Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKSA Agung M.A. Rachman tersandung kasus. Ia dituduh tidak melaporkan seluruh hartanya kepada Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Hal itu belum sampai membuatnya tersungkur, memang, tapi sudah membawanya ke titik yang bisa berakibat ia kehilangan kursi nomor satu di Kejaksaan Agung.
Berdasar informasi yang kabarnya diembuskan oleh Kito Irkhamni—bekas anak buah Rachman—Jaksa Agung memiliki rumah seharga Rp 950 juta di perumahan Graha Cinere, Depok, yang tak dilaporkan. Orang pun lantas menudingnya tidak jujur.
Rachman tak menerima tudingan itu. Dalam pemeriksaan di Komisi Pemeriksa dua pekan lalu, ia mengatakan rumah itu sudah ia hibahkan kepada anaknya. Itu pun kini sudah dijual oleh sang anak.
Selesai? Rupanya tidak. Orang kini tak mudah percaya. Ada yang menuding upaya hibah itu—yang diakui Rachman sesuai dengan adat Madura—cuma kamuflase. Bahkan upaya penjualannya oleh Chairunnisa, putrinya yang mendapat hibah, juga dicurigai sebagai akal-akalan. Sebab, pembelinya adalah Husin Tanoto, ayah Suryo Tanoto yang menurut bisik-bisik di Kejaksaan adalah orang dekat Jaksa Agung.
Pendek kata, masyarakat lalu mendesak Rachman supaya mundur. Ia dinilai melakukan kebohongan. Itu jika unsur penyalahgunaan jabatan tak cukup bukti.
Tapi Jaksa Agung bergeming. Ia tak mau melepas kursinya. Bahkan munculnya dukungan dari para jaksa dan para jaksa agung muda kepadanya dicurigai masyarakat sebagai hasil penggalangan sang atasan. Serangan balik pun gencar dilakukan. Kito, orang yang dituding mengusik Rachman, ganti digoyang. Kasus pengaduan penipuan pembelian rumah yang ia lakukan, dan sudah dingin selama enam bulan di kepolisian, tiba-tiba dibuka lagi.
Tak cukup sampai di situ. Lobi ke Istana pun dilakukan. Kabarnya, Rachman mendekati Presiden Megawati melalui Taufiq Kiemas. Bisik-bisik menyebut: suami Presiden itu punya kepentingan di Gedung Bundar. Ada sejumlah pengusaha teman tokoh senior PDIP itu yang kasusnya masih nyangkut di sana.
Rumor itu dibantah oleh Tjahyo Kumolo, karibnya di PDIP. Politisi PDIP lainnya, Firman Jaya Daely, mengatakan Rachman memang pernah meminta bantuan Taufiq agar menyelamatkan jabatannya. Tapi permintaan itu ditolak secara halus.
Namun, ditolak atau tidak, langkah-langkah itu memperlihatkan bagaimana Rachman memainkan taktik bertahan. Sikap Rachman yang melancarkan jurus merangkul jabatannya hingga titik darah penghabisan ini berbeda dengan suara masyarakat. Dalam jajak pendapat yang kami adakan, sebagian besar responden berpendapat sudah sepantasnya Jaksa Agung mengundurkan diri setelah skandal ini terungkap.
Pantaskah Jaksa Agung M.A. Rachman bertahan setelah dituding memberikan keterangan palsu?
(11-18 Oktober 2002) Ya 11,6% 156 No 86,7% 1.163 Tidak tahu 1,7% 23 Total 100% 1.342
Jajak Pendapat Pekan Depan: BOM meledak di Kuta, Bali, dan tudingan terhadap Abu Bakar Ba’asyir, pemimpin Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, bahwa ia terlibat jaringan teroris internasional mengeras lagi. Ini bukan tuduhan pertama kali. Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew, pernah mengutarakannya dalam kaitan kasus 11 September dan Al-Qaidah. Betulkah kecurigaan ini? Ada yang percaya, tapi tak sedikit yang meragukannya. Terlepas dari beda pendapat itu, bagaimana opini Anda sendiri atas putusan itu? Suarakan pendapat Anda melalui situswww.tempointeraktif.com.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo