MUKTAMAR Muhammadiyah di Solo, salah satu peristiwa penting tahun ini, memberi kami kesempatan memantapkan dua "jurus" yang selama ini kami ambil. Pertama, dalam pencarian bahan. Wawancara satu per satu sumber, yang selama ini kami tempuh, yang kemudian kami tambahi dengan "wawancara serentak" yang berwujud diskusi dengan para sumber sekaligus, kami coba dikembangkan lagi untuk acara Solo itu. Diskusi tidak hanya kami lakukan di kantor TEMPO di Jakarta (antara lain dengan Sejarawan Taufik Abdullah, juga Dawam Rahardjo, Direktur LP3ES itu), tapi juga di tempat muktamar sendiri. Di sini kami harus mengucapkan terima kasih kepada para pimpinan Muhammadiyah yang di tengah kesibukan itu, mau melayani kami sampai dua kali, dan dua-duanya mulai pukul 11 malam. Pertama adalah para eksponen Muhammadiyah yang lebih muda, antara lain Lukman Harun, anggota Pucuk Pimpinan, Djazman, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan Sutrisno, juga anggota PP. Kedua, dengan para top-nya sendiri: antara lain K.H.A.R. Fakhruddin Djarnawi Hadikusumo, Projokusumo, Buya Malik Ahmad, Kusnadi. Yang pertama berlangsung di UMS, di pinggir kota, yang kedua di pendopo rumah seorang anggota Muhammadiyah. Yang mengesankan ialah, mereka - A.R. Fakhruddin misalnya, tokoh 69 tahun itu - menyatakan terima kasih karena "diperhatikan" - dan besoknya masuk angin. "Jurus" kedua adalah dalam tugas penulisan. Selama ini laporan agama, terutama yang Islam, hanya terasa "selamat" bila dikerjakan Syu'bah Asa yang alumnus IAIN itu - apa boleh buat, penunaian tugas lama-lama mengasah keahlian, yang tiba-tiba terasa sukar digantikan, dan ini tidak hanya untuk bidang agama. Karena itu, dalam tim Muhammadiyah yang 10 orang itu (enam dari Jakarta, termasuk fotografer, dan empat dari Yogya dan Solo), para penulis yang sengaja ditetapkan adalah: Bambang Bujono, seniman yang selama ini terutama pegang rubrik Pendidikan, dan Bambang Harymurti, bekas calon astronaut kita yang biasa berurusan dengan rubrik Ilmu & Teknologi. Syu'bah, yang tetap di Jakarta, tentu saja memegang fungsi supervisi dan editing, sedangkan kedua Bambang, untuk tugas mereka, menghadapi keharusan menempuh "studi model TEMPO" yang lumayan, misalnya di perpustakaan. Bambang yang Bujono malah menghadiri muktamar di Solo, yang baginya terhitung suasana baru, bersama A. Luqman (dan di sana bergabung dengan biro Yogya: Syahril Chili, Yuyuk Sugarman, Kastoyo Ramelan, di bawah pimpinan Saur Hutabarat. Mereka juga menyiapkan sebagian bahan ini untuk rubrik Nasional. Langkah pengambilalihan seperti itu sebenarnya juga sudah dilakukan kompartemen-kompartemen lain. Fikri Jufri, misalnya, kini wakil pemimpin redaksi dan direktur pemasaran, praktis sudah hanya sekali-sekali saja menulis laporan Ekonomi & Bisnis, meski tetap memberi konsultasi. Eddy Herwanto menggantikannya, di bawah koordinasi Harun Musawa. Sementara itu, di rubrik Hukum Karni Ilyas, sarjana hukum UI itu, mengoper tugas Harun Musawa, sambil tetap di bawah koordinasinya, sementara Kriminalitas (saudara kembar hukum) kini dipegang Surasono, pengarang buku anak-anak kita. Dan, bila dua perubahan terakhir itu sudah agak lama berlangsung, kami pun sementara ini menyiapkan para penulis baru. Dan Bambang Harymurti adalah salah satunya. Panta rei patah tumbuh, hilang juga tumbuh. Begitulah regenerasi. Usaha penyinambungan, konon, kadang-kadang luput dari pikiran. Padahal, ia ada di dalam prinsip pemeliharaan. Salam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini