Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi masih memburu jaringan yang terlibat dalam peristiwa teror di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Januari 2016. Pengeboman dan penembakan itu menewaskan delapan orang, termasuk empat pelakunya: Dian Joni, Afif alias Sunakim, M. Ali, dan Ahmad Muhazin.
Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian menjelaskan adanya hubungan antara para pelaku, Bahrun Naim, dan sejumlah pemimpin kelompok radikal di Indonesia. Salah satunya Bachrumsyah, pemimpin Mujahidin Indonesia Barat yang diperkirakan berada di Suriah bersama Bachrun. Hal ini, kata Tito, memperkuat dugaan keterlibatan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dalam teror di kawasan Thamrin tersebut.
Tempo edisi 25 Januari 1986 mengulas jalannya sidang Pengadilan Negeri Malang, Jawa Timur, dengan judul "Siapa yang Meledakkan Borobudur". Tiga terdakwa: Achmad Muladawila, Abdulkadir Baraja, dan Abdulkadir Ali al-Habsyi, dituduh melakukan peledakan di gedung Seminari Alkitab Asia Tenggara dan Gereja Sasana Budaya Katolik, Malang, pada malam Natal 1984. Lalu peledakan Candi Borobudur pada 21 Januari 1985.
Dari sidang itu terungkap adanya jaringan teroris di dalam dan luar negeri. Komplotan ini terungkap karena kecerobohan mereka sendiri. Ceritanya, setelah peledakan gereja Katolik Malang dan Candi Borobudur, mereka hendak meledakkan bom di pantai Kuta, Bali. Pada 16 Maret 1985, empat teroris naik bus Pemudi Express menuju pulau dewata.
Nahas, di Desa Curah Puser, Banyuwangi, bom yang mereka bawa meledak dan menewaskan tiga penjahatnya. Abdulkadir Ali al-Habsyi yang selamat ditangkap warga dan diserahkan ke aparat. Dari mulut mereka terkuak misteri ledakan gereja dan Borobudur serta jaringan kelompok ekstrem yang diduga mempunyai hubungan dengan kelompok ekstrem kanan lainnya.
Kolonel Mochamad Basofi Sudirman, Danrem 083, dan Laksusda Malang ketika itu membenarkan aksi peledakan tersebut berkaitan dengan peristiwa Tanjung Priok. Kelompok ini mengeluh terlalu banyak jabatan penting yang dipegang oleh mereka yang beragama Kristen. Mereka juga percaya bahwa pemerintah sekarang menggencet umat Islam dengan memaksakan asas tunggal Pancasila. Rencana teror pun disusunlah.
Menurut sumber Tempo, tujuan utama peledakan itu adalah memberi peringatan kepada pemerintah agar lebih banyak memberlakukan hukum Islam, yang bersumber pada Quran dan Hadis. Peledakan itu akan dimanfaatkan untuk menarik perhatian dunia bahwa di Indonesia ada pergolakan melawan pemerintah.
Belum jelas berapa dan siapa saja anggota kelompok ini, dan sejauh mana jaringannya. Yang menyulitkan, dua tokoh kelompok ini, Husein Ali al-Habsyi yang tunanetra dan Ibrahim alias Djawad alias Kresna, belum tertangkap. Diduga kedua orang inilah yang menjadi pimpinan kelompok. Itu terlihat dari tuduhan jaksa: keduanyalah yang menentukan sasaran peledakan serta yang menggodok matang rencana itu.
Seberapa luas jaringan kelompok ini? Buat masyarakat luas, semua itu masih menjadi teka-teki. Semula ada yang menghubungkan kelompok ini dengan Husein al-Habsyi, yang biasa dipanggil Habib Husein—pemimpin Yayasan Pendidikan Islam di Bangil, Jawa Timur, yang pernah menjadi guru Husein Ali al-Habsyi yang tunanetra.
Yang jelas, pengaruh Husein Ali al-Habsyi cukup luas. Terbukti Mochamad Achwan, pemimpin pesantren kilat Malang, ikut terpengaruh dan ikut dalam kelompoknya. Pemimpin pesantren kilat Surabaya, Simpuang Abdul Malik, yang pada akhir Oktober 1985 divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya, juga terpengaruh, bahkan pernah memperoleh diktat dari Husein berisi konsep mendirikan negara Islam. Simpuang dalam sidang pernah mengakui dirinya terkait dengan kelompok Ir Sanusi.
Lalu adakah hubungan antara Husein Ali al-Habsyi dan kelompok Abdul Qadir Djaelani dari Jakarta? Belum jelas. Namun seorang pejabat tinggi pernah mengungkapkan bahwa keduanya belum terbukti memiliki hubungan. Sumber lain menyatakan, Husein Ali al-Habsyi punya hubungan dengan Abdullah Sungkar dan Abubakar Ba'asyir, bekas pemimpin pesantren Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, yang kini menghilang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo