Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Perang Bintang di Badan Antinarkoba

28 Juli 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEGINILAH akibatnya kalau sebuah perkara kriminal sengaja ditutup-tutupi, dipetieskan, atau dibiarkan menguap ditelan awan. Muslihat yang sudah mentradisi dan lazim terjadi di kepolisian karena menyangkut kasus personelnya sendiri ini tentu akan berdampak buruk pula. Selain persoalannya jadi menggantung, tak jelas pula siapa yang sesungguhnya bersalah lantaran telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Tengok saja perkara seorang anggota Badan Reserse Kriminal, Komisaris Polisi Albert Dedi. Ia ketahuan menyelinap ke ruang tata usaha yang berhadapan dengan ruangan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Benny Jozua Mamoto. Dari rekaman televisi sirkuit, tampak bahwa bekas anggota staf BNN itu sembunyi-sembunyi masuk pada malam hari mengambil sejumlah dokumen penting. Sungguh aneh jika Badan Reserse Kriminal buru-buru memastikan Albert cuma mengambil slip gaji.

Penyelidikan kasus Albert terkesan kurang tuntas. Badan Narkotika seharusnya tak tinggal diam kalau ternyata dokumen yang dicolong Albert memang tergolong penting. Mereka harus terus memperkarakan pengambilan dua map berisi 125 file penting yang berkaitan dengan kasus-kasus gawat yang sedang diselidiki Badan Narkotika, termasuk kejahatan pencucian uang dengan tersangka seorang pengusaha money changer, Helena. Bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, BNN telah menelusuri aliran uang Helena yang diduga berkaitan dengan bisnis narkoba.

Bahwa Helena, pemilik PT Sky Money Changer, melaporkan Benny ke Badan Reserse Kriminal karena rekeningnya yang diblokir BNN tak kunjung dibuka, tentu ini perkara lain lagi. Badan Reserse Kriminal juga harus mengusut laporan Helena, yang mengaku telah menyetorkan US$ 40 ribu dan Rp 100 juta kepada Benny melalui perantaraan orang dekatnya. Bantahan Benny bahwa dia sama sekali tak menerima fulus dari Helena bukan lantas menutup dugaan suap ini. Benny berdalih tetap memblokir rekening berisi Rp 5,3 miliar itu karena penyelidikan kasus Helena belum selesai.

Kasus yang berkelit-kelindan ini seharusnya dibikin terang-benderang. Badan Reserse Kriminal perlu segera memeriksa Benny untuk dua perkara sekaligus: laporan dugaan suap dan pemerasan terhadap Helena serta perbuatan Albert. Apalagi Albert punya rekam jejak kelam: dikeluarkan dari BNN karena bersahabat dengan bandar narkoba dan mengkonsumsi sabu-sabu saat bertugas. Harus pula diperjelas apakah Albert mengambil dokumen itu atas inisiatif sendiri atau suruhan kantornya. Jika dokumen yang diambil tak penting, mengapa dia harus menyelinap malam-malam dan mengancam penjaga kantor agar tutup mulut?

Sungguh tak elok jika dua instansi penegak hukum itu kini bersitegang dalam perkara ini, bahkan terkesan saling menyandera dengan memainkan kartu truf masing-masing. Sebaiknya soal ini diselesaikan secara profesional. Tak perlulah dibumbui dengan motif berebut kursi Deputi Pemberantasan yang ditinggalkan Benny. BNN cenderung menjagokan Petrus Golose, Deputi Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, sedangkan Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo telanjur menerbitkan telegram rahasia yang mengangkat Arman Depari, Direktur Tindak Pidana Narkoba Markas Besar Kepolisian.

Perang bintang berupa persaingan mengusulkan dua calon ini tak usah diperuncing. Serahkan sepenuhnya kepada tim penilai akhir yang diketuai Wakil Presiden Boediono untuk menakar dua kandidat itu. Kalau memang keduanya punya rekam jejak buruk, atau diusulkan oleh pejabat yang diduga bersentuhan dengan mafia narkoba, mending batalkan saja. Carilah kandidat yang lebih baik dan punya reputasi bagus untuk menduduki posisi strategis ini.

Penyelesaian kasus Albert, Helena, dan Benny tak boleh dikaitkan dengan ambisi pemimpin kedua badan penting itu, yang punya kans sama-sama kuat menjadi "Trunojoyo Satu". Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo akan pensiun Januari tahun depan. Karena itu, Kepala Polri harus tegas menuntaskan urusan ini. Kalau tidak, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa memerintahkan Kepala Polri membentuk tim gabungan untuk memeriksa kedua polisi tersebut. Pemeriksaan oleh tim gabungan jelas lebih fair ketimbang hanya oleh instansinya sendiri.

Jika Benny terbukti menerima duit seperti yang dituduhkan Helena, dia harus mendapat sanksi. Demikian pula Albert. Jika pencurian yang dia lakukan itu berkaitan dengan dokumen rahasia dan atas perintah seseorang, ia dan yang memerintahkannya harus dihukum seberat-beratnya. Kita tak boleh membiarkan mafia narkoba melakukan segala cara untuk mendudukkan orang-orang mereka di jabatan strategis agar bisa mengontrol lembaga pemberantas narkoba, termasuk BNN.

berita terkait di halaman 84

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus