Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TRANSPORTASI udara Indonesia tengah tumbuh pesat. Tahun ini pemerintah menargetkan pengoperasian 12 bandar udara baru. Salah satunya Bandar Udara Kualanamu di Deli Serdang. Pembukaan bandara itu pada 25 Juli lalu cukup menarik perhatian publik. Pasalnya, bandar udara internasional terbesar kedua setelah Bandar Udara Soekarno-Hatta itu terintegrasi dengan kereta api, yang pertama di Indonesia.
Majalah Tempo edisi 6 Juli 1985 pernah mengulas ihwal kehebohan yang terjadi pada awal pembukaan Bandar Udara Soekarno-Hatta atau sering disebut Bandar Udara Cengkareng. Pembukaan bandara terbesar Indonesia itu sempat diwarnai teror bom.
Pada awal Juli 1985, beberapa hari sebelum bandara itu diresmikan Presiden Soeharto, sebuah gapura bergaya Bali setinggi 17 meter berdiri di ujung Jalan Tol Profesor Sedyatmo, gerbang masuk utama ke bandara. Papan petunjuk terlihat di sana-sini, memandu penumpang supaya tak tersasar. Maklum, bandara yang menghabiskan biaya Rp 455 miliar itu memiliki luas 2.400 hektare atau hampir seperempat luas Kota Bandung.
Dirancang P. Andreu, arsitek yang juga mendesain Bandara Charles de Gaulle, Prancis, bandara baru ini memiliki landasan pacu yang dapat didarati pesawat ukuran jumbo. Soekarno-Hatta ditargetkan mampu menampung 9 juta penumpang per tahun. Kapasitasnya akan melonjak hingga 31,4 juta penumpang bila dua terminal tambahan selesai dibangun. Ini jauh melebihi kapasitas lapangan terbang Subang, Kuala Lumpur, yang kala itu hanya mampu melayani 4,05 juta penumpang.
Untuk memudahkan komunikasi, sekitar 4.000 sambungan telepon dipasang di sana. Tidak lupa, sebuah logo untuk bandar udara modern juga disiapkan, dengan tulisan: "Jakarta International Airport Soekarno-Hatta". Singkat kata, kondisinya jauh lebih baik dibanding awal pembukaannya pada April sebelumnya.
Satu hal yang agak mengganggu adalah pengawasan penumpang yang terlalu ketat. Petugas tetap menggeledah dan membongkar barang bawaan penumpang meski setiap pintu masuk telah dilengkapi detektor. "Ini adalah cara terbaik dan paling aman," ujar Direktur Utama PelabuhÂan Udara Cengkareng Karno Barkah. Pengamanan ekstraketat itu bukan tanpa alasan. Kala itu dunia sedang heboh oleh kasus pembajakan pesawat TWA di Beirut, Libanon.
Situasi menjadi tegang ketika ada telepon gelap mengatakan pesawat Boeing A-310 milik Singapore Airlines yang akan mendarat pada Senin sore, 1 Juli 1985, membawa paket berisi bom. Cengkareng geger. Menteri Perhubungan Roesmin Nurjadin langsung ke sana.
Ketika mendarat, pesawat berkode penerbangan SQ 206 yang baru datang dari Singapura itu tidak diperkenankan masuk landasan parkir. Pesawat diminta berhenti di taxi way 201 dan segera dikepung mobil pemadam kebakaran. Penumpang dan awak pesawat dievakuasi menggunakan tangga balon darurat. Mereka diangkut ke terminal A-5 untuk diisolasi dan diinterograsi. Tak satu pun barang boleh dibawa. Sementara itu, tim penjinak bom Gegana, satuan antiteror Polri, masuk dan mengaduk-aduk isi perut pesawat.
Menggunakan detektor peledak, polisi menemukan empat koper mencurigakan. Mereka lantas membungkusnya dengan selimut bom dan memasukkan ke keranjang bom. Koper dapat dijinakkan: isinya ternyata hanya pakaian dan alat kosmetik. Tampaknya, selain peka terhadap bahan peledak, detektor peka pada bau parfum dan serbuk seperti bedak.
Tidak lama, petugas menemukan barang yang lebih mencurigakan: sebuah bungkusan sebesar kardus pesawat TV 14 inci. Tak satu pun penumpang mengaku memilikinya. Sama seperti empat koper sebelumnya, kotak tak bertuan itu segera disungkup dalam keranjang bom. Dengan hati-hati tim Gegana membuka kotak. Para petugas lain menyaksikannya dengan jantung berdebar. "Ternyata, yang ditemukan enam buah jeruk sunkist dan dua helai kain sarung," tutur seorang perwira Polda Metro kepada Tempo sambil tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo