Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERGUNJINGAN soal calon presiden mendatang terus bergulir seiring tumbuhnya banyak parpol yang terdaftar ikut Pemilu 1999. Banyak komentar, baik dari kalangan mahasiswa maupun politikus, yang mensyaratkan calon presiden mendatang harus minimal S-1, pria, dan pintar berdebat. Menilik "syarat-syarat" yang harus disandang calon presiden mendatang, saya jadi bertanya: "Apa benar bila presiden yang terpilih nanti menyandang predikat S-3 plus pintar berdebat, lalu dapat memimpin negara dan bangsa ini dengan adil, arif, dan bijaksana?"
Faktanya, justru oleh orang yang menyandang titel "mentereng" dan pintar berdebat itulah hukum dan keadilan dijungkirbalikkan. Dari debat silat lidah yang lihai, muncul kosakata "salah prosedur" untuk melindungi koruptor, "tidak bersih lingkungan" untuk menyingkirkan "yang berseberangan pendapat", dan segudang kosakata lainnya.
Apalah artinya seorang presiden bertitel S-5 sekalipun kalau jiwanya bobrok. Apalah artinya seorang presiden berpredikat "juara debat terbuka", kalau nantinya muncul kosakata "keliru menafsirkan pedoman operasional" untuk melanggengkan konco-konconya ber-KKN.
Tidak perlu dipermasalahkan apakah presiden itu wanita atau pria, tamatan SD atau bertitel. Yang penting, ia berjiwa bersih, cinta dan dicintai rakyat, arif, dan bijaksana. Dengan demikian, pemerintahannya pasti akan mendapat dukungan.
K.S. FAN
Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo