Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak sembarang orang diangkat menjadi redaktur eksekutif. Di Majalah TEMPO, jabatan ini berarti kerja berat, tanggung jawab tinggi, tapi tak dikenal banyak orang. Maklum, seorang RE—begitulah posisi ini disebut—dituntut untuk memastikan majalah terbit tepat waktu tapi tetap dengan kualitas tinggi. Artinya, tidak hanya disiplin kerja di redaksi yang wajib dijaga, tapi semangat semua awak majalah juga harus terus berkobar.
Untuk mencapai kedua tujuan yang tak mudah diselaraskan itu—malah kadang kala berlawanan—seorang RE akhirnya sering terkurung di dalam kantor, dalam berbagai rapat yang menguras banyak tenaga. Akibatnya, tak banyak lagi energi yang tersisa untuk bergaul dengan sumber, bahkan juga untuk bercengkerama dengan keluarga.
Toriq Hadad, 42, telah menjalankan tugas ini dengan prima sejak Majalah TEMPO terbit kembali, Oktober 1998. Alumni Institut Pertanian Bogor ini tidak hanya dikenal sebagai wartawan yang tangguh, tapi juga seorang manajer yang piawai. Berkat kepemimpinan dan ketekunannya, sistem jenjang karir redaksi TEMPO mengalami perbaikan yang terus-menerus dan sistematis. Rasa tanggung jawabnya yang tinggi menyebabkan Toriq Hadad menjadi sosok yang menjadi jangkar ke-stabilan di ruang redaksi yang cenderung centang-perenang itu.
Keberhasilan Toriq Hadad sebagai redaktur eksekutif ini membuat ia dipromosikan menjadi wakil pemimpin redaksi di Majalah TEMPO dan Koran Tempo serta Wakil Direktur Produksi PT Tempo Inti Media Tbk., penerbit majalah ini. Dalam jabatan barunya itu, Toriq diharapkan untuk menyempurnakan sistem kerja di departemen produksi, termasuk redaksi. Selain bertugas menajamkan kegiatan evaluasi dan perencanaan, pengamat sepak bola ini juga sedang menyempurnakan kebijakan pemberitaan di Majalah TEMPO, Koran Tempo, dan Tempo Interaktif sehingga terbentuk sinergi yang paling optimum di antara ketiganya.
Adapun yang dipercaya untuk mengisi jabatan redaktur eksekutif yang ditinggalkan Toriq adalah Leila Salikha Chudori. Sarjana ilmu politik dan studi pembangunan lulusan Universitas Trent, Kanada, ini masuk TEMPO sebagai reporter pada 1989 dan sejak kecil dikenal sebagai penulis berbakat. Namanya mulai dikenal publik sejak menulis cerita anak-anak di majalah Kuncung. Setelah dewasa, berbagai cerita pendeknya kerap dimuat di berbagai media terkemuka, bahkan sebagian di antaranya kemudian dikumpulkan dan diterbitkan dengan judul Malam Terakhir. Buku ini juga tersedia dalam bahasa Jerman dengan tajuk Die Letzte Nacht, terbitan Horlemman.
Leila tak hanya berbakat sebagai penulis, tapi juga dikenal sebagai reporter jempolan. Corazon Aquino, Nelson Mandela, Fidel Ramos, Yasser Arafat, dan Mahathir Mohamad adalah tokoh-tokoh yang telah diwawancarai Leila untuk Majalah TEMPO. Darah wartawan memang mengalir deras pada anak ketiga pasangan Mohammad dan Willy Chudori ini. Sang ayah tak hanya pernah menjadi pemimpin redaksi kantor berita Antara, tapi juga pemimpin umum harian The Jakarta Post.
Leila jelas bukan wartawati sembarangan. Itulah sebabnya, sejak 1 Mei lalu, ia dipilih menjadi redaktur eksekutif majalah ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo