Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Bobolnya Penjara Ibu Kota

28 Juli 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERUSUHAN pecah di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta, Medan, Kamis sore tiga pekan lalu. Ratusan narapidana mengamuk dan membakar penjara. Dua sipir dan tiga narapidana tewas terbakar. Sebanyak 240 narapidana menjebol gerbang utama dan kabur. Diduga buruknya fasilitas penjara menyebabkan para penghuni hotel prodeo itu mudah dihasut untuk memberontak. Bayangkan, penjara berkapasitas 1.095 orang ini dijejali 2.600 narapidana.

Perihal kerusuhan dan kaburnya narapidana pernah menjadi laporan utama majalah Tempo edisi 8 Juni 1985. Kala itu, 32 narapidana kabur dari Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat, di siang bolong. Kerusuhan bermula pada Ahad siang beberapa hari sebelumnya, ketika seorang narapidana bernama Bambang Heru ditampar petugas. Syamsul Bachri, petugas pengawas saat itu, jengkel karena Heru menolak membersihkan bangsal yang dihuninya.

Heru adalah gembong perampok paling ditakuti. Ia otak perampokan di Jalan Kwini, Jakarta Pusat, pada 1984. Selain menembak korbannya, dalam perampokan itu gerombolan Heru menggondol uang serta perhiasan senilai Rp 1 miliar. Aksinya menjadi buah bibir di dunia para garong.

Setelah dipenjara, pengaruh Heru masih besar. Ia bisa leluasa menyuruh narapidana lain membersihkan bangsalnya. Tapi hari itu Heru sengaja membuat gara-gara dengan membangkang perintah petugas. Ia lalu menggunakan peristiwa penamparan itu untuk membakar emosi narapidana lain, terutama anak buahnya.

Mengumpulkan puluhan tahanan, Heru mencari Syamsul di ruang staf penjaga. Membawa pisau, mereka menembus pintu empat, tiga, dan dua, yang ternyata tidak terkunci. Tiga belas petugas penjara di bawah pimpinan komandan regu dua Lutfi Husni keder dan kabur entah ke mana.

Satu-satunya petugas yang masih punya nyali hanya Adiwinata. Dengan hati kecut ia berusaha menghadang di gerbang utama. Namun tahanan yang beringas tak lagi peduli terhadap bunyi bedil yang ditembakkannya. Bak air bah, mereka melindas Adiwinata. Sipir itu terkapar dengan perut tergores senjata tajam.

Selanjutnya, dengan mudah para narapidana mencongkel gembok gerbang utama yang ring pengunci lidah engselnya ternyata sudah rusak dan copot. Lalu, mirip adegan film, 32 tahanan menghambur ke dunia luar. Ada yang mencegat taksi. Yang lain menyetop kendaraan umum, memaksa para penumpang turun, selanjutnya meminta sopir tancap gas. Ada pula yang lebih percaya pada otot kaki, berlari secepat mungkin.

Kaburnya puluhan tahanan itu membuat geger. Bukan hanya karena Rumah Tahanan Salemba adalah penjara di Ibu Kota yang sekaligus menjadi penjara percontohan, tapi lantaran sebagian besar tahanan yang kabur adalah penjahat kelas berat. Dari 32 tahanan, sepuluh dari kasus narkotik. Satu di antaranya Husni alias Yono, gembong narkotik terhukum mati yang tengah menunggu putusan Mahkamah Agung. Dua belas lainnya, termasuk "kelompok Kwini", adalah tahanan kasus pembunuhan dan pencurian dengan kekerasan. Sepuluh orang sisanya pencuri biasa.

Lima hari setelah peristiwa itu, Kepala Kepolisian Daerah Jakarta membentuk Satuan Tugas Buru 32. Dikomandani Kepala Dinas Kriminil Khusus Polda Jakarta Mayor Zyaeri, mereka diberi waktu tiga bulan untuk menangkap ke-32 tahanan yang kabur, hidup atau mati. Pencarian juga dilakukan di polda-polda lain.

Satu pekan kemudian Hendro Sucipto, rekan Heru di "kelompok Kwini", tewas dengan punggung tertembus pelor panas polisi di Klender, Jakarta Timur. Menurut polisi, Hendro terpaksa ditembak karena berusaha kabur. Polisi meminta media memberitakan penembakan itu. "Kau pasang besar-besar itu foto Hendro, biar yang lain menyerahkan diri," ujar Kepala Ditserse Polda Jakarta Kolonel Usman Ibrahim.

Keder, tujuh pelarian menyerahkan diri. Namun mereka cuma penjahat kelas teri, seperti Wiwi, pencuri tape recorder yang dihukum empat setengah bulan penjara. Juga ada Peng An alias Yakop, maling kendaraan bermotor.

Hingga berita itu dibuat, penjahat kelas berat seperti Heru dan kelompok Kwini masih buron.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus