Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

DPR Tidak Serius

28 Maret 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Anda, seriuskah anggota DPR menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM?
(17 - 23 Maret 2005)
Ya
9.86%56
Tidak
83.98%477
Tidak tahu
6.16%35
Total100%568

Dewan Perwakilan Rakyat dianggap tidak serius mempersoalkan kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga bahan bakar minyak. Paling tidak, itulah penilaian lebih dari 80 persen responden jajak pendapat Tempo Interaktif. ?Bukan cuma tidak serius, tapi konyol. Masa, membahas soal seperti itu pake gelut segala,? kata Dedy, responden asal Bandung. Menurut dia, kalau mau serius, DPR seharusnya sudah mempersoalkan masalah ini sebelum keputusan diteken, bukan setelahnya.

Ketidakseriusan DPR memang sudah bisa dibaca pada saat sidang paripurna lanjutan Senin pekan lalu. Dalam sidang tersebut, ternyata DPR memutuskan tidak menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM sejak 1 Maret silam. Sebagian besar anggota DPR, melalui voting terbuka, hanya meminta pemerintah membahas kembali soal itu melalui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2005-Perubahan (APBN-P).

Keputusan tersebut merupakan opsi kelima dari lima pilihan yang diajukan ke sidang paripurna. Dalam rapat konsultasi pimpinan DPR dan fraksi, Minggu malam dua pekan lalu, disepakati ada lima pilihan yang akan diajukan ke sidang paripurna. Kelima opsi itu adalah DPR menyerahkan pembahasan lanjutan kenaikan harga BBM melalui kelengkapan dewan, menolak kebijakan pemerintah, memahami kenaikan harga BBM, DPR menolak Peraturan Presiden Nomor 22/2005 dan memberi kesempatan pemerintah membahas lagi lewat perubahan APBN, dan pemerintah perlu meninjau kembali peraturan itu lewat perubahan APBN 2005.

Padahal, dalam sidang paripurna pada Selasa dua pekan lalu, enam fraksi menolak kebijakan pemerintah tersebut. Mereka yang menolak adalah PDI Perjuangan, PKB, PKS, PAN, PBR, dan PDS. Dua fraksi lain, Demokrat dan Bintang Pelopor Demokrasi, secara tegas mendukung kebijakan tersebut. Dua fraksi lagi, PPP dan Partai Golkar, tidak secara tegas memberikan dukungan, tapi mengaku dapat memahami kebijakan tersebut. Dalam rapat paripurna inilah kemudian terjadi keributan antar anggota DPR. Tak mengherankan jika sebagian responden menilai anggota DPR tak serius.

Indikator Pekan Ini: Kuasa hukum Pollycarpus Budihari Priyanto, Suhardi Somomoeljono, Selasa pekan lalu mengatakan, kliennya tidak sendirian dalam kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir. Pilot Garuda Indonesia ini hingga pekan lalu merupakan satu-satunya tersangka dalam kasus pembunuhan Munir. Berdasarkan bukti yang ada, Suhardi menyimpulkan, ada pihak lain yang lebih dominan ketimbang kliennya.

Tim pencari fakta kasus kematian Munir telah merekomendasikan ke penyidik Mabes Polri empat nama di jajaran manajemen Garuda, selain Pollycarpus, untuk diperiksa karena diduga kuat terlibat dalam kasus pembunuhan Munir. Mereka adalah mantan Direktur Utama Garuda Indra Setiawan, Vice President Corporate Security Rahmelgia Anwar, Secretary Chief Pilot Airbus 330 Rohainil Aini, dan Vice President Human Resources Department Daan Ahmad.

Menurut Anda, mampukah penyidik kasus kematian aktivis hak asasi Munir mengungkap aktor intelektual di balik pembunuhan Munir? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum