Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Charlie bravo, alpha 10-29

Memiliki citizen band/krap (komunikasi radio antar penduduk) lebih asyik dan jauh lebih murah dibanding pesawat telpon. ada saluran asmara, tapi tak hanya digemari anak muda. yang liar akan ditertibkan.

25 Oktober 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"BREAK sepuluh-tigatiga, break sepuluh-tigatiga .... Charlie Bravo Papa Limakosong, mohon bantuan sepuluh-tujuhpuluh. Buat rekan-rekan di jalur ini, mohon bantuan untuk segera sepuluh-duasatu. Terjadi sepuluh-tujuhpuluh, sepuluh-duapuluh di jalan . . . Charlie Bravo Papa Limakosong, sepuluh-duatiga pada channel 9 untuk penjelasan dan berita lebih lanjut." Kalimat-kalimat yang penuh sandi ini penuh teka-teki. Tapi bagi para pemilik pesawat citizen band (CB), kalimat-kalimat itu berarti "Hallo, S.O.S., hallo, S.O.S. Pemilik CB 50/Jakarta Pusat, mohon bantuan untuk menghubungi lewat telepon. Terjadi kebakaran di lokasi jalan . . . Pemilik CB 50/Jakarta Pusat pada saluran 9, untuk penjelasan dan berita lebih lanjut." Saluran 9 bagi kalangan pemilik CB adalah khusus untuk berita-berita gawat yang menyangkut ketertiban umum, keselamatan umum dan juga keselamatan negara. Bisa meliputi kebakaran, banjir dan bahaya lainnya. Saluran ini adalah saluran emergency yang berlaku di kalangan CB internasional. Barang Mainan Berita S.O.S. tersebut berasal dari Rahmat Ismail, yang di dalam mobilnya ada CB-nya, lewat di dekat Blok M, Kebayoran Baru (Jakarta) melihat asap mengepul dari sebuah alat pendingin di kantor yang tanpa penjaga. Rahmat, bujangan yang baru saja lulus pada Fakultas Psikologi Ul, adalah penggemar CB atau KRAP (Komunikasi Radio Antar Penduduk). Ia mempunyai hobi mengutak-atik radio dan ketika mendapat kesempatan ke luar negeri sebuah CB dibelinya. KRAP pertama kali masuk Indonesia sekitar 1950, sebagai alat komunikasi militer. Bagaimana KRAP menjadi prasarana hobi, dimulai sekitar 4 tahun yang lalu. Pemiliknya tadinya hanya beberapa orang saja, yaitu mereka yang sering ke luar negeri atau mempunyai orang tua yang mudah ke luar negeri. Di sana pesawat CB dibeli. KRAP masuk ke Indonesia biasanya digolongkan sebagai barang mainan dalam bentuk handie talkie. Karena itu mereka yang sering keluar masuk lapangan udara Halim Perdanakusuma dengan mudahnya mencangking KRAP ini.Di dalam negeri selain tidak dijual secara resmi, juga harganya jauh lebih mahal dibanding di luar negeri. Prosedur maupun tata cara komunikasi antara KRAP dan radio amatir berbeda. Penggemar KRAP tidak perlu paham teknik komunikasi seperti halnya penggemar radio amatir. Juga gelombang yang dipakai KRAP (26,96 Mc sampai dengan 27,41 Mc) tidak dikuasai Orari (Organisasi Radio Amatir) atau RRI. Pada dasarnya, KRAP yang hanya memerlukan arus listrik 5 watt, adalah alat komunikasi udara lokal yang bersifat sosial, saling tolong-menolong. Jarak jangkau datar umumnya mencapai radius 45 km--tapi ada pula jenis yang bisa mencapai Jakarta-Hamburg. Untuk bisa mencapai kawasan yang lebih luas, CB jenis SSB (Single Side Band) yang mempunyai pemancar AM CB atas dan bawah, akan mempunyai daya kirim dan terima tanpa batas. Jenis ini mempunyai 69 saluran dengan daya listrik 12 watt. Harga CB atau KRAP di Amerika Serikat dari US $ 75 sampai sekitar US $ 600. KRAP buatan Asia (Taiwan atau Jepang) dapat lebih murah. Memiliki KRAP lebih murah dan praktis daripada telepon. Berapa lama saja kita bicara, tak usah risaukan rekening seperti pada telepon. KRAP juga mudah dipindah-pindahkan, mulai dari kamar tidur sampai ke mobil. Harga KRAP jauh lebih murah kalau dibanding telepon mobil yang bisa mencapai Rp 7,5 juta. Karena itu, jumlah pemilik CB menjamur selama tahun-tahun terakhir ini. Di Jakarta, ada sekitar 3.000 penggemar yang tergabung dalam CBRC (City Band Radio Club) dan diperkirakan berjumlah 10.000 penggemar di seluruh Indonesia. Di antara para pemilik KRAP, ada yang membuat sendiri pesawat itu. Di Medan, Jalan Asia Medan, misalnya ada beberapa toko yang menjual komponen KRAP. Bahkan seorang yang bernama Abun, telah sanggup menjadi tukang betul KRAP, walaupun penggemar KRAP di Medan tidak sebanyak Jakarta. Di Surabaya, sepertigadari 50 penggemar KRAP membuat sendiri radio mereka dengan ongkos paling banter Rp 15 .000 sebuah. "Jadi anggota kami tidak selalu dari mereka yang mampu," kata Mammik Slamet, Wakil Ketua J.T.R. (Juliette Tango Romeo) kini yang bisa juga berarti Jawa Timur. "Anggota kami mulai dari pelajar sampai ABRI," tambah Slamet. Di Bandung, walaupun sebagian besar pemilik KRAP adalah remaja, para pedagang di sekitar Braga lebil senang memiliki KRAP ketimbang telepon. Alasan mereka, kalau ada hal-hal mendadak --seperti huru-hara-- KRAP lebih cepat dan praktis dari pada telepon yang sering macet. Di kota ini, ada sekitar 1.300 pemegang KRAP yang tergabung dalam Organisasi Gelombang Masyarakat. Bahkan ada dua pabrik yang merakit komponen KRAP. Di Jakarta, April 1979, Direktorat Jenderal Telekomunikasi menulis surat kepada Laksusda Jaya yang menyatakan bahwa CBRC adalah organisasi gelap atau paling tidak, tanpa izin dari instansi yang berwenang. Laksusda Jaya memberikan reaksi akan hal ini dengan menyita KRAP dan peralatannya. Setahun lebih para bekas CBRC minta legalisasi kepada Gubernur DKI, Laksusda dan Bakin. Belum usai urusan ini, Operasi Sapujagad menyita sisa-sisa vang masih ada--meskipun kemudian diumumkan pesawat-pesawat yang disita itu akan dikembalikan. Bagi kalangan remaja, pesawat CB memang mengasyikkan. "Kita bisa ngobrol dengan penggemar lain yang belum pernah saling jumpa," kata Rahmat lsmail, bekas aktivis CBRC. Organisasi ini tadinya mempunyai anggota yang mewakili golongan dokter, pengacara, pengusaha, bahkan para orang tua atau para pensiunan ABRI. Anggotanya yang terbesar dari kaum muda. "Selain sebagai pemuas batin," kata John Pieter dari Yogya, "melalui CB kawan saya tambah banyak." Solidaritas pemilik CB cukup baik. John kemudian cerita pada suatu hari Honda Civicnya macet di daerah Cirebon, larut malam. "Saya calling kepada siapa saja minta bantuan," kata John. Tak diduga, yang datang ada 13 orang! "Mereka ramai-ramai menolong saya, bahkan saya disuruh menginap," lanjut John. Di Yogya, ada sekitar 400 orang pemilik KRAP dan dua perkumpulan besar: Alpha Bravo dan Zero Alpha. Sebelum Operasi Sapujagad, di kalangan para pemilik KRAP di Jakarta dikenal saluran khusus yang bernama channel asmara. Jalinan asmara sering terpadu lewat saluran ini. Di kalangan remaja inilah, lahir bahasa CB yang cuma diketahui oleh mereka saja. Misalnya kode sepuluh-dua, bisa berarti "anda terdengar jelas", atau dapat pula berarti "ada cewek cakep" atau "ada cowok keren". Pokoknya segala sesuatu yang menyenangkan, mereka sebut sepuluh-dua. Seperti di beberapa negara, organisasi CBRC yang kini sedang dibekukan juga telah menerbitkan kamus kecil disertai daftar anggota dan nomor kode masing-masing. Misalnya QRB berarti "berapa jarak anda dari tempat saya?", QTR untuk "jam berapa sekarang?" Dan kalau sepuluh-seratus berarti "saya akan ke kamar mandi". Kalau ada kalimat alpha, sepuluh-duasembilan artinya "Waktu kontak untuk istri nih." Kumis dalam peristilahan KRAP berarti "antene". "Tapi jangan sekali-kali ngomong jorok di udara," kata Gandung Laksmana, Pengawas Organisasi Gelombang Masyarakat Bandung. "Atau ngomong yang rahasia atau kasar, anda bisa jatuh harga, karena yang mendengarkan orang banyak."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus