MOEDJIONO pensiunan Kapten AURI. Pekerjaan sekarang: asisten
isterinya. Siapakah gerangan isterinya?
Nyonya Idah, demikian nama sang isteri, siapapun mengenalnya
bila sudah sampai di Desa Kedungwungu, Kecamatan Anjatan,
Kabupaten Indramayu, yaitu di Gang Abimanyu, sekitar 15
kilometer di sebelah selatan jalan raya Jakarta-Cirebon. Karena
di situlah Nyonya Idah menerima ratusan orang yang datang
berobat kepadanya.
Mengenakan baju putih-putih, mirip petugas rumah sakit, Bu Dukun
yang usianya kini 46 tahun memang tersohor bisa mengobati
berbagai macam penyakit. Sakit kencing manis, kencing batu, usus
buntu, bahkan penyakit syaraf sekalipun, bisa ditanggulanginya.
Demikian kabarnya.
Pasien diobatinya dengan jalan "operasi kecil": kulit dan
daging dikuak sedikit untuk "diambil biang penyakitnya," ujar
Nyonya Idah. "Kalau bibit penyakit masih di tubuh, bagaimana
pasien bisa sembuh," begitu prinsip pengobatannya. Begitu
banyaknya orang datang -- menurut bagian pendaftaran sedikitnya
ada 240 orang -- sampai Idah mengobati pasien secara
berombongan. Petugas memanggil mereka bersepuluh-sepuluh.
Para pembantunya biasanya yang menanyakan terlebih dahulu segala
sesuatu tentang penyakit si pasien. Secara ringkas si pembantu
menerangkan kembali kepada majikannya. Dengan sedikit
jampi-jampi, yang keluar dari bibirnya dengan suara tidak begitu
jelas, tangan Idah menggerayangi tubuh si pasien. Tangannya
berhenti di suatu tempat, seperti menemukan sesuatu, dan
mulailah kuku jari jempol sebelah kanannya mengiris. Bagaikan
pisau seorang dokter bedah saja.
Kulit rupanya tergores sedikit saja. Sebab untuk
penyembuhannya, tidak diperlukan jahitan untuk menutup luka yang
dikuakkan kuku jempol tadi. Cukup dengan mengulas kembali luka
tersebut, juga dengan jampi-jampi, luka hanya membekas bagaikan
goresan saja Nyonya Idah biasanya membekali pasiennya dengan
obat ramuan yang harus diminum secara teratur. Pantangan makan
juga ditentukan. Selama dua minggu setelah goresan pertama tadi,
pasien harus 6 kali datang kembali.
Hari Jumat dan Sabtu Idah tidak mau mengobati orang. "Dua hari
itu ilmunya tak mempan mengobati orang sakit," ujar Tarya,
petugas keamanan di kampung itu. Banyaknya orang datang tentu
saja merobah kehidupan di kampung itu. Tidak kurang dari 30
warung atau rumah makan selalu buka siang dan malam. Anak-anak
muda kampung tersebut bagai tak pernah tidur. Mereka rajin
mengobral berbagai jasa. Ada yang jadi calo untuk memperlancar
jalan menuju ke petugas yang bagian daftar. Di seputar situ
tidak pernah kurang dari 60 mobil. Maka hiduplah usaha jasa
parkir di situ.
Pasien yang berdatangan dari beberapa kota di Jawa Barat dan
Jawa Tengah biasanya rela menunggu sampai gilirannya tiba. Tidak
ada hotel atau penginapan. Tapi beberapa rumah penduduk
menyediakan tempat istirahat ala kadarnya. Puluhan banyaknya
bahkan mau tidur begitu saja di emperan rumah Moedjiono. "Ini
sebetulnya tidak membuat enak hati kami," kata Moedjiono.
Jenderal & Aktor
Padahal yang datang ke situ tak sembarangan: dari berbagai
pangkat dan bermacam penyakit. Ada yang datang jalannya
bertatih-tatih, pulang sudah berjalan tegak. Teguh Karwanto, 26
tahun, misalnya salah seorang pasien yang merasa disembuhkan.
Penyakit karyawan perusahaan perakitan mobil di Jakarta ini
memang aneh: selalu berkeringat dari leher ke kepala. Dia sudah
ke dokter. Juga datang ke ahli akupuntur di Tanjungpriok.
Hasilnya nihil. Di tangan Nyonya Idah penyakitnya menyerah.
Padahal, "saya sudah 14 kali berobat ke dokter," ujar Teguh,
"ternyata percuma saja."
Said, 35 tahun, mengaku pegawai P&K di Kabupaten Serang. Ia
datang ke Gang Abimanyu untuk mengobati penyakit kencing
batunya. Said di"operasi" dan sembuh. Bahkan dia dibekali batu
karang yang konon menjadi sebab penyakitnya. Dari Said, Teguh
dan lain-lainnya itulah kabar tentang kelihaian Nyonya Idah
tersebar luas.
Yang datang ke situ bahkan berkendaraan Volvo segala. Seperti
lazimnya praktek pedukunan selalu dikunjungi tamu-tamu kalangan
VIP. Moedjiono dapat menyebutkan beberapa nama jenderal dari
Jakarta yang pernah berobat ke situ. "Aktor Wahab Abdi juga
sudah ke sini," ujar Moejiono. Wahab Abdi menderita sakit
amandel dan dapat disembuhkan -- demikian cerita Moedjiono.
Tidak jelas dan tidak pernah diselidiki, adakah para pasien
Nyonya Idah betul-betul sembuh. Pihak Jawatan Kesehatan setempat
tak mengutik-utik praktek Dukun Idah. Praktek dokter atau
Puskesmas di Anjatan dan Haurgeulis (7 km dari Kedungwungu) tak
pernah kesepian. Penduduk di situ lebih suka membawa penyakitnya
ke sana. Mengapa tidak pergi ke Nyonya Idah? "Pengobatannya
tidak mempan untuk orang kampungnya sendiri," jawab para
tetangganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini