MENURUT guru saya, pencipta Garuda Pancasila adalah Muhammad
Yamin. Tapi dalam buku Bung Hatta Menjawab, beliau menyebutkan
penciptanya adalah Sultan Hamid Pontianak. Manakah yang benar?"
tulis seorang murid sekolah di beberapa koran Jakarta belum lama
ini. Ya, siapakah pencipta lambang negara ini?
Pada 11 Juli 1945, dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar dari Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan,
anggota Parada Harahap -- seorang wartawan terkenal waktu itu
--mengusulkan agar di samplng menetapkan bendera nasional, UUD
juga menentukan "lambang negara" (wapen), Usul ini diterima,
tapi diputuskan lambang negara ini akan ditentukan dalam
Undang-Undang Istimewa, bukan dalam UUD.
Sesudah proklamasi kemerdekaan, dibentuk Panita Indonesia Raa
diketuai Ki Hajar Dewantara dengan Muhammad Yamin sebagai
sekretaris. Tugas panitia ini membuat lambang negara. Tapi
karena Yamin ditahan sehubungan dengan Peristiwa 3 Juli 1946,
menyebabkan tugas panitia ini tidak selesai.
Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk, persoalan
lambang negara ini kembali mendapat perhatian. Dibentuk lagi
sebuah Panitia Lencana Negaa yang diketuai Muhammad Yamin
dengan anggota, antara lain Sultan Hamid II yang dalam Kabinet
RIS menjabat Menteri Negara.
Banyak rancangan yang masuk. Ini bisa dilihat dari manuskrip
peninggalan Yamin dan Sultan Hamid yang diserahkan dan disimpan
Yayasan Idayu Jakarta. Hampir dalam semua rancangan gambar
banteng dan garuda muncul, agaknya kedua binatang ini diangxap
"binatang nasional" yang melambangkan perjuangan bangsa
Indonesia. Beberapa rancangan, di samping menuliskan RIS dalam
huruf Romawi, juga memakai huruf Arab.
Rancangan yang diajukan Sultan Hamid misalnya dinamai
Matahari-Bulan atau Syamsiab-Kamariah (Arab) alias Aditya-Candra
(Sansekerta). Rancangannya berupa perisai yang di dalamnya
tergambar matahari terbit dengan 5 sinar (artinya sumber kodrat
Allah yang menurunkan kebahagiaan pada tanah air dan bangsa
Indonesia ialah Pemerintah yang berdasarkan Pancasila), bulan
sabit yang menyerupai tanduk kepala banteng (lambang perjuangan
Islam dan rakyat Indonesia), tujuh garis di air lautan (7
kepulauan Indonesia), 2 pohon kelapa (kesejahteraan dan
kemakmuran di darat maupun di laut). Keseluruhan lambang ini
menimbulkan kalimat Matahari dilingkari kelapa dan bumi atau
bulan yang merupakan candrasengkala angka 1881 (tahun Masehi
1949) yaitu tahun lahirnya RIS.
Yamin, dalam merancangkan lambang negara ini berkonsultasi
dengan beberapa ahli antara lain D. Ruhl Jr, seorang ahli
mengenai lambang dan pernah menulis beberapa buku. Dari
manuskrip yang ditinggalkannya, kelihatan bahwa Yamin memilih
burung Garuda untuk lambang negara. Beberapa macam bentuk garuda
yang terukir pada banyak candi di Indonesia dijadikannya model.
Rancangan terakhir dari Yamin yang disetujui panitia mirip
sekali dengan Garuda Pancasila sekarang. Perbedaannya adalah
bentuk kepala garuda yang membulat tanpa jambul dengan bahu dan
tangan mirip manusia yang memegang perisai. Bentuk dan isinya
sama dengan lambang negara sekarang. Perbedaan lain: jumlah bulu
ekor hanya 7, sedang bulu kecil di bawah perisai dan leher tidak
berjumlah 19 dan 45 seperti Garuda Pancasila sekarang. Menurut
Yamin, jumlah bulu ekor yang 7 "menyatakan kesempurnaan
tatanegara, seperti semenjak beribu-ribu tahun telah laim lada
peradaban Indonesia. Misalnya Saptarajopa (Ramayana), Saptaraja
(Sundayana), Saptabrabhu (Majapahit), Kaengpitu (Makasar),
Rajo nan tigo slo dan basa ampek balai (Minangkabau). "
Padi & Kapas
Dengan nota 10 Pebruari 1950 rancangan ini diajukan pada
pemerintah untuk disetujui. Dari nota ini bisa diketahui, dari
mana gagasan dicantumkannya gambar padi dan kapas dalam lambang
ini yang bahkan dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah no. 176
mengenai Lambang Negara tidak disebutkan. Menurut Yamin
pencantuman kedua gambar yang memuji-muji pakaian (sandang) dan
makanan (pangan) ini lengkapnya berbunyi Alabumma puji langgeng,
Sukma mulia kumpulan badan sempurna, Bapak Adam nyuhun pangan,
Ibu Kawa nuhun sandang, Aliha gampang sallahu alaihi wassalam.
Nota itu juga mengusulkan agar Presiden memperkenalkan lambang
negara itu pada pembukaan sidang DPR RIS 15 Pebruari 1950.
Menurut Bung Hatta, rancangan lambang negara ini disahkan dalam
sidang kabinet RIS 11 Pebruari 1950 dengan beberapa perubahan.
Karena ketika untuk pertama kali diperkenalkan pada umum, pada
pembukaan sidang DPR RIS 20 Januari 1950 di Hotel Des Indes,
lambang ini telah sempurna, sama dengan Garuda Pancasila
sekarang. Dengan terbentuknya negara kesatuan RI, lambang negara
yang lebih terkenal sebagai Garuda Pancasila ini disahkan
Presiden RI pada 17 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara RI.
Lalu siapa pencipta semboyan Bhinneka Tunggal Ika? Menurut Bung
Hatta, ini ciptaan Bung Karno. Tapi Yamin sendiri mengakui,
semboyan ini dikutipnya dari Serat Sutasoma karya Empu Tantular
yang ditulis pada pertengahan abad 14 pada zaman keemasan
Majapahit. Lengkapnya seloka itu berbunyi: Bhinneka Tunggal Ika,
tanhana dharma mangwra (Berbedalah itu, satulah mereka itu dan
dalam peraturan undang-undang tidak ada diskriminasi).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini