Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Garuda Pancasila, Siapa Penciptanya

Lambang negara RI Garuda Pancasila. Tapi siapa penciptanya, Mr. M. Yamin atau Sultan Hamid II. rancangan Dr. Yamin yang disahkan dalam sidang kabinet RIS 11 Peb 1950 dengan beberapa perubahan. (ils)

3 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENURUT guru saya, pencipta Garuda Pancasila adalah Muhammad Yamin. Tapi dalam buku Bung Hatta Menjawab, beliau menyebutkan penciptanya adalah Sultan Hamid Pontianak. Manakah yang benar?" tulis seorang murid sekolah di beberapa koran Jakarta belum lama ini. Ya, siapakah pencipta lambang negara ini? Pada 11 Juli 1945, dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dari Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan, anggota Parada Harahap -- seorang wartawan terkenal waktu itu --mengusulkan agar di samplng menetapkan bendera nasional, UUD juga menentukan "lambang negara" (wapen), Usul ini diterima, tapi diputuskan lambang negara ini akan ditentukan dalam Undang-Undang Istimewa, bukan dalam UUD. Sesudah proklamasi kemerdekaan, dibentuk Panita Indonesia Raa diketuai Ki Hajar Dewantara dengan Muhammad Yamin sebagai sekretaris. Tugas panitia ini membuat lambang negara. Tapi karena Yamin ditahan sehubungan dengan Peristiwa 3 Juli 1946, menyebabkan tugas panitia ini tidak selesai. Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk, persoalan lambang negara ini kembali mendapat perhatian. Dibentuk lagi sebuah Panitia Lencana Negaa yang diketuai Muhammad Yamin dengan anggota, antara lain Sultan Hamid II yang dalam Kabinet RIS menjabat Menteri Negara. Banyak rancangan yang masuk. Ini bisa dilihat dari manuskrip peninggalan Yamin dan Sultan Hamid yang diserahkan dan disimpan Yayasan Idayu Jakarta. Hampir dalam semua rancangan gambar banteng dan garuda muncul, agaknya kedua binatang ini diangxap "binatang nasional" yang melambangkan perjuangan bangsa Indonesia. Beberapa rancangan, di samping menuliskan RIS dalam huruf Romawi, juga memakai huruf Arab. Rancangan yang diajukan Sultan Hamid misalnya dinamai Matahari-Bulan atau Syamsiab-Kamariah (Arab) alias Aditya-Candra (Sansekerta). Rancangannya berupa perisai yang di dalamnya tergambar matahari terbit dengan 5 sinar (artinya sumber kodrat Allah yang menurunkan kebahagiaan pada tanah air dan bangsa Indonesia ialah Pemerintah yang berdasarkan Pancasila), bulan sabit yang menyerupai tanduk kepala banteng (lambang perjuangan Islam dan rakyat Indonesia), tujuh garis di air lautan (7 kepulauan Indonesia), 2 pohon kelapa (kesejahteraan dan kemakmuran di darat maupun di laut). Keseluruhan lambang ini menimbulkan kalimat Matahari dilingkari kelapa dan bumi atau bulan yang merupakan candrasengkala angka 1881 (tahun Masehi 1949) yaitu tahun lahirnya RIS. Yamin, dalam merancangkan lambang negara ini berkonsultasi dengan beberapa ahli antara lain D. Ruhl Jr, seorang ahli mengenai lambang dan pernah menulis beberapa buku. Dari manuskrip yang ditinggalkannya, kelihatan bahwa Yamin memilih burung Garuda untuk lambang negara. Beberapa macam bentuk garuda yang terukir pada banyak candi di Indonesia dijadikannya model. Rancangan terakhir dari Yamin yang disetujui panitia mirip sekali dengan Garuda Pancasila sekarang. Perbedaannya adalah bentuk kepala garuda yang membulat tanpa jambul dengan bahu dan tangan mirip manusia yang memegang perisai. Bentuk dan isinya sama dengan lambang negara sekarang. Perbedaan lain: jumlah bulu ekor hanya 7, sedang bulu kecil di bawah perisai dan leher tidak berjumlah 19 dan 45 seperti Garuda Pancasila sekarang. Menurut Yamin, jumlah bulu ekor yang 7 "menyatakan kesempurnaan tatanegara, seperti semenjak beribu-ribu tahun telah laim lada peradaban Indonesia. Misalnya Saptarajopa (Ramayana), Saptaraja (Sundayana), Saptabrabhu (Majapahit), Kaengpitu (Makasar), Rajo nan tigo slo dan basa ampek balai (Minangkabau). " Padi & Kapas Dengan nota 10 Pebruari 1950 rancangan ini diajukan pada pemerintah untuk disetujui. Dari nota ini bisa diketahui, dari mana gagasan dicantumkannya gambar padi dan kapas dalam lambang ini yang bahkan dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah no. 176 mengenai Lambang Negara tidak disebutkan. Menurut Yamin pencantuman kedua gambar yang memuji-muji pakaian (sandang) dan makanan (pangan) ini lengkapnya berbunyi Alabumma puji langgeng, Sukma mulia kumpulan badan sempurna, Bapak Adam nyuhun pangan, Ibu Kawa nuhun sandang, Aliha gampang sallahu alaihi wassalam. Nota itu juga mengusulkan agar Presiden memperkenalkan lambang negara itu pada pembukaan sidang DPR RIS 15 Pebruari 1950. Menurut Bung Hatta, rancangan lambang negara ini disahkan dalam sidang kabinet RIS 11 Pebruari 1950 dengan beberapa perubahan. Karena ketika untuk pertama kali diperkenalkan pada umum, pada pembukaan sidang DPR RIS 20 Januari 1950 di Hotel Des Indes, lambang ini telah sempurna, sama dengan Garuda Pancasila sekarang. Dengan terbentuknya negara kesatuan RI, lambang negara yang lebih terkenal sebagai Garuda Pancasila ini disahkan Presiden RI pada 17 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara RI. Lalu siapa pencipta semboyan Bhinneka Tunggal Ika? Menurut Bung Hatta, ini ciptaan Bung Karno. Tapi Yamin sendiri mengakui, semboyan ini dikutipnya dari Serat Sutasoma karya Empu Tantular yang ditulis pada pertengahan abad 14 pada zaman keemasan Majapahit. Lengkapnya seloka itu berbunyi: Bhinneka Tunggal Ika, tanhana dharma mangwra (Berbedalah itu, satulah mereka itu dan dalam peraturan undang-undang tidak ada diskriminasi).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus