar 6.000 jiwa itu telah memicu unjuk rasa di pelbagai negara yang mayoritas warganya muslim—termasuk Indonesia. Nada yang didengungkan dalam unjuk rasa itu umumnya tentang sentimen anti-Amerika.
Di Jakarta, misalnya, sekitar 1.500 orang memadati Bundaran Hotel Indonesia dua pekan silam. Ribuan manusia lain berkumpul di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat. Peserta demo rata-rata mengaku berasal dari organisasi yang bersendikan Islam. Selain menyerukan yel-yel yang menyebut bahwa teroris sejati adalah Amerika dan Israel, para pengunjuk rasa membakar bendera nasional Amerika.
Tak mengherankan, Duta Besar AS Robert Gelbard sampai mencak-mencak. Ia menilai kepolisian Indonesia tak serius melindungi kepentingan dan warga Amerika di negeri ini. Akibatnya, sebagian staf kedutaan sudah dipulangkan. Pihak kedutaan juga telah mengambil langkah pengamanan lain. Menuruti seruan Departemen Luar Negeri AS, Kedutaan Besar AS di Jakarta mengeluarkan peringatan agar warga Amerika tak berkunjung ke Indonesia.
Terhadap berbagai aksi unjuk rasa tersebut, mayoritas responden jajak pendapat TEMPO menyatakan tak berkeberatan. Bagi mereka, unjuk rasa adalah ekspresi kebebasan berpendapat yang sah. Selain itu, aksi ini—di mata mereka—menjadi per-ingatan agar Amerika tidak sewenang-wenang dan sok jadi polisi dunia. Yang menyatakan tidak setuju juga punya alasan sendiri: aksi semacam ini bisa merusak hubungan baik Indonesia-Amerika.
Berbeda dengan dukungan terhadap aksi demo, mayoritas responden jajak pendapat ini menolak kegiatan sweeping. Mereka tak setuju dengan tindakan yang berwujud ”razia” bagi warga Amerika itu. Aksi semacam ini sempat muncul di Solo, Jawa Tengah, akhir September lalu. Beberapa kelompok yang menyebut diri mereka ”laskar Islam” mendatangi beberapa hotel berbintang dan Bandar Udara Adi Soemarmo ketika itu. Bila menemukan warga Amerika, ”laskar” yang berpakaian ala ninja tersebut melakukan pengusiran.
Di mata responden, tindakan ini lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Selain melanggar hukum dan hak asasi, perilaku tersebut mereka nilai memalukan nama bangsa. ”Sweeping adalah tindakan yang tidak intelek dan harus ditentang,” kata Habib Hussein Alhabsy, Presiden Ikhwanul Muslimin Indonesia, di Jakarta, pekan lalu.
Ucapan sang Habib sungguh tepat untuk mendinginkan hati dan kepala yang panas. Seperti halnya logika sederhana berikut ini: mengapa mesti melakukan teror untuk menentang perbuatan teror?
Yusi Avianto Pareanom
Apakah Anda setuju dengan aksi unjuk rasa menentang Amerika Serikat akhir-akhir ini? | |
Setuju | 54,84% |
---|---|
Tidak setuju | 45,16% |
Apakah Anda setuju dengan aksi sweeping bagi warga Amerika? | |
Setuju | 31,2% |
Tidak setuju | 68,8% |
Bila setuju dengan demo, apa alasan Anda? | |
Kebebasan berpendapat | 54,42% |
Peringatan bagi Amerika agar tidak sewenang-wenang | 78,8% |
Solidaritas bagi warga Afganistan | 41,7% |
Unjuk rasa kepada Amerika adalah perbuatan jihad | 15,19% |
Amerika terlalu egoistis | 1,77% |
Amerika tak punya bukti kuat menuduh Usamah bin Ladin dan Afganistan | 1,41% |
*Responden bisa memilih lebih dari satu jawaban | |
Bila tidak setuju dengan demo, apa alasan Anda? | |
Cari perkara | 36,91% |
Merusak hubungan baik Indonesia-Amerika | 84,55% |
Tidak punya simpati kepada korban teror | 16,74% |
Pelaku unjuk rasa hanya cari nama | 21,03% |
Hanya membuat kerusuhan | 1,72% |
*Responden bisa memilih lebih dari satu jawaban | |
Bila setuju dengan sweeping, apa alasan Anda? | |
Biar warga Amerika merasakan sakitnya diperlakukan semena-mena | 68,32% |
Warga Amerika identik dengan pemerintah Amerika | 49,07% |
Warga Amerika berpotensi melakukan kegiatan yang merugikan umat Islam di Indonesia | 55,28% |
Indonesia tidak rugi bila tak ada turis Amerika yang datang | 16,15% |
Amerika hanya mengadu domba umat Islam | 2,48% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban. | |
Bila tidak setuju dengan sweeping, apa alasan Anda? | |
Melanggar hukum | 34,08% |
Melanggar hak asasi | 59,72% |
Memalukan nama bangsa | 47,04% |
Bisa ditunggangi para kriminal | 25,07% |
Merugikan pariwisata | 38,03% |
Membuat investor pergi dari Indonesia | 1,13% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban. | |
Metodologi jajak pendapat :
- Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 516 responden di lima wilayah DKI pada 29 September-2 Oktober 2001. Penarikan sampel dilakukan dengan metode acak bertingkat (multi-stages sampling) dengan unit analisis kelurahan dan rumah tangga. Dengan menggunakan ukuran sampel tersebut, estimasi terhadap nilai parameter mempunyai margin error sebesar 5 persen, dengan tak tertutup kemungkinan terjadinya non-sampling error. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka (56,98 persen) dan per telepon (43,02 persen).
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo