Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kontingen Indonesia pulang tanpa gelar juara umum dalam SEA Games Myanmar, 11-22 Desember 2013. Tim Merah Putih harus puas berada di urutan keempat, setelah Thailand, Myanmar, dan Vietnam. Padahal Indonesia pernah menjadi juara umum sepuluh kali dalam kompetisi olahraga se-Asia Tenggara ini. Bahkan Indonesia sudah jadi pemenang sejak pertama bergabung di SEA Games pada 1977 di Kuala Lumpur, Malaysia, seperti yang ditulis majalah Tempo edisi 26 November 1977.
South East Asia (SEA) -Games, yang diselenggarakan pada 19-26 November 1977, merupakan partisipasi pertama Indonesia. Menjelang pukul lima sore, Sabtu, 19 November, 1.200 burung merpati dilepas. Rebana Ubi Kelantan dan kompang ditabuh, menyusul tembakan meriam berdentum. Lebih-kurang 30 ribu pengunjung berpadu mengelukan upacara pembukaan Sukan Asia Tenggara IX di Stadion Kuala Lumpur.
Berurutan kontingen dari Brunei, Burma, Indonesia, Filipina, Singapura, Muangthai, dan Malaysia berdefile di depan Tuanku Yahya Petra Ibni al-Marhum Sultan Ibrahim, Raja Malaysia, beserta permaisuri. Kontingen Indonesia mengenakan baju cokelat krem dan celana khaki-drill made in Singapore. Memang keren. Mereka berbaris santai sambil melambaikan sapu tangan cokelat ke arah panggung kehormatan.
Kontras sekali dengan kontingen Burma. Kontingen yang paling "menderita" ini tampaknya bangga dengan kesederhanaannya. Anggota pria memakai baju biru muda dan sarung biru tua. Tapak kakinya beralaskan sandal jepit.
Puncak upacara memang bukan pesta pembukaan. Sukan dengan biaya 5 juta dolar Malaysia (ketika itu sekitar Rp 850 juta) itu memberi kehormatan kepada sepak bola untuk mengawali serentetan pertandingan dan perlombaan yang memperebutkan 580 medali dari 18 cabang olahraga.
Pertandingan pembuka tuan rumah Malaysia melawan Indonesia. Terakhir Indonesia mengalahkan Malaysia di Pra-Olimpiade 1976 di Senayan, Jakarta, dan bermain seri 0-0 dalam Pra-Piala Dunia di Singapura. Pertandingan pembukaan ini besar artinya karena, dalam waktu tiga bulan di bawah Ali Sadikin, teka-teki kondisi tim nasional hendak dijawab oleh Iswadi dkk. Dan bagi Malaysia, kemenangan dalam babak penyisihan pool ini akan membakar semangat kontingen untuk menjadi juara umum.
Tapi malam itu berakhir dengan kisah klasik: tim terbaik tidak selalu menjadi pemenang. Kesebelasan Indonesia, meski masih belum beranjak dari cerita "lain depan, lain belakang", menampilkan Ronny Pasla dalam bentuk baru. Ini seolah-olah pertandingan final. Ronny bukanlah Ronny pada Pra-Piala Dunia lalu.
Dalam kesempatan tendangan penalti yang dilakukan Santok Singh, tangkisan Ronny berhasil mengubah nasib. Tendangan Santok ditinju ke luar. Hampir semua permainan didikte Mochtar Dahari dkk, tapi gawang Indonesia dikuasai mutlak Ronny Pasla. Tembakan pasukan Malaysia yang tajam terarah, permainan tukar-menukar tempat yang dimotori Shukor Saleh dan Abdah Alif, ternyata merupakan tempo permainan yang enak bagi Ronny.
Lapangan becek dan lembapnya udara tidak pula memberatkan Iswadi untuk turun-naik. Hadi Ismanto, yang hampir sepanjang permainan memperlihatkan kebodohannya, toh dapat membuat gol. Cantik lagi. Inilah saatnya orang terpaksa percaya pada dewi fortuna atau "bola itu bundar". Tapi sebaiknya orang tidak meremehkan genjotan pelatih Acub Zainal terhadap anak buahnya sesaat menjelang peluit wasit Get Keaw berbunyi. "Hey, boys, percayalah kalian akan menang," kata-kata itu seperti bensin yang menyambar api. Dan akhirnya semangat bertanding itulah yang menentukan kemenangan Indonesia 2-1.
Tim Merah Putih menjadi juara grup tanpa terkalahkan. Di semifinal, Indonesia melawan Thailand. Indonesia melakukan walkout pada menit ke-60 karena merasa dicurangi wasit ketika skor masih 1-1. Indonesia dinyatakan kalah. Emas sepak bola akhirnya diraih Malaysia, yang mengalahkan Thailand 2-0.
Kisruh tim sepak bola tak menyurutkan semangat Indonesia di cabang lain. Tim Merah Putih menguasai emas, bahkan menorehkan rekor baru di sejumlah cabang. Kabar baik datang dari Kuala Lumpur. Indonesia juara umum dengan 62 emas, 41 perak, dan 34 perunggu. Jauh di atas Thailand di peringkat kedua dengan 37 emas, 35 perak, dan 33 perunggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo