Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESTASI tinju Indonesia kini kembali bersinar. Awal Juli lalu, Daud Yordan menjadi juara dunia tinju kelas ringan versi International Boxing Organization (IBO). Dia mengalahkan Daniel Eduardo Brizuela dari Argentina. Sebelumnya, Daud sempat jadi juara dunia tinju kelas bulu IBO, setelah menumbangkan Lorenzo Villanueva pada Mei 2012. Sabuk juara itu direbut petinju Afrika Selatan, Simpiwe Vetyeka, April lalu.
Selain punya Daud, Indonesia memiliki Chris John, juara dunia tinju kelas bulu versi World Boxing Association. Juga ada M. Rachman, Nico Thomas, dan Ellyas Pical. Perihal prestasi Indonesia di kancah internasional olahraga adu jotos ini menjadi laporan utama majalah Tempo edisi 11 Mei 1985. Kala itu, Elly—panggilan Ellyas Pical—menjadi petinju Indonesia pertama yang memenangi gelar juara dunia.
Jumat malam, awal Mei 1985, 12 ribuan penonton yang menyesaki Istora Senayan terdiam. Mereka seolah-olah tidak percaya melihat petinju Korea, Ju-Do Chun, juara kelas superterbang versi International Boxing Federation (IBF), terjungkal dan tergeletak tak berkutik di hadapan Elly. Beberapa detik kemudian, setelah wasit Joe Cortez dari Amerika Serikat mengibaskan kedua tangannya pertanda Chun kalah knockout, keheningan berganti jadi sorak membahana.
"Huru-hara" tidak terelakkan. Penonton berjingkrak, berhamburan memanjat ring, berebut memikul sang juara baru. Para petugas keamanan, yang berusaha menghalangi massa, tak berdaya. Seorang polisi pingsan karena diempaskan massa yang histeris. Korban pingsan dari penonton banyak.
Suasana mereda setelah Solihin G.P. tampil memimpin penonton bersama-sama menyanyikan Indonesia Raya. Sorakan berganti jadi isak tangis haru. "Saya serasa bermimpi," ujar Boy Bolang, promotor Elly kala itu.
Kemenangan Elly hari itu memang menggembirakan sekaligus mengejutkan. Pasalnya, sebelum pertandingan berlangsung, banyak yang ragu pemuda 25 tahun bertangan kidal asal Saparua itu bisa mengungguli Chun, yang terkenal sebagai raja KO.
Sebelum pertandingan, Chun sempat sesumbar. "Ellyas Pical masih kanak-kanak dan pukulannya ngawur," katanya. Ia yakin bisa menang KO hanya dalam tiga ronde. Hal senada diungkapkan Jong-Soo Kim, manajer Chun. "Berdasarkan pengamatan kami melalui video, penampilan Elly masih seperti kurang pengalaman," ujarnya. Sedangkan Chun telah malang-melintang di berbagai pertandingan dan berhasil mempertahankan gelar hingga lima kali. Chun memegang sabuk juara kelas superterbang IBF setelah merobohkan petinju Jepang, Ken Kasugai, pada akhir 1983. Sejak itu, dia "menghabisi" semua penantangnya dengan KO.
Elly memang dianggap memiliki setumpuk kelemahan. Terutama jab kanannya, yang lemah dan lambat. Tapi Elly tidak menggubris. Selama enam bulan ia berlatih keras di bawah bimbingan pelatih Simson Tambunan. Bukan hanya tangan kiri, bogem tangan kanannya juga dikeraskan. Konon, saking kerasnya pukulan Elly, tiga petinju yang menjadi lawan latih tandingnya mengundurkan diri.
Di malam pertandingan, dengan penuh percaya diri Elly naik ke ring. Mengenakan jubah hitam berkilat dan kain merah darah terikat di kepala, ia lebih mirip pendekar di film dibanding seorang petinju profesional. Dan begitu bel pertandingan berbunyi, Elly langsung membuktikan bahwa kedua kepalan tangannya memang ampuh.
Jab kanan Elly sering masuk dengan keras ke wajah Chun. Dan tentu, yang membuat Chun tidak berkutik adalah bogem kiri Elly yang cepat dan keras. Chun roboh di ronde kedelapan setelah hook kiri Elly mendarat di rahangnya. "Saya tidak berbasa-basi, saya belum pernah melihat pukulan kiri sekeras itu," kata Joe Cortez, wasit IBF yang memimpin pertandingan itu.
Seusai pertandingan, para pemuja Elly melanjutkan pesta perayaan. Sepanjang perjalanan pulang, mereka menyanyikan Ambon Manise, yang syairnya sudah diubah menjadi "Elly Pical Manise".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo