UMPAMA kata Perdana Menteri Li Peng yang direncanakan tiba Senin pekan ini mengaku tahu tentang TEMPO, majalah ini, hal itu bukan sesuatu yang ajaib. Hubungan diplomatik RI-RRC memang baru dicairkan pekan ini. Tapi sudah lama majalah Anda ini beredar di RRC, setidaknya di Beijing, ibu kota negeri yang berpenduduk satu milyar lebih itu. Soalnya, di Universitas Beijing, beberapa mahasiswa tak asing dengan TEMPO. Yakni para mahasiswa jurusan Indonesia -- jurusan yang dibuka di universitas itu pada 1949. Di jurusan itu sering artikel TEMPO dijadikan bahan ujian tentu saja setelah 1971, tahun terbitnya majalah ini. Dan bukan cuma TEMPO. Terjemahan sejumlah novel Indonesia juga beredar di RRC. Misalnya Bila Malam Bertambah Malam dan Pabrik, dua novel Putu Wijaya, wartawan TEMPO itu. Atau buku kumpulan puisi Ajip Rosidi. Bahkan ada juga roman dari masa Pujangga Baru, misalnya karya Nur Sutan Iskandar. Bila kami tahu soal itu, sebab bukan cuma majalahnya, juga wartawan TEMPO terhitung sering masuk ke RRC -- tentu saja bukannya sekali seminggu. Seiichi Okawa, Kepala Biro TEMPO di Tokyo, adalah orang TEMPO pertama yang ditugaskan ke sana. Selama satu setengah bulan, akhir 1984, ia mengunjungi sejumlah kota: Beijing, Shenzhen, Guangzhou, Shanghai, antara lain. Tapi itulah Negeri Tirai Bambu. Sekalipun bisa berkeliling negeri, siang malam Okawa dikawal seorang petugas dari Asosiasi Wartawan RRC, yang seluruh biaya transpor, hotel, dan makannya ditanggung Okawa. Okawa bisa agak leluasa keliling RRC karena ia orang Jepang. Sementara itu wartawan Indonesia biasanya baru bisa masuk ke negeri silat Shaolin ini bila mengikuti konperensi-konperensi internasional, meliput peristiwa olahraga, atau meliput kunjungan Kadin. Pertengahan 1985, misalnya, Susanto Pudjomartono mendarat di Beijing bersama rombongan Kadin. Tahun berikutnya Mohamad Cholid mengikuti lawatan pertama tim bulu tangkis Indonesia ke Fuzhow. Lalu pada 1987, A. Dahana dan Toriq Hadad pergi ke Beijing meliput Kejuaraan Bulu Tangkis Asia. Dua bulan sebelum peristiwa berdarah Tiananmen meletus, April 1989, Isma Sawitri berada di Beijing untuk meliput sidang tahunan Bank Pembangunan Asia. Ketika itu Beijing sudah ramai oleh aksi-aksi mahasiswa pro-kebebasan. Kemudian, mulai awal Juli lalu, selama setengah bulan A. Dahana (bersama Diah Purnomowati) kembali mengunjungi RRC, menyertai rombongan Menlu Ali Alatas. Dahana, selain Penanggung Jawab Rubrik Luar Negeri TEMPO, adalah ketua Jurusan Cina di Fakultas Sastra UI. Sinolog itu meraih titel doktor dari Universitas Hawaii. Bila hampir mereka semua membawa oleh-oleh jam tangan buatan negeri itu, bukan karena jam tersebut lebih tepat menunjukkan waktu. Melainkan semata, kata Susanto, karena "merk jam tangan itu Tempo" -- dan sudah pasti bukan buatan TEMPO .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini