Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kisah Indonesia meraih gelar Piala Thomas pada 1984
Indonesia menjadi juara setelah mengalahkan Cina dengan skor ketat: 3-2
Di partai final dua pemain unggulan Indonesia kalah, tapi kemudian pemain lain berhasil membalikkan keadaan.
SETELAH menunggu selama 19 tahun, Indonesia kembali merengkuh gelar juara Piala Thomas setelah mengandaskan perlawanan Cina dengan skor 3-0 di final pada Ahad, 17 Oktober 2021. Pemain dan pelatih badminton Indonesia berhamburan ke lapangan di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, setelah Jonatan Christie mengalahkan Li Shi Feng lewat rubber game.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertarungan final di Piala Thomas 2020 mirip dengan di Piala Thomas 1984. Ketika itu, Indonesia keluar sebagai juara setelah mengalahkan Cina dengan skor 3-2. Cerita kemenangan itu tereportase dengan baik dalam artikel majalah Tempo edisi 26 Mei 1984 dengan judul “Mengecoh Cina Merebut Piala”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Liem Swie King merundukkan kepalanya dari sambaran shuttlecock yang dilepaskan pemain ganda Republik Rakyat Cina, Sun Zhian. Kartono, yang sudah siap menangkis serangan itu di belakang, tiba-tiba berkelit dan mengelakkan raketnya. Bola mendarat sekitar sepuluh sentimeter dari garis belakang. Penjaga garis merentangkan tangan lebar-lebar, tanda bola keluar.
Ribuan penonton, yang sedang dicengkam ketegangan menanti kemenangan tim Indonesia, menjerit kegirangan. Sementara itu, Kartono melepaskan ketegangan dengan menelentangkan dirinya di lapangan, tanda pertarungan yang menentukan itu sudah berakhir untuk kemenangan timnya, 18-14, 15-12.
Stadion Negara Kuala Lumpur yang menjadi arena pertandingan final tim Indonesia versus RRC memperebutkan Piala Thomas, Jumat malam pekan lalu, dalam sekejap berubah menjadi kancah pesta-pora pemain, ofisial, dan sekitar 3.000 pendukung Indonesia. Seorang pemuda berpakaian hijau tiba-tiba menyelusup dan berada di tengah lapangan untuk mencium court tempat King berdiri beberapa detik sebelumnya.
Bendera Merah Putih berkibar di sekeliling stadion dan “Indonesia Raya” bergema tanpa ada yang memberi komando. Disengat kegembiraan yang tak tertahankan, pemain putri Ivanna dan seorang temannya berlari membawa bendera Merah Putih mengelilingi stadion. Menteri Pemuda dan Olahraga Abdul Gafur meninggalkan Sultan Kelantan, Ismail Petra, di tribun kehormatan untuk datang mengucapkan selamat dan merangkul para pemain.
King menangis terisak-isak dalam pelukan pelatih Tan Yoe Hok. Sementara itu, “Garuda Pancasila” dan “Indonesia Raya” terus dikumandangkan para pendukung yang tak kuasa menahan kegembiraan. “Stadion Negara seolah-olah milik orang Indonesia,” bisik Sultan Kelantan berkelakar kepada Duta Besar Indonesia, Rais Abin.
Kemenangan yang menentukan King/Kartono atas pasangan RRC, Sun Zhian/Tian Bingyi, pada partai kelima yang baru berakhir pada pukul 1 dinihari waktu setempat itu diawali dengan pertandingan partai terdahulu yang mencemaskan. Di depan sekitar 12 ribu penonton yang memadati Stadion Negara, tepat pada pukul 19.00 waktu setempat, pemain tunggal pertama Liem Swie King kalah oleh Luan Jin dari RRC.
Ketika Hastomo Arbi tampil sebagai pemain tunggal kedua melawan Han Jian, tak ada yang menduga anak Kudus bertubuh kecil tapi ganteng itu bisa menebus kekalahan King. Sudah tiga kali dia berhadapan dengan Han Jian dan semua laga berakhir dengan kekalahannya. Tapi malam itu Han Jian benar-benar berhadapan dengan lawan yang benar-benar ngotot mau membalas.
Di partai ketiga, Icuk Sugiarto yang diharapkan bisa menyumbangkan satu angka lagi malah menjadi bulan-bulanan pemain RRC, Yang Yang. Setelah memimpin 2-0 di set pertama, Icuk digempur habis-habisan oleh pemain kidal itu di daerah pertahanannya. Bola-bola lob Icuk disambar Yang Yang dengan smes menukik bagaikan peluru ke arah kiri Icuk.
Angka sekarang 2-1 untuk tim RRC. Pemain kawakan Christian Hadinata, yang berpasangan dengan Hadibowo, tahu betul dialah yang akan menjadi kunci untuk membuka kembali peluang Indonesia. Dan menang. Kedudukan berubah menjadi sama kuat 2-2.
King/Kartono menjadi penentu dalam pertandingan terakhir. Mereka turun bertarung melawan Sun Zhian/Tian Bingyi. Menjelang dinihari itu, suasana mencekam kubu tim Indonesia sampai ke ubun-ubun. Para pemain yang berkumpul di deretan kursi tim Indonesia meneriakkan suara mendukung pasangan yang menentukan nasib tim Indonesia itu. Dukungan itu tidak sia-sia karena pasangan yang tidak direncanakan merebut Piala Thomas tersebut menang.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo