SERING sudah TEMPO menugasi wartawannya meliput berbagai peristiwa penting di luar negeri. Tapi baru sekali ini wartawan TEMPO yang tengah bertugas di Papua Nugini malah menjadi berita besar. "Indonesian Journalist Held" ("Wartawan Indonesia Ditahan"). demikian bunyi kepala berita harian Niugini Nius, 31 Mei lalu. Sedangkan koran Post Courier, yang beroplah paling besar di PNG, sekitar 20.000, memasang foto Susanto, yang menyita hampir tiga kolom di. halaman depan. Beberapa kantor berita asing di Jakarta, yang menerima berita tertahannya wartawan TEMPO, menelepon pimpinan redaksi, menanyakan kelanjutan berita itu. Demikian pula beberapa pers nasional. Rabu itu, 30 Mei, pukul 14.00 WIT, Susanto sudah antre bersama penumpang lain untuk boarding pesawat Air Niugini yang akan bertolak ke Sydney. Mendadak,tatkala memeriksa paspor Susanto, petugas imigrasi dilapangan terbang Jackson, Port Moresby, segera membawanya pergi, dan meminta Susanto untuk menunggu kedatangan "pejabat dari kantor pusat", sampai pesawat yang membawa koper Susanto berangkat. "Melihat situasi gawat itu, saya menelepon KBRI Port Moresby, dan seorang wartawan Post Couner yang saya kenal menelaskan kejadian yang menimpa saya, dan meminta tolong mengetahui alasan penahanan paspor, tiket, serta 13 rol film saya yang belum dicuci itu," kata Susanto. "Kemudian datang seorang yang mengaku bernama John, dari Kantor Perdana Menteri - belakangan ternyata dia pejabat dari National Intelligence Office (NIO), Bakin-nya PNG --yang menginterogasi saya." Pertanyaan yang diajukan macam macam: maksud kunjungan ke PNG, siapa saja yang ditemui, siapa yang membiayai perjalanan, sampai "apakah TEMPO milik pemerintah Rl". Tertundanya keberangkatan Susanto, yang sempat dikecam pihak oposisi di parlemen PNG, rupanya membuat jengkel Menlu Rabbie Namaliu dan PM Michael Somare yang sebelumnya telah diwawancarai Susanto. Kamis itu juga, setelah membaca koran, kedua pemimpin PNG itu memerintahkan untuk mengembalikan paspor, tiket, serta 13 rol film yang disita, dan ternyata masih utuh. Alasan tertahannya wartawan TEMPO di Port Moresby sampai sekarang belum jelas benar. Dirjenpol PNG, yang Kamis itu mengaiak makan siang Susanto, mengatakan, telah terjadi "kesalah pahaman". Sedangkan Menlu Nama liu men jelaskan, "Penahanan itu di maksudkan untuk memperpanjang kunjungan wartawan TEMPO di PNG, karena masih ada informasi yang akan disampaikan padanya." Tapi, menurut beberapa wartawan setempat, Susanto dihalangi berangkat karena ada laporan dari NIO, sewaktu berkunjung ke Vanimo, ia telah memotret instalasi militer di sana (yang, tentu saja, tidak benar). Betapa pun, kejadian seperti yang dialami Susanto merupakan risiko yang ada pada setiap wartawan. Apalagi yang sedang bertugas di suatu negeri seperti PNG, yang belakangan ini punya masalah perbatasan dengan Rl. Sejak pertengahan April lalu, Namaliu dan pangab PNG Ken Noga berkunjung ke Jakarta, TEMPO sudah merencanakan menugasi wartawannya ke Papua Nugini, tapi baru terlaksana kemudian, karena dikaitkan dengan kemungkinan bisa berwawancara dengan PM Somare. Dan selama tahun 1983, sudah 11 wartawan TEMPO yang ditugasi untuk meliput berbagai peristiwa dunia, atas biaya sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini