"BREAK sepuluh-tigatiga, break sepuluh-tigatiga .... Charlie
Bravo Papa Limakosong, mohon bantuan sepuluh-tujuhpuluh. Buat
rekan-rekan di jalur ini, mohon bantuan untuk segera
sepuluh-duasatu. Terjadi sepuluh-tujuhpuluh, sepuluh-duapuluh di
jalan . . . Charlie Bravo Papa Limakosong, sepuluh-duatiga pada
channel 9 untuk penjelasan dan berita lebih lanjut."
Kalimat-kalimat yang penuh sandi ini penuh teka-teki. Tapi bagi
para pemilik pesawat citizen band (CB), kalimat-kalimat itu
berarti "Hallo, S.O.S., hallo, S.O.S. Pemilik CB 50/Jakarta
Pusat, mohon bantuan untuk menghubungi lewat telepon. Terjadi
kebakaran di lokasi jalan . . . Pemilik CB 50/Jakarta Pusat pada
saluran 9, untuk penjelasan dan berita lebih lanjut." Saluran 9
bagi kalangan pemilik CB adalah khusus untuk berita-berita gawat
yang menyangkut ketertiban umum, keselamatan umum dan juga
keselamatan negara. Bisa meliputi kebakaran, banjir dan bahaya
lainnya. Saluran ini adalah saluran emergency yang berlaku di
kalangan CB internasional.
Barang Mainan
Berita S.O.S. tersebut berasal dari Rahmat Ismail, yang di dalam
mobilnya ada CB-nya, lewat di dekat Blok M, Kebayoran Baru
(Jakarta) melihat asap mengepul dari sebuah alat pendingin di
kantor yang tanpa penjaga. Rahmat, bujangan yang baru saja lulus
pada Fakultas Psikologi Ul, adalah penggemar CB atau KRAP
(Komunikasi Radio Antar Penduduk). Ia mempunyai hobi
mengutak-atik radio dan ketika mendapat kesempatan ke luar
negeri sebuah CB dibelinya.
KRAP pertama kali masuk Indonesia sekitar 1950, sebagai alat
komunikasi militer. Bagaimana KRAP menjadi prasarana hobi,
dimulai sekitar 4 tahun yang lalu. Pemiliknya tadinya hanya
beberapa orang saja, yaitu mereka yang sering ke luar negeri
atau mempunyai orang tua yang mudah ke luar negeri. Di sana
pesawat CB dibeli.
KRAP masuk ke Indonesia biasanya digolongkan sebagai barang
mainan dalam bentuk handie talkie. Karena itu mereka yang sering
keluar masuk lapangan udara Halim Perdanakusuma dengan mudahnya
mencangking KRAP ini.Di dalam negeri selain tidak dijual secara
resmi, juga harganya jauh lebih mahal dibanding di luar negeri.
Prosedur maupun tata cara komunikasi antara KRAP dan radio
amatir berbeda. Penggemar KRAP tidak perlu paham teknik
komunikasi seperti halnya penggemar radio amatir. Juga gelombang
yang dipakai KRAP (26,96 Mc sampai dengan 27,41 Mc) tidak
dikuasai Orari (Organisasi Radio Amatir) atau RRI. Pada
dasarnya, KRAP yang hanya memerlukan arus listrik 5 watt, adalah
alat komunikasi udara lokal yang bersifat sosial, saling
tolong-menolong. Jarak jangkau datar umumnya mencapai radius 45
km--tapi ada pula jenis yang bisa mencapai Jakarta-Hamburg.
Untuk bisa mencapai kawasan yang lebih luas, CB jenis SSB
(Single Side Band) yang mempunyai pemancar AM CB atas dan bawah,
akan mempunyai daya kirim dan terima tanpa batas. Jenis ini
mempunyai 69 saluran dengan daya listrik 12 watt. Harga CB atau
KRAP di Amerika Serikat dari US $ 75 sampai sekitar US $ 600.
KRAP buatan Asia (Taiwan atau Jepang) dapat lebih murah.
Memiliki KRAP lebih murah dan praktis daripada telepon. Berapa
lama saja kita bicara, tak usah risaukan rekening seperti pada
telepon. KRAP juga mudah dipindah-pindahkan, mulai dari kamar
tidur sampai ke mobil. Harga KRAP jauh lebih murah kalau
dibanding telepon mobil yang bisa mencapai Rp 7,5 juta.
Karena itu, jumlah pemilik CB menjamur selama tahun-tahun
terakhir ini. Di Jakarta, ada sekitar 3.000 penggemar yang
tergabung dalam CBRC (City Band Radio Club) dan diperkirakan
berjumlah 10.000 penggemar di seluruh Indonesia.
Di antara para pemilik KRAP, ada yang membuat sendiri pesawat
itu. Di Medan, Jalan Asia Medan, misalnya ada beberapa toko yang
menjual komponen KRAP. Bahkan seorang yang bernama Abun, telah
sanggup menjadi tukang betul KRAP, walaupun penggemar KRAP di
Medan tidak sebanyak Jakarta.
Di Surabaya, sepertigadari 50 penggemar KRAP membuat sendiri
radio mereka dengan ongkos paling banter Rp 15 .000 sebuah.
"Jadi anggota kami tidak selalu dari mereka yang mampu," kata
Mammik Slamet, Wakil Ketua J.T.R. (Juliette Tango Romeo) kini
yang bisa juga berarti Jawa Timur. "Anggota kami mulai dari
pelajar sampai ABRI," tambah Slamet.
Di Bandung, walaupun sebagian besar pemilik KRAP adalah remaja,
para pedagang di sekitar Braga lebil senang memiliki KRAP
ketimbang telepon. Alasan mereka, kalau ada hal-hal mendadak
--seperti huru-hara-- KRAP lebih cepat dan praktis dari pada
telepon yang sering macet. Di kota ini, ada sekitar 1.300
pemegang KRAP yang tergabung dalam Organisasi Gelombang
Masyarakat. Bahkan ada dua pabrik yang merakit komponen KRAP.
Di Jakarta, April 1979, Direktorat Jenderal Telekomunikasi
menulis surat kepada Laksusda Jaya yang menyatakan bahwa CBRC
adalah organisasi gelap atau paling tidak, tanpa izin dari
instansi yang berwenang. Laksusda Jaya memberikan reaksi akan
hal ini dengan menyita KRAP dan peralatannya. Setahun lebih para
bekas CBRC minta legalisasi kepada Gubernur DKI, Laksusda dan
Bakin. Belum usai urusan ini, Operasi Sapujagad menyita
sisa-sisa vang masih ada--meskipun kemudian diumumkan
pesawat-pesawat yang disita itu akan dikembalikan.
Bagi kalangan remaja, pesawat CB memang mengasyikkan. "Kita bisa
ngobrol dengan penggemar lain yang belum pernah saling jumpa,"
kata Rahmat lsmail, bekas aktivis CBRC. Organisasi ini tadinya
mempunyai anggota yang mewakili golongan dokter, pengacara,
pengusaha, bahkan para orang tua atau para pensiunan ABRI.
Anggotanya yang terbesar dari kaum muda.
"Selain sebagai pemuas batin," kata John Pieter dari Yogya,
"melalui CB kawan saya tambah banyak." Solidaritas pemilik CB
cukup baik. John kemudian cerita pada suatu hari Honda Civicnya
macet di daerah Cirebon, larut malam. "Saya calling kepada siapa
saja minta bantuan," kata John. Tak diduga, yang datang ada 13
orang! "Mereka ramai-ramai menolong saya, bahkan saya disuruh
menginap," lanjut John. Di Yogya, ada sekitar 400 orang pemilik
KRAP dan dua perkumpulan besar: Alpha Bravo dan Zero Alpha.
Sebelum Operasi Sapujagad, di kalangan para pemilik KRAP di
Jakarta dikenal saluran khusus yang bernama channel asmara.
Jalinan asmara sering terpadu lewat saluran ini. Di kalangan
remaja inilah, lahir bahasa CB yang cuma diketahui oleh mereka
saja. Misalnya kode sepuluh-dua, bisa berarti "anda terdengar
jelas", atau dapat pula berarti "ada cewek cakep" atau "ada
cowok keren". Pokoknya segala sesuatu yang menyenangkan, mereka
sebut sepuluh-dua.
Seperti di beberapa negara, organisasi CBRC yang kini sedang
dibekukan juga telah menerbitkan kamus kecil disertai daftar
anggota dan nomor kode masing-masing. Misalnya QRB berarti
"berapa jarak anda dari tempat saya?", QTR untuk "jam berapa
sekarang?" Dan kalau sepuluh-seratus berarti "saya akan ke kamar
mandi". Kalau ada kalimat alpha, sepuluh-duasembilan artinya
"Waktu kontak untuk istri nih." Kumis dalam peristilahan KRAP
berarti "antene".
"Tapi jangan sekali-kali ngomong jorok di udara," kata Gandung
Laksmana, Pengawas Organisasi Gelombang Masyarakat Bandung.
"Atau ngomong yang rahasia atau kasar, anda bisa jatuh harga,
karena yang mendengarkan orang banyak."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini