Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa, Sabtu dua pekan lalu. Universitas Diponegoro menganugerahkan gelar itu bertepatan dengan Dies Natalis perguruan tinggi tersebut yang ke-48 di Semarang, Jawa Tengah.
Pria kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, 62 tahun lalu, ini tersenyum menanggapi gelar barunya. Menurut dia, pemberian gelar itu merupakan satu kehormatan yang teramat besar. ”Karena ini amanah, maka saya harus menjalani amanah ini dengan sebaik-baiknya,” kata mantan Sekretaris Jenderal Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah ini.
Menurut Soegiono Sutomo D.E.A., promotor penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa Universitas Diponegoro, Djoko dinilai sangat berjasa dalam bidang perencanaan dan pembangunan kota. ”Dia juga memiliki andil dalam pengembangan ilmu arsitektur dan perkotaan,” ujarnya.
Karier alumnus Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini memang tak jauh menyimpang dari latar belakang pendidikannya. Suami Sri Suwarningsih ini mengawali kariernya di Departemen Pekerjaan Umum sebagai site engineer pembangunan fondasi Jembatan Karang Semut, Yogyakarta, pada 1969–1971.
Kemudian kariernya terus mendaki hingga masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam Kabinet Indonesia Bersatu ini ia kembali masuk Departemen Pekerjaan Umum. Hanya saja, sekarang ia menjadi orang nomor satu di departemen itu.
”Masak, kita hanya menang dari Burma yang notabene dikuasai junta militer.” —Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch, Lucky Djanis, mengomentari peringkat korupsi, Kamis pekan lalu di Jakarta. Ia menyesalkan kualitas pemberantasan korupsi di Indonesia masih rendah.
”Kalau bisa penempatan (TKI) ke luar negeri tidak menjadi alternatif kerja, tapi permanen.” —Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, I Made Arka, mengusulkan hal itu, Senin pekan lalu di Jakarta. Ini untuk mengatasi meningkatnya jumlah pengangguran di dalam negeri.
TEMPO DOELOE
24 Oktober 1973 Perang antara Israel dan koalisi MesirSuriah berakhir di bawah tekanan PBB. Mesir dan Suriah memulai perang untuk merebut Sinai dan Dataran Tinggi Golan yang jatuh ke tangan Israel dalam Perang Enam Hari, 1967.
25 Oktober 1971 Perserikatan Bangsa-Bangsa mengganti jatah kursi Cina di Dewan Keamanan. Kursi yang semula diisi oleh Republik Cina diganti dengan wakil Republik Rakyat Cina, yang mengklaim menjadi pemerintahan yang sah di daratan Cina.
26 Oktober 1979 Presiden Korea Selatan Park Chunghe tewas ditembak oleh Kim Jaekyu, Kepala Pusat Intelijen Korea (KCIA). Kim adalah sahabat dan teman lama Park. Kim kemudian dijatuhi hukuman mati karena perbuatan tersebut.
27 Oktober 1962 Krisis Kuba, ketegangan antara Amerika dan Uni Soviet akibat penggelaran peluru kendali di Kuba, berakhir dengan damai. Uni Soviet sepakat memindahkan peluru kendali mereka dari Kuba setelah Amerika menyatakan akan menarik peluru kendali yang sudah ditempatkan di Izmir Turki.
30 Oktober 1975 Diktator Spanyol Fransisco Franco menyerahkan kekuasaannya kepada Pangeran Juan Carlos. Pengalihan kekuasaan dilakukan karena Franco menyatakan tak kuat lagi memerintah karena didera penyakit. Juan Carlos, yang sudah menjabat sebagai kepala negara, kemudian diangkat kembali menjadi Raja Spanyol oleh parlemen Spanyol (Cortes Generales) sebulan kemudian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo