PEMERINTAH Daerah DKI kini pusing menghadapi masalah angkutan becak. Dua tahun lalu, becak yang berkeliaran di Jakarta berjumlah 7.000. Untuk mengatasi dan memusnahkan becak dengan jumlah sebesar itu, Pemda DKI terpaksa menggunakan dana APBD miliaran rupiah.
Setelah Pemda berhasil mengusir angkutan bebas polusi udara itu dua tahun lalu, kini kendaraan yang disukai ibu-ibu itu berkeliaran kembali di Ibu Kota. Apakah Pemda DKI harus mengeluarkan dana miliaran rupiah lagi ”hanya” untuk mengusir becak? Ini adalah pemborosan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dari segi program. Belum lagi bila ditelusuri cara-cara pertanggungjawaban keuangannya yang patut diduga bahwa budaya korupsinya masih kental.
Kejadian itu akan terus berulang apabila Pemda masih terus berpijak pada platform, kebijakan, dan strategi layanan publik yang masih berpegang pada pola-pola Orde Baru.
Kenapa Pemda tidak mau mereformasi diri ke pendekatan filosofi/platform/parameter pelayanan publik yang memihak kepada semua lapisan penduduk. Akan sangat tepat, patut, dan wajar sekali bila pemerintah berpihak kepada masyarakat. Kenapa anggaran miliaran itu digunakan untuk mengejar penduduk, membumihanguskan aset produktif penduduk, menutup jalan nafkah penduduk yang masih tercekik oleh krisis ekonomi sekarang, hanya karena keinginan segelintir borjuis yang ditamengi dengan peraturan?
Kenapa anggaran miliaran itu tidak digunakan untuk melatih, mendidik manusia penduduk Indonesia, yang karena nasibnya terpaksa menjadi para pengayuh becak itu, agar menjadi pengayuh becak yang berpengetahuan mengenai tertib dan berdisiplin di lingkungan dia mengayuh becak itu? Tidak satu pun mereka sebenarnya rela menjadi pengayuh becak bila ada peluang yang lain. Tapi mereka tepaksa, sambil menunggu waktu yang tepat beralih ke profesi yang lebih bermartabat.
SINAGA
Jalan Kayumas Selatan C/29
Pulogadung, Jakarta Timur
[email protected]
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini