Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak ada perbedaan jelas antara nyata dan tidak, pun antara yang benar atau salah. Tidak penting apakah sesuatu itu benar atau salah, karena bisa saja satu hal itu benar dan salah.”
Harold Pinter menuliskan kalimat itu pada 1958, pada tahun ketika naskah dramanya The Birthday Party dimainkan utuh untuk pertama kalinya. Menurut Pinter, sebagai sastrawan, ia meyakini penjelajahan kenyataan melalui seni yang tidak mengenal benar atau salah. ”Tapi, sebagai warga negara, saya tidak mengikuti keyakinan tersebut. Saya harus bertanya apa yang benar dan salah,” kata sastrawan yang dua pekan lalu dikukuhkan sebagai pemenang hadiah Nobel untuk Kesusastraan 2005 itu.
Pinter memang biasa membedakan dua dunia itu: sastrawan dan warga negara. Tapi dari karya-karyanya, terutama dramanya, acap kelihatan sikapnya yang meliputi dua hal penting, yakni sensitivitas terhadap penderitaan orang lain, dan tekad untuk selalu memelihara jarak dengan tokoh-tokohnya.
Dalam The Birthday Party, misalnya, dikisahkan seorang remaja punk, tinggal di asrama, yang dipukuli dua orang pada hari ulang tahunnya. Pinter tidak memprotes kekerasan, tapi hanya menunjukkan realitas hidup si anak jalanan. Dalam Homecoming (1965), terdapat Ruth, istri profesor Teddy, yang berubah dari perempuan anggun dan feminin menjadi galak dan tak terkendali. Pinter bertahan, tak memasukkan pesan moral tentang mana atau siapa yang salah dan benar.
Menurut para juri Nobel Kesusastraan, karya-karya Pinter menunjukkan ”ketajaman dan kekuatan percakapan sehari-hari sehingga mampu mendobrak sebuah ketertutupan yang penuh tekanan”. Ya, drama Pinter subtil sekaligus misterius. Ada gayanya yang begitu khas. Ia memanipulasi berbagai karakter yang dikembangkannya, sedikit demi sedikit menuju keruntuhan psikologis. Tidak mengherankan jika Pinter dijuluki ”jagonya drama gelap dan intimidatif”.
Kini ia berusia 75 tahun. Sejauh ini ia telah berhasil menaklukkan kemiskinan dan kanker kerongkongan yang terus mengikutinya selama tiga tahun. Dari karyanya, orang tahu Pinter adalah sosok yang telah berjalan jauh. Ia aktor, penulis 29 drama, 21 skenario film, satu novel, empat prosa, puisi, sutradara 27 karya teater, dan pemilik beberapa penghargaan. Salah satu skenario yang menjadi film layar lebar, The French Lieutenant’s Woman, dibintangi Meryl Streep dan Jeremy Irons (1981), menjadi nomine Oscar. Karyanya juga banyak ditayangkan di televisi, salah satunya Betrayal, yang bercerita tentang perempuan yang berselingkuh dengan sahabat baik suaminya, dengan pemeran Jeremy Irons dan Ben Kinsley.
”Kini saya hanya ingin menulis puisi,” kata laki-laki yang berhasil mengalahkan kanker kerongkongan yang diderita selama tiga tahun itu. Dan puisi-puisi inilah yang paling mencerminkan sikapnya sebagai warga yang pro-hak asasi manusia, antipeperangan dan penyiksaan. Tidak seperti karya sastranya yang lain yang ”bebas nilai”, dalam puisi penerima Shakespeare Prize dan European Prize for Literature ini tampak sekali keberpihakannya. WAR, buku kumpulan puisi (2003), berisi penentangan Pinter atas Perang Teluk 1991. Karyanya ini mendapat penghargaan Wilfred Owen, penghormatan tertinggi untuk puisi antipeperangan.
Ia memang anti-perang. Ketika remaja dulu, ia menolak masuk wajib militer. Ia memprotes keras kudeta terhadap pemerintahan sosialis Salvador Allende, Cile, yang dibeking pemerintah Amerika Serikat pada 1973. Dia juga menentang keras invasi AS dan sekutunya ke Irak. Pinter menyebut Perdana Menteri Tony Blair sebagai ”penjahat perang” dan AS sebagai ”negara yang diperintah gerombolan penjahat”. Pinter keturunan Yahudi. Tapi, dari sikapnya selama ini, ia sering dituduh anti-Yahudi.
Bina Bektiati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo