Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Calon Pembantu Soeharto

29 Juni 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENAM bulan setelah anggota Kabinet Kerja terpilih, suara-suara perombakan mulai mengemuka terhadap susunan kabinet ini, yang ternyata kinerjanya tak terlalu memuaskan. Presiden Joko Widodo pun tengah bersiap menyusun ulang para pembantunya. Kabarnya, ia sudah memegang kriteria dan hasil penilaian dari banyak lembaga dengan angka-angka atas kerja para menteri itu.

Pada zaman ketika pemerintah harus menimbang suara partai, reshuffle seolah-olah tak lagi menjadi hak prerogatif presiden. Jokowi harus mendengar suara-suara partai pendukungnya jika tak ingin programnya diganggu di parlemen. Ini beda sekali dengan reshuffle pada zaman Soeharto. Pada 20 Maret 1993, majalah Tempo mengulas penunjukan menteri yang jauh berbeda dengan zaman sekarang.

Yang disebut reshuffle adalah pergantian menteri pada periode baru Soeharto jadi presiden. Pada 1993 itu, namanya Kabinet Pembangunan VI. Dan semua tergantung Soeharto. Jika mengacu pada Garis-Garis Besar Haluan Negara, kemungkinan komposisi kabinet baru tak terlalu banyak berubah. Hanya mungkin ada pergantian personalia di sana-sini.

Secara keseluruhan, pelaksanaan GBHN 1988 dinilai berhasil oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pertanggungjawaban Mandataris diterima tanpa catatan. Untuk melihat keberhasilan pelaksanaan pembangunan itu, bisa pula masuk ke sektor atau bidang tertentu. Sektor atau bidang tertentu itu mungkin bisa diukur tingkat keberhasilannya. Paling tidak, bisa dibandingkan dengan program yang disiapkan.

Setiap menteri mempunyai tugas yang harus dipertanggungjawabkan kepada presiden. Ada yang menghendaki perlunya suasana lebih terbuka sehingga anggota kabinet pun bisa "dievaluasi", misalnya oleh mitra kerjanya di Dewan Perwakilan Rakyat. Semua itu tak lain demi kepentingan nasional secara keseluruhan.

Dan bagaimana para menteri itu melakukan tugasnya? Ada menteri yang berterus terang, tapi ada pula yang hati-hati.Tak semuanya tergolong sukses. Juga tak ada hubungannya dengan yang akan terpakai lagi atau tidak dalam Kabinet Pembangunan VI nanti. Ukurannya kuantitatif dan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Dari soal posyandu, wartel, sambungan telepon, sekolah, lapangan kerja, bunga bank, perumahan rakyat, kenaikan industri, penyebaran industri, hingga ancaman lingkungan hidup.

Prestasi diplomasi sungguh mencengangkan, dan ini tampak dalam peran Indonesia di dunia internasional yang kian menonjol selama lima tahun terakhir. Dari soal Kamboja, ASEAN, G-15, dan puncaknya KTT Nonblok. Demikian pula bidang politik dalam negeri yang stabil. Konflik di dalam organisasi sosial-politik kian reda, partisipasi masyarakat dalam pemilu penuh antusiasme, gangguan serta gejolak keamanan bisa diredam, dan lain-lain. Demikian pula di bidang ekonomi. Pertumbuhan rata-rata lebih dari 6 persen, ekspor nonmigas meningkat tajam, investasi tumbuh subur, dan tabungan pemerintah senantiasa bertambah. Jumlah orang miskin turun dari 70 persen pada 1970 menjadi 15 persen atau 27 juta jiwa.

Apakah semua penilaian itu menjadi bahan penunjukan menteri baru? Hanya presiden yang tahu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus